Claim Missing Document
Check
Articles

Found 40 Documents
Search

Existence of Antibiotics in Stalls at Jatiroke Village, Jatinangor Sub District Elan Jaelani; Istriati Istriati; Deni Kurniadi Sunjaya
Althea Medical Journal Vol 3, No 2 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (211.764 KB)

Abstract

Background: Improper use of antibiotics can lead to lack of drug efficacy against bacteria, and cause resistance to the antibiotics itself. Antibiotics are classified into prescription drugs that should not be available over the counter because of its dangerous effect. It is important to study the presence of antibiotics in traditional stalls. Objective of this study was to investigate existence of antibiotics in stalls, and to investigate reasons of stall- owners for selling antibiotics.Methods: This study used mixed method design, and sequential explanatory approach, and conducted direct observation, spatial mapping, and interview with stall-owners selling drugs in Jatiroke village, Jatinangor sub district from September to November 2013. Total sampling was conducted in this study.Results: Fifty percent from 24 surveyed stalls sold Antibiotics Amoxicillin. The map showed stalls selling antibiotics at roadside. Amoxicillin sold package with Dexamethasone and Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs (NSAID) was soldby several stalls. Shopkeepers sold antibiotics due to lack of knowledge about thedrug, need for self-medication, demand, and availability of drugs supply.Conclusions: Antibiotics can be found in several stalls in Jatiroke village, and improper of use of this drug can lead to resistance and less efficacy for treating infections. Although the Act for prescription drugs still exists, low of monitoring and enforcement the regulation by the Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) may be one of many factors that influence the existence of antibiotics in the stalls. [AMJ.2016;3(2):239–43]DOI: 10.15850/amj.v3n2.779
Penegakan Hukum Upaya Diversi ELAN JAELANI
Kertha Patrika Vol 40 No 2 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2018.v40.i02.p02

Abstract

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disebut UUSPPA) dibentuk untuk mewujudkan sistem peradilan yang melindungi kepentingan anak dari efek negatif peradilan pidana. Bentuk perlindungan kepentingan anak adalah penyelesaian perkara anak dengan cara diversi yaitu menyelesaikan perkara dengan cara musyawarah di luar proses peradilan formal. Sesuai dengan Pasal 7 UUSPPA penegak hukum yaitu Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim yang menangani perkara anak yang diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan pelaku anak bukan pengulangan (residivis), wajib untuk melaksanakan diversi. Ketentuan ini dalam prakteknya ternyata dipahami secara berbeda oleh penegak hukum. Dalam beberapa perkara anak yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 7 ayat (2) UUSPPA dan sudah ditangani, anak diperlakukan secara berbeda yakni satu penegak hukum melakukan diversi sedangkan penegak hukum lainnya tidak melakukannya. Perbedaan perlakuan ini akan sangat merugikan kepentingan anak.
TRACER STUDY: STUDI REKAM JEJAK ALUMNI DAN RESPONS STAKEHOLDER JURUSAN TADRIS IPA-BIOLOGI IAIN SYEKH NURJATI CIREBON Evi Roviati; Deden Jalaludin; Ela Fitria; Elan Jaelani; Lina Lia Sari
Scientiae Educatia: Jurnal Pendidikan Sains Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Tadris Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (702.416 KB) | DOI: 10.24235/sc.educatia.v4i1.272

Abstract

Jurusan tadris IPA-biologi sebagai salah satu program studi yang ada di Fakultas Tarbiyah IAIN Syek Nurjati Cirebon menyelenggarakan pendidikan tinggi dalam bidang pendidikan biologi.  Untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan program studi dalam mewujudkan tujuannya, dilakukan studi penelusuran alumni (tracer study) dan respons pengguna untuk memperoleh data yang dapat dijadikan pedoman pengembangan jurusan untuk ke depannya.  Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengkaji profil lulusan Jurusan Tadris IPA-Biologi; (2) mengkaji respons alumni terhadap proses pembelajaran selama mereka menempuh pendidikan di Jurusan Tadris IPA-Biologi; (3) mengkaji relevansi keahlian yang mereka peroleh selama perkuliahan dengan pekerjaan mereka sekarang; (4) mengkaji proses dan cara alumni untuk memperoleh pekerjaan setelah mereka lulus dari Jurusan Tadris IPA-Biologi; dan (5) mengkaji respons pengguna terhadap kinerja dan keterampilan yang dimiliki alumni yang bekerja di tempat mereka.  Profil lulusan Tadris IPA-Biologi IAIN Syekh Nurjati adalah memiliki daya serap tinggi di dunia kerja, menekuni pekerjaannya, berpenghasilan di bawah Rp. 1 juta, jarang mengikuti kegiatan forum alumni dan jarang memberikan informasi lowongan pekerjaan, kesempatan PPL dan penelitian.  Sebagian besar alumni bekerja di bidang yang sesuai dengan pekerjaannya dan perlu memiliki keterampilan berbahasa asing dan teknologi informasi.  Alumni jurusan Tadris IPA-Biologi cepat bekerja, mulai mencari pekerjaan sesegera mungkin, memperoleh informasi pekerjaan sebagian besar dari teman dan keluarga dan memperoleh pekerjaan pertama melalui kompetisi dan rekomendasi.  Penilaian alumni terhadap mata kuliah, kualitas pembelajaran dan sistem penilaian sebagian besar baik, pelayanan dosen dan suasana akademik baik, kesempatan terlibat dalam proyek dosen dan menentukan kebijakan kampus cukup baik, pelayanan sarana kampus cukup baikdan pelayanan tugas akhir baik.  Kepuasan pengguna terhadap lulusan pada berbagai aspek baik, kecuali kemampuan bahasa asing.  Aspek penting dalam penerimaan pegawai menurut pengguna dalam berbagai aspek dianggap penting dan sangat penting, kecuali rekomendasi pihak ketiga. Kata kunci: tracer study, profil lulusan, alumni
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK YANG MENGGUNAKAN KONTRAK ELEKTRONIK M Zainu Rasyid Syidik; Elan Jaelani
Jurnal Hukum Positum Vol. 7 No. 2 (2022): Jurnal Hukum Positum
Publisher : Prodi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35706/positum.v7i2.7905

Abstract

Pertumbuhan ekonomi warga di Indonesia semakin hari semakin tumbuh spesialnya dalam transaksi jual beli lewat media elektronik, hingga butuh terdapatnya sesuatu proteksi hukum terhadap konsumen terpaut dengan transaksi tersebut. Penelitian ini bertujuan buat mengetahui tentang keabsahan sesuatu transaksi elektronik di Indonesia dan gimana proteksi hukumnya. Penelitian ini memakai metode yuridis normatif, yang mana menekuni ataupun menganalisa sesuatu perundnag- undangan. Ada pula hasil dari riset ini ialah yang Awal, sesuatu Keabsahan Perjanjian Jual Beli Elektronik yang terdapat di Indonesia sudah diatur di dalam Pasal 47 dan Pasal 48 Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem serta Transaksi Elektronik, serta yang Kedua, warga yang melaksanakan transaksi jual beli secara elektronik memperoleh proteksi hukum, sebagaimana yang termuat dalam Pasal 46 Undang- Undang Nomor. 11 Tahun 2008 tentang Data serta Transaksi Elektronik dan pada Pasal 62 Undang- Undang No 8 Tahun 1999 tentang Proteksi Konsumen.
Kedudukan dan Kekuatan Hukum Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) Dalam Hukum Positif Indonesia Andhika Santoso, Raihan; Elan Jaelani; Utang Rosidin
Deposisi: Jurnal Publikasi Ilmu Hukum Vol. 1 No. 4 (2023): Desember : Deposisi: Jurnal Publikasi Ilmu Hukum
Publisher : Lembaga Pengembangan Kinerja Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59581/deposisi.v1i4.1392

Abstract

The legal products of the Supreme Court are not the same as laws. If the law does not understand or regulate something, the Supreme Court can issue policy regulations based on its authority. However, such a thing is not always done. For example, in 1963 the Supreme Court issued Circular Letter Number 3, which effectively canceled a number of Articles in the BW because it was considered unfair. . Researchers use normative research methods to obtain relevant material and explanations for the formulation of the problem as well as to obtain research-based understanding and explanations raised. Normative research is a type of research conducted through a review of literature (secondary sources). The type of normative research chosen is normative juridical, because the starting point of this research is to use legal norms or existing laws and regulations to analyze the problem under study. The results show that the Position and Strength of the Supreme Court Circular Letter (SEMA) in the legal system in Indonesia is recognized outside the hierarchy of laws and regulations and has binding legal force in accordance with the words of Article 8 Paragraph (1) and (2) of Law no. 12 of 2011
Efektivitas dan Hambatan Yang Timbul dari Penegakan Konvensi Apostille di Indonesia Najma Fauziyah Rabbani; Elan Jaelani
ALADALAH: Jurnal Politik, Sosial, Hukum dan Humaniora Vol. 2 No. 2 (2024): Jurnal Politik, Sosial, Hukum dan Humaniora
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nurul Qarnain Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59246/aladalah.v2i2.805

Abstract

Research on "EFFECTIVENESS OF ENFORCING ACCESS TO THE APOSTILLE CONVENTION AND OBSTACLES THAT WILL BE FACED IN INDONESIA" is research using normative juridical methods which focuses on the study of positive legal rules which uses an approach to existing legislation and conventions and focuses on reviewing legal studies. The Apostille Convention was originally born and ratified in The Hague, Netherlands on October 5 1961 as an international agreement which aims to eliminate several requirements related to the legalization of diplomatic or foreign public documents. The Apostille Convention came into force on January 21 1965. The effectiveness of Apostille enforcement in Indonesia includes making it easier for the public to legalize a foreign public document, improving a more reliable legal system, simplifying administrative costs and also supporting economic activities. The obstacle to enforcing the Apostille is that it adds challenges and responsibilities for notaries. In the process, the issuance of the apostille certificate creates new problems for the notary and adds responsibility, because the issue of the certificate requires the notary to maintain the confidentiality of the contents of the authentic deed in accordance with the UUJN (Notary Public Law), but in the Apostille, the notary is required to upload data to Kemenkumham website which will then be verified by the authorities. This will then lead to the leak of confidential information and conflict with UUJN.
ANALISIS LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) SEBAGAI LEMBAGA INDEPENDEN Kalila Dzakiyah Ogawa; Elan Jaelani
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 2 No. 4 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v2i4.2101

Abstract

Indonesia sebagai negara hukum yang memiliki tujuan untuk memajukan kesejahteraan bagi masyarakat tidak terlepas dari perwujudan keadilan. Dimana dalam negara hukum, keadilan merupakan unsur utama dan mendasar. Indonesia dalam upaya mencapai cita mulia tersebut, menerapkan prinsip negara hukum pengurus (verzorgingstaat), dimana konsep negara hukum yang dianut oleh Indonesia adalah negara hukum kesejahteraan (welfare state). . Sejak masa reformasi, Indonesia tidak lagi menempatkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara sehingga semua lembaga negara sederajat kedudukannya dalam sistem checks and balances. G. Jellinek, menyampaikan pandangannya bahwa lembaga negara diklasifikasikan kedalam lembaga negara langsung (unmitterbar) dan lembaga negara tidak langsung (mitterbar). Kedudukan lembaga-lembaga negara independen ini tidak berada dalam ranah cabang eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Lembaga-lembaga tersebut bukan pula organisasi swasta ataupun lembaga non pemerintah (non- government mal organization). Lembaga negara ini berada di luar struktur pemerintahan eksekutif, namun keberadaannya bersifat publik, sumber pendanaannya berasal dari publik, serta bertujuan untuk kepentingan publik.
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAKSANAAN KONVENSI APPOSTILE DI INDONESIA SEBAGAI NEGARA YANG MENGAKSESI Rahma Zahrani; Elan Jaelani
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 2 No. 6 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v2i6.2356

Abstract

Penelitian ini ditujukan untuk kita dapat mengetahui sejauh mana Indonesia sebagai negara yang secara aktif beerpartisipasi dalam kerangka regulasi internasional, khususnya dalam konteeks peengesahan dokumen meelalui Konveensi Apostille.Metode yang digunakan adalah peeneelitian yuridis normatif. Penelitian normatif adalah jenis penelitian yang merupakan penerapan hukum dengan cara bereksperimen dengan menggunakan bahan pustaka atau library research. Hasil penelitian ini menunjukan Implementasi Konveensi Apostillee di Indoneesia secara umum dapat dikatakan dipandang positif karena layanan Apostille telah berhasil meenyeedeerhanakan proses legalisasi dokumen publik baik untuk dokumen publik maupun otoritas pemerintah. Meskipun demikian, terdapat bebeerapa tantangan yang dihadapi Indonesia dalam implementasi Konvensi Apostille, seperti, pengetahuan dan pemahaman tentang Konvensi Apostille masih belum merata di kalangan masyarakat dan pejabat publik di Indonesia, sistem dan prosedur penerbitan sertifikat apostille di Indonesia masih peerlu disempurnakan, dan pemerintah perlu menyiapkan sumber daya manusia yang memadai untuk melaksanakan Konvensi Apostille. Meskipun demikian, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia dalam implementasi Konvensi Apostille, seperti pengetahuan dan pemahaman tentang Konvensi Apostille masih belum merata di kalangan masyarakat dan pejabat publik di Indonesia, sistem dan prosedur penerbitan sertifikat apostille di Indonesia masih perlu disempurnakan, dan pemerintah perlu meenyiapkan sumber daya manusia yang memadai untuk melaksanakan Konvensi Apostille
TANTANGAN INDONESIA DALAM AKSESI KONVENSI APOSTILLE CONVENTION Rina Nurjanah; Elan Jaelani
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 2 No. 6 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v2i6.2360

Abstract

Penelitian ini mempertimbangkan rintangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam aksesi Konvensi Apostille dan dampaknya terhadap proses legalisasi dokumen publik. Konvensi Apostille, sebuah perjanjian internasional, bertujuan untuk menyederhanakan dan mempercepat proses legalisasi dokumen asing, memfasilitasi keperluan bisnis, pendidikan, dan keimigrasian. Namun, meskipun Indonesia telah bergabung dengan konvensi ini melalui Perpres No. 2 tahun 2021, implementasinya masih menghadapi sejumlah kendala. Kendala utama termasuk belum ditetapkannya "otoritas berwenang" yang bertanggung jawab atas proses apostille, kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya apostille, dan perluasan infrastruktur administratif untuk menerapkan apostille di seluruh negeri. Serta adanya ketidaksesuaian antara hukum nasional Indonesia dengan prinsip-prinsip Konvensi Apostille menjadi tantangan tersendiri. Penelitian ini mengusulkan bahwa perlu adanya penyesuaian hukum nasional, kampanye edukasi publik yang lebih intensif, serta peningkatan kesadaran masyarakat untuk memahami manfaat dan prosedur Konvensi Apostille. Dengan langkah-langkah ini, implementasi Konvensi Apostille dapat menjadi lebih efektif di Indonesia. Melalui upaya kolaboratif antara pemerintah, lembaga terkait, dan kesadaran masyarakat, Indonesia dapat mengatasi tantangan ini, mempercepat proses legalisasi dokumen, dan memperoleh manfaat maksimal dari akses ke Konvensi Apostille.
AKIBAT HUKUM TENTANG KEDUDUKAN GUGAT CERAI TERHADAP HAK-HAK ISTRI (KOMPARATIF BW DAN CONVENTION ON THE RECOGNITION OF DIVORCES AND LEGAL SEPARATIONS) Siti Rahmah Nurul Aulia; Elan Jaelani
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 2 No. 6 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v2i6.2361

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki implikasi hukum terkait kedudukan gugat cerai terhadap hak-hak istri, dengan melakukan perbandingan melalui Burgerlijk Wetboek (BW) dengan Convention on The Recognition of Divorces and Legal Separations. Penelitian ini menggunakan metode analisis komparatif hukum untuk mengidentifikasi perbedaan dan persamaan dalam kedudukan gugat cerai serta dampaknya terhadap hak-hak istri dalam kedua sistem hukum tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun kedua sistem hukum memiliki tujuan yang sama dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak istri dalam proses perceraian, terdapat perbedaan signifikan dalam pendekatan dan penyelesaian hukum terhadap kasus-kasus gugat cerai. BW mengadopsi pendekatan yang lebih fleksibel dan memberikan keleluasaan yang lebih besar bagi pengadilan untuk menentukan hak-hak istri berdasarkan faktor-faktor yang relevan, seperti kontribusi ekonomi selama perkawinan dan kebutuhan finansial setelah perceraian. Sementara itu, Konvensi cenderung mengatur prinsip-prinsip umum yang lebih kaku dalam mengakui dan menetapkan hak-hak istri, dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu yang diatur secara ketat. Implikasi dari perbedaan pendekatan hukum ini dapat berdampak signifikan terhadap hak-hak istri dalam situasi perceraian lintas batas. Selain itu, penelitian ini juga menyoroti pentingnya harmonisasi dan standarisasi hukum internasional dalam perlindungan hak-hak perempuan dalam konteks perceraian lintas batas. Hasil penelitian ini dapat menjadi landasan bagi pembahasan lebih lanjut tentang reformasi hukum yang diperlukan untuk memastikan perlindungan hak-hak istri secara adil dan merata di kedua sistem hukum yang bersangkutan.