Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Hari Agraria 24 September Merupakan Reformasi Hak Atas Tanah Juga Reformasi Hak Perempuan Riza Zulfikar
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 16 No 2 (2017): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVI:2:2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v16i2.47

Abstract

Sebentar lagi, tepatnya pada tanggal 24 September dikenal sebagai Hari Agraria. Pada waktu itu dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA). UUPA hadir menggantikan Agrarisch Wet dan Agrarisch Besluit 1870, yang menyatakan bahwa tanah yang tidak bisa dibuktikan sebagai eigendom (milik) seseorang, adalah tanah negara. Aturan ini sengaja diterapkan agar pemerintah Hindia Belanda dapat memiliki tanah-tanah rakyat yang pada waktu itu, hampir seluruhnya menerapkan sistem hukum adat. Sementara pemilikan tanah berdasarkan sistem adat tidak ada satupun yang menyamai hak eigendom. Kelahiran UUPA kemudian dipandang sebagai titik balik perjalanan politik agraria di Indonesia (reformasi agraria) karena kembali menempatkan hukum adat sebagai dasar hukum agraria di Indonesia. Dengan menerapkan strategi populis, UUPA menghendaki penataan kembali struktur penguasaan sumber-sumber agraria yang timpang dan terbukti pula menimbulkan berbagai masalah sosial pada masa itu. UUPA ingin melakukan perombakan total terhadap strategi kapitalisme yang dikembangkan oleh pemerintah Hindia Belanda, juga merupakan reformasi hak perempuan Indonesia. Apa gerangan yang sedang menimpa perempuan Indonesia di pedesaan, setelah reformasi perempuan di bidang agraria, mengapa kemiskinan dan keterpurukan menjadi wajah mayoritas perempuan Indonesia, mengapa di sejak reformasi agraria yang juga membawa reformasi hak perempuan, hingga kini menjadi tetap kantung-kantung kemiskinan, dimana perempuan terpaksa mencari sesuap nasi di sektor-sektor yang eksploitatif dan tak terlindungi, mengapa di bumi, air, dan kekayaaan alam yang melimpah ruah ini, perempuan terjerembab dalam kemiskinan.
KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN YANG MENERIMA HIBAH DALAM SISTEM KEKELUARGAAN PATRILINEAL dian lestari; Riza Zulfikar
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 20 No 5 (2021): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XX:5:2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v20i5.140

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adat atau kebiasaan yang dilakukan secara turun-temurun yang akhirnya menjadi suatu aturan yang disebut hukum adat. Hukum adat sangat mempengaruhi hukum waris karena sistem kekeluargaan yang dianut yang berakibat mempengaruhi sistem kewarisan di Indonesia. Sistem kekeluargaan patrilineal menempatkan laki-laki berkedudukan lebih tinggi daripada perempuan, yang mengakibatkan perempuan tidak memiliki hak waris dari orang tuanya. Hibah berkaitan erat dengan hukum waris karena hibah sangat erat kaitannya dengan masalah harta kekayaan dalam sebuah hubungan keluarga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan anak perempuan yang menerima hibah dalam sistem kekeluargaan patrilineal dan untuk mengetahui dan menganalisis upaya yang dapat dilakukan oleh ahli waris perempuan terhadap hibah yang diberikan dalam sistem patrilineal di Lombok. Hasil penelitian ini, pemberian hibah dalam hukum waris adat patrilineal di Lombok merupakan suatu permulaan dari pembagian warisan, hibah adalah salah satu cara yang dilakukan oleh orang tua untuk memberikan harta kepada anak perempuannya dalam hukum adat, pemberian hibah kepada anak perempuan merupakan suatu penyimpangan dalam pelaksanaan warisan yang dilakukan oleh orang tua, pemberian hibah tersebut dilakukan agar kedudukan anak perempuan dan anak laki-laki sama dalam hal pembagian warisan. Upaya yang dapat dilakukan oleh ahli waris perempuan terhadap hibah yang diberikan dalam sistem patrilineal di Lombok dilakukan dengan cara musyawarah, mufakat, rukun dan damai, dan tidak hanya terbatas dihadiri oleh para pihak yang bersengketa akan tetapi dapat dihadiri oleh semua anggota almarhum pemberi hibah, jika melalui proses yang dilakukan dengan kerabat keluarga tidak adanya kesepakatan dalam menyelesaikan perkara, maka nantinya dibawa ke lembaga adat untuk diselesaikan oleh para tetua adat apabila masih belum mendapatkan kesepakatan para pihak kemudian dapat mengajukan gugatan perkara melalui pengadilan.
Peran PPAT dalam Pencegahan Pemilikan Tanah Absentee Riza Zulfikar
SOSIOHUMANITAS Vol 19 No 1: Maret 2017
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (147.474 KB) | DOI: 10.36555/sosiohumanitas.v19i1.89

Abstract

Tanah merupakan sumber daya yang penting bagi masyarakat, sebagai ruang atau wadah tempat melakukan berbagai kegiatan. Sebagai pelaksanaan dari UUPA, negara mengeluarkan UU No. 56/Prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian dengan Pelaksanaan PP 224/1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah Pertanian dan Pemberian Ganti Kerugian, dalam Pasal 3 ayat (1) PP No.224 Tahun 1961 juncto Pasal 1 PP No.41 Tahun 1964 diatur adanya Larangan Pemilikan Tanah secara Absentee atau guntai yang menyatakan bahwa pemilikan tanah pertanian oleh yang bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letak tanahnya dilarang yaitu agar petani bisa aktif dan efektif dalam mengerjakan tanah sawah atau pertanian miliknya, sehingga produktivitasnya bisa lebih optimal.
ANALISIS YURIDIS MENGENAI PERAN PPAT DALAM PENDAFTARAN TANAH Riza Zulfikar
SOSIOHUMANITAS Vol 21 No 1 (2019): Maret 2019
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36555/sosiohumanitas.v21i1.994

Abstract

Tidak semua orang yang memiliki tanah mengerti akan pentingnya pendaftaran tanah miliknya, namun ada juga orang yang sudah mengerti namun tidak memiliki uang yang mencukupi untuk mendaftarkan tanahnya sesuaidengan ketentuan yang berlaku. Di sisi lain pemerintah telah berusaha mendorong dan mengatur agar tercipta kepastian hukum dalam kepemilikan tanah. Ketentuan yang dicita-citakan dengan realita kenyataan justru telahmemunculkan masalah baru, salah satunya adalah munculnya sanksi administrasi bagi PPAT dan Kepala Kantor Pertanahan itu sendiri berdasarkan Pasal 62 dan 63 PP 24/1997.
HARI AGRARIA (24 SEPTEMBER) REFORMASI HAK ATAS TANAH JUGA REFORMASI HAK PEREMPUAN Riza Zulfikar
Scientia Regendi Vol 1 No 1 (2019): Vol. I, No. 1, Agustus 2019
Publisher : Scientia Regendi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (87.888 KB)

Abstract

Tepatnya pada tanggal 24 September dikenal sebagai Hari Agraria. Pada waktu itu dengan disahkannya Undang-UndangNomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA). UUPA hadir menggantikan Agrarisch Wet dan Agrarisch Besluit 1870, yang menyatakan bahwa tanah yang tidak bisa dibuktikan sebagai eigendom (milik) seseorang, adalah tanah negara. Aturan ini sengaja diterapkan agar pemerintah Hindia Belanda dapat memiliki tanah-tanah rakyat yang pada waktu itu, hampir seluruhnya menerapkan sistem hukum adat. Sementara pemilikan tanah berdasarkan sistem adat tidak ada satupun yang menyamai hak eigendom. Kelahiran UUPA kemudian dipandang sebagai titik balik perjalanan politik agraria di Indonesia (reformasi agraria) karena kembali menempatkan hukum adat sebagai dasar hukum agraria di Indonesia. Dengan menerapkan strategi populis, UUPA menghendaki penataan kembali struktur penguasaan sumber-sumber agraria yang timpang dan terbukti pula menimbulkan berbagai masalah sosial pada masa itu. UUPA ingin melakukan perombakan total terhadap strategi kapitalisme yang dikembangkan oleh pemerintah Hindia Belanda, juga merupakan reformasi hak perempuan Indonesia. Apa gerangan yang sedang menimpa perempuan Indonesia di pedesaan, setelah reformasi perempuan di bidang agraria, mengapa kemiskinan dan keterpurukan menjadi wajah mayoritas perempuan Indonesia, mengapa di sejak reformasi agraria yang juga membawa reformasi hak perempuan, hingga kini menjadi tetap kantung-kantung kemiskinan, dimana perempuan terpaksa mencari sesuap nasi di sektor-sektor yang eksploitatif dan tak terlindungi,mengapa di bumi, air, dan kekayaaan alam yang melimpah ruah ini, perempuan terjerembab dalam kemiskinan.
Aspek Legal Kemudahan Berinvestasi dalam Pra Feasibility Study Project The Dehegila Resort di Kabupaten Pulau Morotai Aep Sulaeman; Riza Zulfikar
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 21 No 4 (2022): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XXI:4:2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v21i4.217

Abstract

Program Presiden RI untuk tidak membungkungi laut dijabarkan salah satunya dengan menyiapkan berbagai program dan strategi pembangunan nasional, baik melalui program KEK, destinasi pariwisata dan banyak lagi yang lainnya. Secara legal formal, Pemerintah bersama DPR mendorong kegiatan tersebut dengan lahirnya UU Cipta Kerja yang walaupun kemudian UU ini terkoreksi oleh putusan Mahkamah Konstitusi. Pada saat penyusunan pra FS DPP Morotai Tahun 2021 dirasakan salah satunya untuk bidang legal, belum terciptanya harmonisasi hukum dan kelembagaan yang dapat berakibat menghambat terhadap rencana pembangunan, baik jangka pendek, menengah maupun jangka Panjang.
THE ROLE OF NOTARY IN BANKING CREDIT AGREEMENTS IN CASE OF DEBTORS WANPRESTASI Riza Zulfikar
Jurnal Scientia Vol. 11 No. 02 (2022): Education, Sosial science and Planning technique, November
Publisher : Sean Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The position of a Notary, as a Public Official who draws up authentic deeds is very much needed in banking business activities, one of which is in making bank credit agreement deeds involving customers and banks, to guarantee the truth of the contents set forth in the bank credit agreement, so that the truth is not publicly no doubt. This study uses a normative juridical approach, namely legal research conducted by examining and examining secondary data in the form of positive law. While the research method used is analytical descriptive, namely systematically describing the facts and problems related to the role of a notary in a bank credit agreement in the event that a default debtor is linked to Law No. 10 of 1998 jo. Law No. 2 of 2014 concerning changes to the position of a notary. Notaries are very important in helping create legal certainty and protection for the public. This legal certainty and protection can be seen through the authentic deed he made as perfect evidence in court. Whereas the role of a notary in a deed of bank credit agreement made notarized by a notary is very beneficial for creditors if the debtor defaults on the strength of proof. In banking practice, making a credit agreement with a private deed can also provide guarantees for execution, because both notarial and private deeds are always followed by institutions with other collateral institutions whose deeds are executorial.
LAND ASSET DISPUTE SETTLEMENT SCHEME LINKED TO THE PRINCIPLE OF JUSTICE Riza Zulfikar
Fox Justi : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 14 No. 01 (2023): Fox justi : Jurnal Ilmu Hukum, July 2023
Publisher : SEAN Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

One of the existing land problems is land problems arising from the control and management of land by the Regional Government, both land that has become an asset and land that is recognized as Regional Asset Land. The purpose of this study is to understand the provisions of the law governing the authority of local governments in resolving regionalt land asset disputes. This dissertation research is normative legal research through statutory, conceptual, case and comparative approaches as well as the application of legal theory in assessing legal opportunity, justice and legal certainty, in the mechanism and process of settling disputes over land rights over assets. The results of the study show that the settlement of land asset disputes is one of the concurrent government affairs between the Central Government and Regional, Provincial, Regency/City Governments based on the principles of accountability, efficiency and externality, as well as national strategic interests. In settling disputes over land assets, the Regional Government is obliged to use and utilize and manage the land by securing and controlling the assets, both administratively and juridically according to the principles of justice and legal certainty. A comprehensive and effective mechanism is needed to prevent and resolve disputes over state/regional property land through an integrated, integrated and coordinated resolution of state/regional property land disputes between Ministries/Agencies, Regional Governments, Law Enforcement Officials, which is manifested in the form of a joint agreement that set forth in Regional Regulations, Governor/Mayor/Regent Decisions regarding Integrated and Coordinated Land Dispute Settlement Teams, so that joint agreements can encourage the recognition of these institutions for the results of asset land dispute resolution based on authority in the Dispute Settlement Scheme.
REGISTRATION OF MONITORY RIGHTS IS BASED ON THE REGULATION OF THE MINISTER OF AGRARIAN AND SPATIAL PLANNING/CHAIRMAN OF THE NATIONAL LAND AGENCY OF THE REPUBLIC OF INDONESIA NUMBER 5 OF 2020 CONCERNING ELECTRONIC INTEGRATED MONITORY RIGHTS SERVICES Riza Zulfikar; Esty Oktavianty; Hadi Purnomo
Jurnal Multidisiplin Sahombu Vol. 3 No. 02 (2023): Jurnal Multidisiplin Sahombu
Publisher : Sean Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The Electronic Mortgage Service is a service from the Ministry of ATR/BPN in facilitating services to the public by utilizing the development of information technology. Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land Agency Number 5 of 2020 concerning Electronically Integrated Mortgage Services which came into effect on April 8 2020. The formulation of the problems raised in this study are (1) What are the legal implications of electronic mortgage service regulations for PPAT and creditors? and (2) What are the legal remedies for problems that occur as a result of data input errors in electronic registration of mortgage rights. The research method used in this writing is a normative juridical research method, namely through literature study using a statutory approach related to problems, besides that the author also uses books related to problems. The conclusion that can be drawn in this study is that the mechanism for registering mortgage rights electronically against PPAT and creditors, for creditors there is a change in the creditor's task mechanism where creditors are required to apply for registration of mortgage rights directly through the electronic system and have the power to make notes to print mortgage rights. attached to the mortgage document. In addition, it has an impact on the timeliness of registration, which is seven days so that it can facilitate the granting of credit to debtors, while for PPAT, the PPAT's task is only to send APHT electronically in the system and provide guarantees for the correctness of the documents contained in the statement letter sent via the electronic system. Regarding input errors when registering HT-el at the National Land Office, not only from the network system factor, but the human factor, namely human negligence which results in being unable to upload documents or access applications, and document factors such as data input errors when making the deed carried out by the PPAT.
ANALISIS PEMALSUAN AKTA JUAL BELI SAHAM OLEH NOTARIS Riza Zulfikar; Hasan Basri
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 23 No 2 (2024): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XXIII:2:2024
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v23i2.574

Abstract

Pengesahan jual beli saham oleh notaris merupakan proses yang penting dalam transaksi saham di Indonesia. Namun, proses ini seringkali memiliki potensi terjadinya sengketa antara para pihak yang terlibat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya sengketa dalam pengesahan jual beli saham oleh notaris dan implikasinya terhadap pelaporan pidana. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan mengumpulkan data melalui studi literatur terkait dengan notaris, investor saham, dan advokat, serta analisis isi dokumen-dokumen yang terkait dengan transaksi saham. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yang dapat menyebabkan terjadinya sengketa, antara lain ketidakjelasan dalam perjanjian jual beli saham, perbedaan pemahaman antara para pihak, dan tindakan yang kurang cermat dari notaris dalam proses pengesahan. Implikasi dari terjadinya sengketa dalam pengesahan jual beli saham oleh notaris adalah munculnya potensi pelaporan pidana, seperti penipuan atau pemalsuan dokumen. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan transparansi, ketelitian, dan pemahaman antara para pihak dalam transaksi saham, serta peran notaris yang lebih aktif dalam memastikan kesesuaian dokumen-dokumen yang diajukan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan efisiensi dan keamanan dalam transaksi saham di Indonesia, serta memberikan pandangan yang lebih komprehensif terkait peran notaris dalam proses pengesahan jual beli saham yang dapat mencegah terjadinya sengketa dan pelaporan pidana.