Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

Peluang dan Tantangan Penerapan Keputusan Fiktif Positif Setelah Diundangkannya Undang-Undang Cipta Kerja Mailinda Eka Yuniza; Melodia Puji Inggarwati
Jurnal de jure Vol 13, No 2 (2021): Jurnal Dejure
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36277/jurnaldejure.v13i2.539

Abstract

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) memberikan perubahan pengaturan terkait fiktif positif yakni memperpendek jangka waktu bagi badan dan/atau pejabat pemerintahan untuk membuat keputusan atas permohonan dan menghilangkan peranan pengadilan tata usaha negara (PTUN). Penelitian ini bertujuan menjawab pertanyaan: a) bagaimana permasalahan yang timbul dari implementasi keputusan fiktif positif di Indonesia? dan b) bagaimana peluang dan tantangan keputusan fiktif positif pasca diundangkannya UU Cipta Kerja? Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pengumpulan data berupa studi pustaka dan studi kasus fiktif positif yang dianalisis secara kualitatif. UU Cipta Kerja akan mempercepat kinerja pemerintah dan makin sederhananya prosedur yang harus dilalui untuk mengklaim keputusan fiktif positif. Di sisi lain, pengaturan yang baru akan memperbanyak masyarakat yang mengajukan permohonan fiktif positif tanpa disertai persyaratan yang mencukupi. Tantangan juga muncul terkait kepastian hukum atas klaim masyarakat yang menyatakan permohonannya otomatis berlaku, karena tidak lagi adanya PTUN yang dapat memaksa memaksa pemerintah untuk mengeluarkan keputusan penerimaan permohonan. Pada akhirnya diperlukan lembaga lain untuk menggantikan peran PTUN.
ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TERKAIT PENGATURAN HARGA TIKET PESAWAT DI INDONESIA Mailinda Eka Yuniza; muhammad Jibril; Aicha Grade Rebecca
WARTA ARDHIA Vol 46, No 1 (2020)
Publisher : Research and Development Agency of The Ministry of Transportation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25104/wa.v46i1.354.47-59

Abstract

Deregulation made by Government Regulation No. 40 of 1995 has intensified the competition in the aviation industry. As time passes by, many airlines implement the Low-Cost Carrier (LCC) concept. The negative effect of these LCC is that aviation companies compete to lower their prices, thus neglecting the safety factor. This research method employed in this research is normative research, whereas the material used is secondary data. The result of this research indicates that airplane ticket prices, especially economy class, are regulated in Ministry of Transportation Decree Number KM 106 of 2019 about The Upper Limit Tariff for Passengers in Economy Class Services for Scheduled Domestic Commercial Air Transport. On the other hand, this ministerial decree has not been able to solve the issues that arise in our society. Authors think that airplane ticket price as one of the essential production branches for the country needs to regulated thoroughly in order to achieve the greatest prosperity of the people in accordance with Article 33 of the 1945 Constitution.
Kebijakan Refocusing Kegiatan dan Realokasi Anggaran Pemerintah Daerah di Masa Pandemi Covid-19 Mailinda Eka Yuniza; Ni Nengah Dhea Riska Putri Nandita; Gilda Talitha Putri; Melodia Puji Inggarwati
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 10, No 1: April 2022 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/ius.v0i0.1037

Abstract

Pemerintah mencoba mengatasi permasalahan ekonomi di masa pandemi Covid-19 dengan mengambil kebijakan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran. Pemerintah Daerah juga dituntut untuk melakukan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran melalui perubahan APBD. Namun, tidak semua daerah bisa dengan segera melakukannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis, melihat tantangan, dan memberikan solusi perumusan kebijakan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran Pemerintah Daerah di masa pandemi Covid-19. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan dan pendekatan peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi perubahan APBD dalam melakukan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran yang disebabkan karena beberapa hal, seperti perbedaan fleksibilitas keuangan daerah dan tidak adanya panduan yang jelas dalam melakukan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran. Guna menghadapi permasalahan tersebut, solusi yang dapat dijalankan oleh Pemerintah Pusat sebagai pengarah kebijakan bagi Pemerintah Daerah dalam hal refocusing kegiatan dan realokasi anggaran adalah membuat semacam Standar Operasional Prosedur yang memuat batasan ruang lingkup anggaran dan kegiatan yang harus dikurangi, ditambah, maupun disesuaikan kembali.
PERIZINAN BERUSAHA DI SEKTOR HULU MINYAK DAN GAS BUMI: EVALUASI SISTEM TERINTEGRASI SECARA ELEKTRONIK Didik Sasono Setyadi; Mailinda Eka Yuniza
Jurnal Ius Constituendum Vol 6, No 2 (2021): OKTOBER
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jic.v6i2.4146

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian sistem perizinan berusaha  terintegrasi secara elektronik terhadap sektor hulu minyak dan gas bumi (migas), baik sebelum maupun setelah berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja.  Kegiatan usaha hulu migas merupakan kegiatan pemerintah yang sangat penting bagi bangsa dan negara. Oleh karena itu, minimnya kegiatan eksplorasi yang salah satunya disebabkan oleh rumitnya perizinan, harus segera diselesaikan. Terkait hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (PP 24/2018). Tulisan ini menggambarkan karakteristik Usaha Hulu Migas, melakukan inventarisasi dan mapping perizinan di sektor hulu migas setelah diperlakukannya PP 24/2018, melakukan evaluasi dan analisis kesesuaian PP 24/2018 dengan kebutuhan kegiatan hulu minyak dan gas bumi, serta memberikan rekomendasi untuk memperbaiki perizinan migas kedepan. Rekomendasi yang diberikan masih tetap relevan meskipun pemerintah telah mengeluarkan UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan Peraturan pelaksanaannya. Tidak banyak tulisan mengenai kegiatan hulu migas khusunya dari aspek hukum apalagi mengenai perizinan, termasuk penelitian ini. Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif, yaitu data yang utama digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) kegiatan hulu migas memiliki karakteristik yang berbeda dan spesifik dibandingkan kegiatan usaha lainnya, 2) untuk mendukung sistem OSS sebagaimana diatur dalam PP 24/2018, pada awal tahun 2020 SKK Migas membentuk One Door Service Policy (ODSP), 3) Sistem Pelayanan Perizinan Terintegrasi Secara Elektronik (OSS) tidak sesuai dengan kebutuhan dan karakter kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, sehingga OSS tidak bisa diharapkan untuk menjadi solusi bagi penyelesaian kerumitan perizinan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Oleh karena itu, penulis mengusulkan agar Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden yang dapat mengakomodir kondisi khusus hulu migas, menyederhanakan perizinan hulu migas secara menyeluruh dan memperkuat ODSP.
KONSISTENSI PENGATURAN JAMINAN SOSIAL TERHADAP KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN INDONESIA Muhammad Adib Zain; Ananda Prima Yurista; Mailinda Eka Yuniza
Jurnal Penelitian Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Vol 1, No 2 (2014)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.549 KB)

Abstract

AbstractThe preamble of 1945 Constitution have declared Indonesia as a welfare state. Post-amendment of the 1945 Constitution, the rights of Indonesian citizen to welfare is regulated in Article 28 H sections (1), (2), (3), and Article 34 sections (2) and (3), which then is subsequented by Law number 40 of 2004 on National Social Security System, followed by Law number 24 of 2011 on Social Security Agency (BPJS). However, both regulations instead created new problems: the government is monopolizing the business of security insurance, and the existence of double burden to the citizens in paying taxes as an obligation and paying insurance premium as contribution fee to get social security. This study will further elaborate: First, the concept of the welfare state of Indonesia; and Second, the consistency of social security regulations towards the effort to manifestation of Indonesia as a welfare state.IntisariPembukaan UUD NRI Tahun 1945 telah mendeklarasikan Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare  state). Pasca amandemen UUD NRI Tahun 1945 hak warga negara dalam kesejahteraan diatur dalam Pasal 28 H ayat (1), (2), (3) dan Pasal 34 ayat (2) dan (3), yang kemudian diejawantahkan dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang ditindaklanjuti dengan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Namun kedua pengaturan tersebut justru menimbulkan permasalahan baru: pemerintah membuat monopoli dalam bisnis asuransi jaminan, dan ada beban ganda bagi warga negara dalam membayar pajak sebagai kewajiban membayar premi asuransi sebagai kontribusi untuk mendapatkan pertanggungan dari jaminan sosial. Penelitian ini akan mengkaji: Pertama, bagaimana konsepsi negara kesejahteraan Indonesia; dan Kedua, bagaimana konsistensi pengaturan jaminan sosial terhadap upaya mewujudkan konsepsi negara kesejahteraan Indonesia.
Red Tape Phenomenon of Social Securities Distribution During Covid-19: A Socio–Legal Analysis Mailinda Eka Yuniza; Aicha Grade Rebecca
IKAT: The Indonesian Journal of Southeast Asian Studies Vol 4, No 2 (2021): January
Publisher : Center for Southeast Asian Social Studies (CESASS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/ikat.v4i2.58137

Abstract

To distribute social aids during a time of a pandemic, red tapes or unnecessary bureaucratic layers needs to be eliminated because the situations demand flexibility. In fact, during the Covid-19 the Indonesian government struggled to hand the staple needs help due to various problems with the existing social aid system. The purpose of this study is to analyze the social and legal factors that create a red tape that hindered the implementations of distributions. This research uses a qualitative approach with data collection techniques of literature and statutory analysis. The result of this study shows that there is an interplay factor between administrative law on social policies and the bureau pathology(Bureaucratic disease) that infects the bureaucratic system of the Ministry of Social Affairs especially in the aspects of managerial, human resources, and tendencies to conduct unlawful actions aspects. The format of the law has proven to be ineffective to be used in a pandemic setting. Furthermore, there are tendencies of upholding the tight legal mechanism to share the responsibilities in between bottom-up government units which had created ineffective within the systems in times of a pandemic. Nevertheless, it shows that the law has already matured in governing the bureaucratic nature in the Ministry of Social Affairs. 
PENGATURAN PELAYANAN KESEHATAN DI KOTA YOGYAKARTA SETELAH PENERAPAN OTONOMI LUAS Mailinda Eka Yuniza
Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Vol 25, No 3 (2013)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (549.206 KB) | DOI: 10.22146/jmh.16078

Abstract

The Regional Autonomy Act 1999 started to give local government authority to regulate onhealth. This to be observed such as the implementation over local government’s authority toregulate over health’s issue and it’s positive implications as the result. This research shows thatimplementation of Yogyakarta City government’s  authority to regulate over health’s area have gone well since many healthcare’s policies had been produced in accordance to society’s needs and capabilities. Moreover, those regulations has significantly improved the healthcare’s quality becausethe numbers of licensed health facilities and paramedics increased. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan kewenangan mengatur tentang kesehatan kepadapemerintah daerah sehingga menimbulkan dua hal yang perlu diteliti, yakni tentang pelaksanaan kewenangan mengatur pemerintah di bidang kesehatan dan implikasi positif dari peraturan yang dikeluarkan tersebut khususnya di Kota Yogyakarta. Hasil penelitian menyatakan bahwa: Pertama,pelaksanaan wewenang mengatur Pemerintah Kota Yogyakarta telah berjalan baik dengan dibentuknya kebijakan-kebijakan di bidang pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan dan kemampuan daerah. Kedua, pengaturan mengenai pelayanan kesehatan di Kota Yogyakarta memiliki dampak signifikan bagipeningkatan pelayanan kesehatan, yang ditunjukan dengan peningkatan jumlah sarana dan tenaga kesehatan berizin pasca dikeluarkannya Peraturan Daerah oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta.
MEKANISME PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (STUDI KASUS D.I. YOGYAKARTA) Mailinda Eka Yuniza; Adrianto Dwi Nugroho
Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Vol 25, No 2 (2013)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (395.191 KB) | DOI: 10.22146/jmh.16094

Abstract

The Regional Budget Implementation Accountability (PPAPBD) mechanism is a part of the regional financing management process applicable subsequent to the formulation of draft APBD, approval ofthe draft APBD by the Regional House of Representatives, validation by the Central Government,enactment of draft APBD to be APBD, and implementation of APBD. In a normative manner, the PPAPBDmechanism is a series of supervisory procedures performed by budget-supervisory institutions, amongothers include the Board of Financial Audit (BPK), the Ministry for Domestic Affairs, and the RegionalHouse of Representatives. Within the field of administrative law, the PPAPBD mechanism is a form of administrative supervision performed in order to establish good governance in accordance with the General Principles of Good Governance (AUPB). Mekanisme Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD (PPAPBD) merupakan bagian dari proses pengelolaan keuangan daerah setelah proses penyusunan Rancangan APBD, persetujuan RAPBD oleh DPRD, pengesahan APBD oleh Pemerintah Pusat, penetapan menjadi APBD, dan pelaksanaanAPBD selesai dilakukan. Secara normatif, mekanisme PPAPBD merupakan suatu rangkaian prosedurpengawasan yang dilakukan oleh instansi-instansi yang memiliki fungsi pengawasan anggaran, antaralain Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kementerian Dalam Negeri, dan Dewan Perwakilan RakyatDaerah (DPRD). Dalam konteks hukum administrasi negara, mekanisme PPAPBD merupakan bentukpengawasan demi terwujudnya pemerintahan yang baik sesuai dengan antara lain Asas-Asas UmumPemerintahan yang Baik (AUPB).
PENERAPAN ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM SISTEM PELAYANAN PERIZINAN SATU PINTU Dwi Haryati; Triyanto Suharsono; Mailinda Eka Yuniza
Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Vol 24, No 2 (2012)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (400.706 KB) | DOI: 10.22146/jmh.16134

Abstract

This study will discuss the implementation of General Principles of Good Governance (AUPB) in the One Stop Licensing System in the city of Yogyakarta. Some things that would be an important consideration in this study were changes to Local Government Law No. 22 of 1999 as Law No. 32 of 2004 and its consequence, the issuance of Government Regulation No. 84 of 2000 governing the organization’s guidelines in the area of technical authority in issuing permits and Ministerial Decree No. PAN 63/KEP/M.PAN/7/2003 On Implementation Guidelines for Public Service and Administrative Reform Decree No. 26/KEP/M.PAN/2/2004 About Help Technical Transparency and Accountability. Penelitian ini akan membahas penerapan Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) dalam Sistem Perijinan Satu Pintu di Kota Yogyakarta. Beberapa hal yang akan menjadi pertimbangan penting dalam penelitian ini adalah Perubahan UU Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 1999 menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 beserta konsekuensinya. Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 yang mengatur tentang pedoman organisasi perangkat daerah dalam kewenangan teknisnya mengeluarkan ijin di daerah serta Kepmen PAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Publik dan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 26/KEP/M. PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas.
PENGATURAN PAJAK DAERAH DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN KOTA YOGYAKARTA Adrianto Dwi Nugroho; Mailinda Eka Yuniza
Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Vol 24, No 1 (2012)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (406.327 KB) | DOI: 10.22146/jmh.16150

Abstract

The enactment of Act Nr. 28 of 2009 on Local Taxes and Local Levies would allegedly pose some juridical impact on local tax collection at the provincial and district/cities throughout Indonesia. The juridical impact would at least occur to local regulations governing local taxes, Regional Government Revenue and Expenditure (APBD), and the oversight of local regulation by the provincial and district/ city governments. This research is a normative-empirical research, which aims to analyse changes of local taxes law in Act Nr. 28 of 2009. This study offers an insight of the impact of this Act on local tax collection in the special province of Yogyakarta. Pemberlakuan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disinyalir akan menimbulkan beberapa dampak yuridis terhadap pemungutan pajak daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Dampak yuridis tersebut setidaknya terjadi terhadap produk hukum daerah yang mengatur tentang pajak daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan pengawasan produk hukum daerah oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Penelitian ini merupakan penelitian normatif-empiris, yang bertujuan menganalisis perubahan pengaturan tentang pajak daerah dalam UU No. 28 Tahun 2009, sehingga melalui penelitian ini terlihat dampak yuridis penegakan UU ini pada pengumpulan pajak lokal di Provinsi DIY.