Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Effect of Drying with Far Infrared Dryer, Oven Vacuum, and Freeze Dryer on the Color, Total Carotene, Beta-Carotene, and Vitamin C of Spinach Leaves (Amaranthus Tricolor L.) Asep Sopian; Ridwan Thahir; Tien R Muchtadi
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol. 16 No. 2 (2005): Jurnal Teknologi dan Industri Pangan
Publisher : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB Indonesia bekerjasama dengan PATPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (409.747 KB)

Abstract

Spinach is a well known vegetable as a source of nutrition especially for is carotene. Soinach leaves need to be dried for application in product development of food like biscuit, extruded products and analysis. One the drying method that became popular is drying using infrared wave. The aim of this research was to compare the effect of blanching and drying (far infrared dryer, oven vacuum, and freeze dryer) on the color, total carotene, beta-carotene, and vitamin C of spinach leaves. Blanching and drying of increased brightness, a value, and b value. The a value is shows spinach brightness in mix red-green color while b value shows mix blue-yellow. Total carotene of fresh spinach decreased by 10.47% after blanching. Drying with vacuum decreased the total carotene by 39.31% (with blanching) and 31.66 (with blanching). Drying with freeze dryer decreased the beta carotene by 4.99% (with blanching) and 18.60% (with blanching). Drying with FIR dryer decreased spinach total carotene by 34.90% (with blanching) and 24.86% (with blanching). The beta-carotene of fresh spinach with balancing treatment decreased of by 16.53%.drying oven vacuum decreased the beta carotene by 42.80% (wiyh blanching) and 18.91% (with blanching). Drying with freeze dyer decreased the beta carotene by 29.03% (with blanching) the beta carotene. The decreased of beta-carotene is bigger than total carotene. Vitamin C of fresh spinach decreased by 20.35% after blanching. Drying with oven vacuum decreased of 55.77% (without blanching) and 65.42% (with blanching) f the vitamin C. drying with freeze dryer decreased the vitamin C by 13.21% (without blanching) and 30.67% (with blanching). Meanwhile, the vitamin C of spinach after drying with FIR dyer decreased of 60.53% (without blanching) and 70.29% (with blanching). Key words: Spinach, drying, blanching, far infra red dyer, oven vacuum, freeze dyer, total carotene, beta carotene, vit C.
Pati Ganyong (Canna Edulis Ker.) Termodifikasi HMT : Sifat Pasta Pati dan Aplikasi Dalam Formulasi Mi Kering Winda Haliza; nFN Widayanti; nFN Widaningrum; Ridwan Thahir
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 8, No 2 (2011): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v8n2.2011.47-55

Abstract

Pati ganyong diberi perlakuan heat moisture treatment (HMT) dengan tujuan unruk meningkatkan kualitas mi kering. HMT pati ganyong yang dicobakan pada kadar air 20%, suhu 110°C selama 8 jam memberikan perubahan pada profil Rapid Visco Analysis (RVA) pasta pati dengan meningkatkan suhu gelatinisasi, tidak ada puncak viskositas, tidak ada viskositas breakdown, setback viskositas lebih rendah dan viskositas yang stabil selama pernanasan dibandingkan pati ganyong alami. Pati ganyong termodifikasi HMT, tepung kacang tunggak dan tepung terigu, diformulasikan untuk pembuatan mi kering menggunakan metode mixture  d­ optimal desain dari Response Surface Methodology (RSM). Formula mi kering hasil optimasi terdiri dari campuran 50% terigu, 32,28% tepung kacang tunggak dan 17,72% pati ganyong termodifikasi. Formula ini merupakan formula terpilih mi kering dengan karakteristik fisik sebagi berikut : susut masak 9, 13%, waktu masak 9,75%, berat rehidrasi 207,9%, elongasi 24,75%, tension 27,7 gf, kekerasan 1275 gf, ahesiveness 0,09dan elastisitas 0,71 gs. Karakteristik mi kering yang diperoleh memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2974-1992), bahkan untuk kandungan protein mi kering memiliki nilai lebih tinggi dari yang disyaratkan SNI. Heat moisture treatment of canna starch: pasting properties and application to dry noodle formulation.Hydrothermal treated caona starch was prepared by heat moisture treatment (HMT). This treatment was aimed at improving of dried noodle quality. HMT was applied to canna starch with 20% moisture at 110°C for 8 h. Pasting properties of HMT canna starch showed a higher gelatinization temperature, lower viscosity setback, more heat stable than those of the native canna starch. Results from response Surface Methodology suggested that the optimum formula for tbe developed dry noodles was 50% of wheat flour, 32.28% of cowpea flour and 17.72%  of HMT canna starch. This formula produced dried noodles with cooking loss 9.13%, cooking time 9.75%, rehydration weight 207.9%, elongation 24.75%, tensile strength 27.7 gf, hardness 1275 gf, adhesiveness 0.09, and elasticity 0.71 gs. Protein content of the developed dry noodles 18.87% was higherthan that Indonesia National Standard.
Kinerja Enzim Naringinase Dan CMC Dalam Mengurangi Tingkat Kepahitan Jus Jeruk Siam nFN Setyadjit; Lani Kasigit; nFN Suyanti; Wisnu Broto; Ridwan Thahir; Dwi Setyaningsih
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 7, No 1 (2010): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v7n1.2010.32-42

Abstract

Dalam rangka mengurangi rasa pahit pada jus jeruk siam berbagai perlakuan telah dicoba antara lain penggunaan enzim naringinase dan CMC. Naringinase berbagai konsentrasi hingga 1,5 gil dengan berbagai waktu inkubasi hingga 4 jam pada suhu 30°C mampu menurunkan kandungan naringin hingga 50%. Optimum perlakuan adalah 1 g/l dengan waktu inkubasi 3 jam. Perlakuan CMC saja hingga 0,3% berhasil menurunkan kandungan naringin hingga 19%. Dengan meningkatnya penambahan CMC maka PTT dan kekentalan jus jeruk siam juga meningkat, tetapi tidak mempengaruhi pH total asam dan vitamin C. Kombinasi perlakuan enzim naringinase 1 g/l selama 3 jam yang dilanjutkan dengan penambahan CMC hingga 0,3% mampu menurunkan kandungan naringin hingga tinggal 30% saja, yang berarti lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan enzim saja maupun naringin saja, dan merupakan bukti adanya efek sinergis antara keduanya. Penambahan hingga maksimum 0,2% CMC adalah yang direkomendasikan karena peningkatan lebih dari konsentrasi ini dapat mempengaruhi kesukaan jus. The Performance Of Naringinase And CMC On Debittering Citrus Siam Juice.To debitter the citrus siam juice, naringinase and CMC have been applied into the juice. Naringinase of various concentration up to 1 g/l with incubation time up to 4 h at 30°C reduced concentration of naringin up to ca. 30 %. Optimum concentration was 1 g/l for 3 h. CMC vof various concentration up to 0.3% reduced the naringin content up to 10 %. However, the pH and viscosity were increased affected by the treatment but not total acidity, vitamin C and pH. At combination 1 g/l enzim for 3 h followed by CMC lip to 0.3 % were able to reduce the naringin concentration up to 30% left over. There is an indication of synergistic effect. Recommended treatment was 1 g/l naringinase for 3 h at 30°C followed by addition of 0.2 % CMC, since above the level the juice taste has been imparted.
Pati Sagu Termodifikasi HMT (Heat Moisture-Treatment) Untuk Peningkatan Kualitas Bihun Sagu Dian Herawati; Feri Kusnandar; nFN Sugiyono; Ridwan Thahir; Endang Yuli Purwani
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 7, No 1 (2010): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v7n1.2010.7-15

Abstract

Pati sagu alami mempunyai profil gelatinisasi tipe A (puncak viskositas tinggi yang diikuti oleh pengenceran cepat selama  pemanasan). Modifikasi pati sagu dengan metode HMT (heat-moisture treatment) dapat menggeser tipe gelatinisasi sagu menjadi tipe C (tidak mempunyai puncak viskositas dan tidak mengalami penurunan viskositas selama pemanasan) sehingga pati sagu termodifikasi yang diperoleh dapat diaplikasikan untuk produk bihun sagu. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendapatkan kondisi HMT optimum untuk produksi pati sagu temodifikasi dengan gelatinisasi tipe e (2) memperoleh tingkat substitusi pati sagu temodifikasi yang menghasilkan bihun sagu dengan kualitas yang baik, Pati sagu diatur kadar airnya hingga mencapai 26-27%, kemudian dipanaskan pada suhu 110°C dengan berbagai waktu (4, 8 dan 16 jam) pada kondisi tidak dicuci dan dicuci terlebih dahulu , Terhadap pati sagu termodifikasi yang diperoleh dilakukan analisis profil gelatinisasi. Pati termodifikasi dengan profil gelatinisasi tipe e dikarakterisasi dan diformulasikan pada bihun sagu. Bihun sagu tersubstitusi dianalisis yang terdiri atas susut masak, lama pemasakan, tekstur dan kualitas sensori. Pati sagu termodifikasi HMT selama 4 jam dengan perlakuan pencucian memperlihatkan profil gelatinisasi tipe C serta mempunyai ukuran granula yang lebih besar, kekuatan gel yang lebih tinggi, derajat putih yang lebih rendah, sineresis yang lebih rendah, dan kandungan pati yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pati alaminya. Tingkat substitusi pati sagu termodifikasi HMT yang mencapai 50% dapat meningkatkan kualitas bihun sagu yaitu menurunkan lama pemasakan, meningkatkan kekerasan dan memperbaiki kualitas sensori (memperbaiki kekerasan, elastisitas, kelengketan dan penerimaan secara keseluruhan). Heat Moisture Treatment Modified Sago Starch For Quality Improvement Of Sago BihonNative sago starch has A type gelatinization profile (high peak viscosity and followed by fast thinning during heating). HMT (heat-moisture treatment) can alter the sago starch gelatinization profile from A type to e type (no peak viscosity and no breakdown during beating), so the modified sago starch can be used for bihon-type noodle. The objectives of this research were to: (1) obtain optimum condition of HMT to produce modified sago starch with C type gelatinization profile and (2) obtain modified sago starch substitution level to improve sago bihon-type noodle quality. Sago starch was adjusted to 26-27% moisture content and exposed to HMT at 110°C for various times (4.8 and 16 hours) with washing or without washing treatment. HMT modified sago starch was analyzed for gelatinization profiles. The modified starch with C type gelatinization profile was characterized and formulated into bihon-type noodle. HMT substituted bihun-type noodle was analyzed for cooking loss, cooking time, texture (texture analyzer method) and sensory quality. HMT sago starch with 4 hours at washing treatment showed e type pasting profile and larger granule size, larger gel strength, lower degree of whiteness, lower syneresis and lower starch content than those of native sago starch. The substitution of native sago starch with 50% HMT sago starch improved the characteristic of sago bihon-type noodle quality, i.e. lower cooking time, higher hardness and better sensory quality in term of hardness, chewiness, stickiness and overall acceptability.
Pemanfaatan Kacang-Kacangan Lokal Sebagai Substitusi Bahan Baku Tempe dan Tahu Winda Haliza; Endang Yuli Purwani; Ridwan Thahir
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 3, No 1 (2007): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sebagian besar kedelai di Indonesia dimanfaatkan untuk memenuhi industri tempe dan tahu. Saat ini, produksi kedelai dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu kedelai perlu diimpor. Cara lain untuk mengatasinya adalah memanfaatkan kacang-kacangan selain kedelai. Ada beberapa jenis kacang-kacangan yang belum termanfaatkan untuk produksi tempe dan tahu. Beberapa kacang-kacangan yang belum termanfaatkan seperti seperti kacang tunggak (Vigna unguiculata), kacang gude (Cajanus cajan), kacang babi (Vacia faba) dan lain-lain banyak dijumpai di Indonesia. Sifat fisiko-kimia kacang-kacangan tersebut sangat beragam. Berdasarkan komposisi kimia utama yang ada di dalamnya, kacang-kacangan di atas hanya sesuai untuk produksi tempe. Pengembangan tempe tampaknya memiliki prospek cukup baik di masa yang akan datang. Tempe selain bergizi tinggi juga memiliki efek menyehatkan bagi manusia.
Keragaan Kehilangan Hasil Pascapanen Padi pada 3 (Tiga) Agroekosistem Sigit Nugraha; Ridwan Thahir; nFN Sudaryono
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 3, No 1 (2007): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perbaikan teknik budidaya padi telah dapat meningkatkan produksi secara signifikan, Disadari bahwa penanganan pascapanen secara tidak tepat dapat menimbulkan susut atau kehilangan baik mutu maupun fisik, penelitian keragaan kehilangan hasil pascapanen padi dilaksanakan pada ekosistem padi lahan irigasi, ekosistem padi lahan tadah hujan dan ekosistem padi lahan rawa/pasangsurut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan angka kehilangan hasil pada tahapan penanganan pascapanen padi (pemanenan, perontokan, pengangkutan, pengeringan, penyimpanan dan penggilingan). Penelitian menggunakan rancangan faktor tunggal (Standar deviasi ) dengan 10 ulangan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehilangan hasil kumulatif penanganan pascapanen pada ekosistem lahan irigasi sebesar 13,35 %, pada lahan tadah hujan sebesar 10,39% dan kehilangan pada ekosistem lahan pasang surut sebesar 15,26 %. Kehilangan tersebut terjadi pada tahapan panen, pengumpulan padi, pengangkutan padi, penundaan perontokan, perontokan, penjemuran, penyimpanan gabah dan penggilingan
Analisis Sistem Dinamik Ketersediaan Beras di Merauke Dalam Rangka Menuju Lumbung Padi Bagi Kawasan Timur Indonesia Agus Supriatna Somantri; Ridwan Thahir
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 3, No 1 (2007): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam rangka menyongsong dicanangkannya kabupaten Merauke Papua, sebagai lumbung padi bagi kawasan timur Indonesia, maka diperlukan suatu kajian kebijakan yang dapat memberikan arah bagi proses perencanaan di masa datang. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis sistem persediaan beras di kabupaten Merauke di masa datang dan memberikan alternatif kebijakan untuk mendukung ketersediaan beras tersebut. Metode yang digunakan adalah dengan pendekatan sistem dinamik dimana sistem persediaan beras ditentukan oleh dua sub sistem besar yaitu sub-sistem penyediaan dan sub-sistem permintaan. Masing-masing sub sistem diidentifikasi menjadi komponen atau faktor yang spesifik dan berinteraksi secara dinamis berdasarkan waktu dan kondisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model ketersediaan beras di Merauke yang telah dirancang-bangun telah dapat bekerja dengan baik dengan tingkat ketepatan yang baik pula. Model yang telah dibuat dan kemungkinan pengembangannya dapat dipakai sebagai alat untuk melandasi pengambilan keputusan maupun penentuan kebijakan stok beras Merauke sebagai lumbung padi di masa mendatang secara lebih komprehensif. Dari beberapa skenario yang telah dicoba diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam 10 tahun mendatang dengan menerapkan kebijakan peningkatan pendayagunaan lahan dan peningkatan produksi melalui peningkatan IP (Indeks Pertanaman) dengan irigasi teknis, dengan penerapan mekanisasi pertanian, penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk berimbang, penanganan pascapanen dan penggunaan saprodi lainnya, memberikan pengaruh yang nyata terhadap kemampuan Merauke dalam memasok beras wilayah Indonesia bagian timur. Melalui skenario ini kemampuan Merauke dalam memasok beras adalah 83.69% jika persentase masyarakat yang mengkonsumsi beras 30% dan jika terjadi pergeseran konsumsi menjadi 40%, maka kemampuan pasokannya menjadi 62.77%.
Aplikasi Tepung Jewawut (Pennicetum Glaucum) Dan Whey Tahu Untuk Memberikan Nilai Tambah Snack Bar Fransiska R Zakaria; Stephanie Wijaya; Yadi Haryadi; Ridwan Thahir; nFN Suismono
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 7, No 2 (2010): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v7n2.2010.103-109

Abstract

Snack bars dengan kandungan gizi dan antioksidan sekarang ini sangat diminati masyarakat pekerja elit karena selain praktis juga dapat memberikan dampak yang baik bagi kesehatan. Tepung jewawut, air tahu dan daging kelapa telah dikenal sebagai sumber zat gizi dan komponen bioaktif. Tujuan penelitian ini adalah menggunakan jewawut (Pennisetum glaucum) dan air tahu untuk membuat snack bars dengan rasa unik serta nilai gizi dan antioksidan yang tinggi sehingga dapat diterima dengan baik oleh konsumen. Dalam penelitian ini diperoleh enam formulasi snack bars dengan komposisi tepung jewawut, daging kelapa parut kering dan air tahu yang berbeda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keenam formulasi yang diperoleh tidak mempunyai rasa dan tekstur yang berbeda berdasarkan uji organoleptik. Aktivitas antioksidan yang tertinggi terdapat pada formula yang mengandung air tahu dan tepung jewawut yang tertinggi. Fomula dengan kandungan air tahu yang tertinggi mengandung serat pangan yang tertinggi juga. Sedangkan formula yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi mempunyai kadar serat yang terendah. Dengan demikian, disimpulkan babwa formula dengan kadat serat total dan aktivitas antioksidan optimum adalah formula dengan rasio tepung jewawut : daging kelapa sebesar 1: 1 dengan penambahan air tahu 40%. Formula ini mengandung serat pangan total 10,93%, kapasitas antioksidan setara 7,85 mg vitamin C per/100g. Formula ini juga mengandung kalsium 1574,17ppm, Fe 53,33 ppm, dan Zn 22,43 ppm. The Usage of Barley Flour (Pennicetum Glaucum) and Tofu Whey for Increasing the Biological Value of Snack Bar.Snack bars with beneficial nutritional and antioxidant content are considered desirable, especially in bringing good impact for better health. Pearl millet flour, tofu whey and coconut flesh are known for their nutritive and bioactive compound value. The aim of this study was to utilize pearl millet (Pennisetum glaucum) and tofu whey in producing snack bar with unique taste, good nutrition and antioxidant, and high consumer acceptability. There were six formulations of snack bar from two different variables combination, which were the ratio of pearl millet flour to desiccated coconut and percentage of tofu whey. The results showed that all formula snack bars have no significant difference in preference of taste and texture based on organoleptic test. The highest activity of antioxidant was on the formula which contained the highest amount of tofu whey and pearl millet flour. Formula which contained the highest amount of tofu whey had the highest dietary fiber. However, the formula that had the highest antioxidant activity had the lowest total dietary fiber. Based on the results, the best formula with the optimum total dietary fiber and antioxidant activity was the formula with 1:1 ratio of pearl millet flour to desiccated coconut and 40% tofu whey as it had 10.93% total dietary fiber and antioxidant capacity 7.85 mg vitamin C equivalent/100g. This formula also had 1574.17 ppm of calcium, 53.33 ppm of iron, and 22.43 ppm of zinc.
Diet Berbasis Sorgum (Sorghum bicolor L Moench) Memperbaiki Proliferasi Limfosit Limfa dan Kapasitas Antioksidan Hati Tikus Fransiska R. Zakaria; Endang Prangdimurti; G. A. Kadek Diah Puspawati; Ridwan Thahir; Suismono Suismono
JURNAL PANGAN Vol. 20 No. 3 (2011): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v20i3.155

Abstract

Sorgum merupakan tanaman serealia yang sangat berguna sebagai sumber karbohidrat alternatif dalam program diversifikasi pangan. Sorgum memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan beras dan berprospek baik untuk dikembangkan di Indonesia. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa sorgum sangat baik untuk kesehatan, antara lain untuk mengurangi resiko penyakit degeneratif. Penelitian secara in vitro sebelumnya, menunjukkan bahwa serealia ini mampu meningkatkan proliferasi limfosit manusia, yang menunjukkan perbaikan sistem imun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari efek sorgum terhadap sistem imun dan kapasitas antioksidan secara in vivo pada tikus. Tiga kelompok tikus diberi pakan kontrol, pakan mengandung 50 persen atau 100 persen sorgum sebagai sumber karbohidrat selama 7 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok tikus yang diberi pakan mengandung 50 persen atau 100 persen sorgum mengalami peningkatan aktivitas proliferasi mencapai berturut-turut 70 persen dan 63 persen, aktivitas antioksidan hati (DPPH) mencapai 38 persen dan 29 persen, aktivitas enzim superoksida dismutase (SOD) mencapai 98 persen dan 91 persen, aktivitas enzim katalase (CAT) mencapai 28 persen dan 21 persen, dan aktivitas glutation peroksida (GPx) mencapai 57 persen dan 33 persen, akan tetapi mengalami penurunan kandungan malondialdehid (MDA) hingga 22 persen dan 16 persen. Penelitian ini menunjukkan bahwa sorgum mempunyai aktifitas imunostimulani dan aktivitas perbaikan antioksidan sehingga baik bagi kesehatan.Sorghum is a cereal that would be useful as alternative carbohydrate source in food diversification program. It has higher protein content than rice and good prospect to be developed in Indonesia. Researches have shown that sorghum has functions in health, such as to decrease degenerative disease risk. Previous in vitro study of sorghum showed that this cereal could increase human lymphocyte cell proliferation in vitro, indicating immune system improvement. The objectives of this research were to study the effects of sorghum on the in vivo immune system and liver antioxidant capacity in rats. Three groups of rats were fed control diet, diet containing 50 percent or 100 percent sorghum as sources of carbohydrate. The results showed that the rats fed with 50 percent or 100 percent sorghum displayed increase in, respectively, proliferation activity by 70 percent and 63 percent; liver antioxidant activity (DPPH) by 38 percent and 29 percent, super dioxide dismutase enzyme activity (SOD) by 98 percent and 91, catalyst enzyme activity (CAT) by 28 percent and 21 percent, and glutathione peroxides enzyme activity (GPx) by 57 percent and 33 percent; but decreased in malondialdehyde (MDA) by 22 percent and 16 percent. This research showed that sorghum has immunostimulation and antioxidant improvement activities and will be very good as source of carbohydrate diet.