Ika Djatnika
Balai Penelitian Tanaman Hias, Jl. Raya Ciherang, Pacet Cianjur 43253

Published : 13 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Seleksi Bakteri Antagonis untuk Mengendalikan Layu Fusarium pada Tanaman Phalaenopsis Djatnika, Ika
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 3 (2012): September 2012
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Layu Fusarium merupakan penyakit penting yang menjadi kendala dalam memproduksi tanaman anggrek. Untuk mengendalikannya,  petani masih menggunakan fungsida. Tanaman anggrek kerap ditampilkan sebagai hiasan yang dekat dengan lingkungan manusia, maka penggunaan pestisida perlu diperhatikan. Oleh karena itu sangat penting dicari cara pengendalian lainnya yang aman terhadap lingkungan, antara lain dengan  pengendalian hayati. Tujuan penelitian ialah mendapatkan isolat bakteri antagonis yang dapat mengendalikan layu Fusarium pada tanaman Phalaenopsis. Percobaan dilakukan di Laboratorium dan Rumah Kasa Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung (1100 m dpl.) serta untuk  mikrob diisolasi dari lokasi tanaman hortikultura di Jawa Barat dan DKI Jakarta, mulai Bulan Januari sampai dengan Desember 2010. Penelitian meliputi isolasi Fusarium spp. sebagai patogen pada tanaman anggrek di beberapa lokasi, isolasi bakteri antagonis, uji kemangkusan bakteri terhadap pertumbuhan Fusarium spp. di laboratorium, dan uji kemangkusan bakteri antagonis terhadap layu Fusarium di rumah kasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab layu Fusarium pada tanaman Phalaenopsis ialah Fusarium oxysporum. Dari 154 isolat bakteri yang diisolasi dari lapangan, hanya ada tiga  isolat yaitu nomor B23, B 26, dan B37 yang dapat menekan pertumbuhan F. oxysporum pada media PDA. Sampai dengan pengamatan minggu ke-10 setelah inokulasi, ketiga bakteri tersebut masing-masing menekan jumlah tanaman yang terserang layu Fusarium, yaitu sebesar 46,9; 48,9; dan 65,3%, dan masing-masing menekan intensitas penyakit layu 50,5; 43,9; dan 55,1%.ABSTRACT. Djatnika, I 2012. Selection of Antagonistic Bacteria for Controlling of Fusarium Wilt on Phalaenopsis Plants. Fusarium wilt is an important disease as constraint on production of orchid plants. The control of Fusarium wilt of orchids with fungicides often use by farmers. Orchid plants are often displayed as a decoration which is close to the human environment, so the application of pesticides have to get attention. It is therefore necessary to find another method that is safe for environments, such as using of biological control. The purpose of the study was to get isolates of  bacterial antagonists for controlling of Fusarium wilt of Phalaenopsis plants. The experiment was conducted at Laboratory and Screenhouse of Indonesian Ornamental Plant Research Institute, Segunung (1100 m asl.) and the microbes were isolated from horticultural area in West Java and DKI Jakarta since January until December 2010. The research comprised of isolation of Fusarium spp. from orchid plants in some location, isolation of bacterial antagonists, the effectiveness of the bacteria to suppress Fusarium spp. growth in laboratory, and the effectiveness of the bacteria to control Fusarium wilt on Phalaenopsis plants in the screenhouse. The results showed that the causal Fusarium wilt of Phalaenopsis plants was identified as Fusarium oxysporum. Three of 154 isolates of bacteria, i.e. isolates number of B23, B26, and B37, could suppress of F. oxysporum growth on PDA media. Observation up to 10 weeks after inoculation, the three bacteria could reduce the number of  plants attacked by Fusarium wilt , which were 46.9; 48.9; and  65.3% respectively, and each of them suppress wilt disease intensity 50.5, 43.9, and 55.1% respectively.
Pengaruh Mutagen Etil Metan Sulfonat terhadap Kapasitas Regenerasi Tunas Hibrida Phalaenopsis In Vitro Qosim, Warid Ali; Istifadah, N; Djatnika, Ika; -, Yunitasari
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 4 (2012): Desember
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perakitan kultivar yang tahan terhadap penyakit busuk lunak yang disebabkan Erwinia carotovora dapat dilakukan dengan teknik induksi mutasi. Tujuan penelitian ialah mengetahui pengaruh mutagen etil metan sulfonat (EMS) terhadap perubahan genetik di antaranya kapasitas regenerasi tanaman anggrek Phalaenopsis pada kultur in vitro dan mengetahui lethal concentration (LC) mutagen EMS pada anggrek hibrida Phalaenopsis. Percobaan ditata dalam rancangan acak lengkap dengan sembilan perlakuan konsentrasi EMS dan diulang tiga kali. Mutagen kimia yang digunakan yaitu EMS dengan konsentrasi 0 ; 0,025 ; 0,050 ; 0,075 ; 0,1; 0,125 ; 0,15 ; 0,175;  dan 0,2%. Eksplan berupa meristem aksilar anggrek hibrida Phalaenopsis ditanam pada medium dasar MS+ 2 ml/l BA + 1 ml/l NAA dan diinkubasi pada ruang kultur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa etil metan sulfonat memberi pengaruh pada pertumbuhan meristem hibrida Phalaenopsis dalam membentuk tunas. EMS dengan konsentrasi 0,025 dan 0,05% memberi pengaruh yang lebih baik terhadap jumlah tunas dan tinggi tunas. LC50 untuk karakter persentase pembentukan tunas ialah 0,112%. Terdapat dua konsentrasi EMS, yaitu 0,025 dan 0,05% yang memberi pengaruh terbaik pada pembentukan tunas hibrida Phalaenopsis. Diperoleh beberapa regeneran mutan potensial dari berbagai perlakukan < 0,15% EMS yang perlu diuji dengan isolat Erwinia carotovora. To improve cultivars resistance to soft rot disease caused by Erwinia carotovora can be done by using mutation induction. The research objective was to determine the effect of EMS mutagent Phalaenopsis hybrid to change the genetic i.e. capacity of plant regeneration in vitro culture and the lethal concentration (LC) of EMS mutagent in Phalaenopsis hybrid. The experiment was arranged in a completely randomized design with nine concentrations of EMS treatment and repeated three times. The mutagent of EMS concentrations used were 0, 0.025; 0.050; 0.075; 0.1; 0.125; 0.15; 0.175; and 0.2%. The meristem axilar as explant was be grown on basic medium MS suplemented with 2 ml/l BA + 1 ml/l NAA and incubated in culture room. The results showed that the influence on growth of EMS meristem Phalaenopsis hybrids. The EMS mutagent with concentration of 0.025 and 0.05% gave better effect to the high number of shoots and buds. LC50 of the percentage of bud formation character was 0.112%. Two EMS concentrations were 0.025 and 0.05% provided the best influence on the formation of shoot Phalaenopsis hybrid. There were many regenerants potential mutant from several EMS treatments < 0.15 % that should be  tested by isolate of E. carotovora.
Penggunaan Gliocompost untuk Mengendalikan Penyakit Layu Fusarium dan Meningkatkan Produktivitas Bunga Krisan Potong Nuryani, Wakiah; Yusuf, Evy Silvia; Rahardjo, Indiarto Budi; Djatnika, Ika
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 3 (2012): September 2012
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Layu Fusarium yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum. f. sp. tacheiphillum merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman krisan. Penyakit ini sulit dikendalikan karena patogennya bersifat tular tanah. Penelitian bertujuan mengetahui peranan  penggunaan Gliocompost dalam upaya mengurangi penggunaan pestisida sintetik dan pupuk kimia yang berlebih tetapi murah, efektif, ramah lingkungan, dan dapat meningkatkan kualitas serta hasil bunga potong krisan. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung dan Rumah Plastik  Kelompok Tani Sekar Poncokusumo,  Malang – Jawa Timur (850 m dpl.), mulai Bulan Januari sampai dengan Desember 2010. Penelitian menggunakan  rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan.  Perlakuan terdiri atas delapan paket  yaitu: (A)  pupuk kandang sapi (organik) setara 50 t/ha (cara Poncokusumo); (B) pupuk kimia sintetik sesuai  SOP  (200 kg/ha Urea, 300 kg/ha SP-36, dan 350 kg/ha ZK); (C) pupuk  kandang sapi (organik) sesuai SOP (30 t/ha) + pupuk kimia sintetik sesuai SOP (200 kg/ha Urea, 300 kg/ha SP-36, dan 350 kg/ha ZK); (D) Gliocompost (4 t/ha); (E) Gliocompost (4 t/ha) + pupuk kimia sintetik sesuai SOP (200 kg/ha Urea, 300 kg/ha SP-36, dan 350 kg/ha ZK ); (F) Gliocompost (4 t/ha) + cara Poncokusumo (100%), yaitu pupuk kimia sintetik ( 200 kg/ha Urea, 300 kg/ha SP-36, dan 350 kg/ha ZK) + fungisida (piraklostrobin 250 g/l dan azoksistrobin 200 g/l + difenokonazol 125 g/l); (G) Gliocompost (4 t/ha) + cara Poncokusumo (50%), yaitu pupuk kimia sintetik (100 kg/ha Urea, 150 kg/ha SP-36, dan 175 kg/ha ZK) + fungisida (piraklostrobin 125 g/l dan azoksistrobin 100 g/l + difenokonazol 62,5 g/l); dan (H) kontrol negatif (tanpa menggunakan pupuk dan fungisida). Hasil percobaan menunjukkan bahwa paket penggabungan antara Gliocompost (4 t/ha) + cara Poncokusumo (50%), yaitu pupuk kimia sintetik  (100 kg/ha Urea, 150 kg/ha SP-36, dan 175 kg/ha ZK) + fungisida (piraklostrobin 125 g/l dan azoksistrobin 100 g/l + difenokonazol 62,5 g/l), merupakan teknik pengendalian yang paling efektif dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia serta pestisida sintetik masing-masing 50%. Aplikasi Gliocompost dapat mengurangi penggunaan pestisida sintetik dan pupuk anorganik sebesar 50%. Selain itu perlakuan Gliocompost dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, produksi, dan lama kesegaran bunga potong pada suhu ruangan. ABSTRACT. Nuryani, W, Silvia Yusuf, E, Rahardjo, IB, and Djatnika, I 2012. The Use of Gliocompost for Control Fusarium wilt Disease and Increasing Productivity of Chrysanthemum Cut Flower. Fusarium wilt  caused by Fusarium oxysporum. f. sp. tacheiphillum is one of the important disease on chrysanthemum plant. The disease is difficult to control because the pathogen is a soil borne disease. This study was aimed to identify the role of the use of Gliocompost in an effort to reduce using of synthetic pesticides and chemical fertilizers were excessive but cheap, effective, environmentally friendly, and improve quality and yield of chrysanthemum cut flower. The experiment was conducted at the Laboratory of Indonesian Ornamental Plant Research Institute and Sekar Farmers Group Plastichouse Poncokusumo, Malang - East Java (850 m asl.), from January to December 2010. The study was used a randomized block design which three replications. The treatment consisted of eight packages, that is: (A) cow manure (organic) equivalent of 50 t/ha (Poncokusumo ways), (B) synthetic chemical fertilizers according to SOP (200 kg/ha Urea, 300 kg/ha SP-36, and 350 kg/ha ZK), (C) cow manure (organic) in accordance with SOP (30 t/ha) + synthetic chemical fertilizers according to SOP (200 kg/ha Urea, 300 kg/ha SP-36, and 350 kg/ha ZK), (D) Gliocompost (4 t/ha), (E) Gliocompost (4 t/ha) + synthetic chemical fertilizers according to SOP (200 kg/ha Urea, 300 kg/ha SP-36, and 350 kg/ha ZK), (F) Gliocompost (4 t/ha) + Poncokusumo ways (100%), a synthetic chemical fertilizer (200 kg/ha Urea, 300 kg/ha SP-36, and 350 kg/ha ZK) + fungicide (pyraclostrobin 250 g/l and azocsistrobin 200 g/l + difenokonazol 125 g/l), (G) Gliocompost (4 t/ha) + Poncokusumo ways (50%), a synthetic chemical fertilizer (100 kg/ha Urea, 150 kg/ha SP-36, and 175 kg/ha ZK) + fungicide (pyraclostrobin 125 g/l and azocsistrobin 100 g/l + difenokonazol 62.5 g/l), and (H) negative control (without fertilizer and fungicides). The results showed that combination package between Gliocompost (4 t/ha) + Poncokusumo ways (50%), synthetic chemical fertilizers (100 kg/ha Urea, 150 kg/ha SP-36, and 175 kg/ha ZK) + fungicide (pyraclostrobin 125 g/l and azocsistrobin 100 g/l + difenokonazol 62.5 g/l), was the most effective control techniques and could reduce the use of chemical fertilizers and synthetic pesticides 50% respectively. Gliocompost application could reduce the use of synthetic pesticides and inorganic fertilizers by 50%. However, application of Gliocompost also could increase plant growth, production, and long freshness of cut flowers at room temperature.
Kemangkusan Biobakterisida terhadap Penyakit Busuk Lunak (Pseudomonas viridiflava) pada Phalaenopsis Nuryani, Waqiah; Yusuf, Evi Silvia; -, Hanudin; Djatnika, Ika; Marwoto, Budi
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 4 (2012): Desember
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyakit busuk lunak yang disebabkan oleh Pseudomonas viridiflava merupakan salah satu kendala utama dalam budidaya anggrek Phalaenopsis di Indonesia. Sampai saat ini belum ditemukan teknik pengendalian penyakit tersebut yang paling efektif. Penggunaan biobakterisida sudah diterapkan di luar negeri untuk menekan penyakit busuk lunak pada Phalaenopsis. Tujuan penelitian ialah : (1) jenis bakteri antagonis yang digunakan sebagai bahan aktif biobakterisida, (2) formula biopestisida yang efektif mengendalikan  penyakit busuk lunak (PBL) pada anggrek  Phalaenopsis,  (3) mendapatkan informasi mekanisme penekanan bakteri antagonis, dan (4) memperoleh informasi kerapatan populasi bakteri antagonis yang mengkolonisasi pada daun setelah mendapat perlakuan biobakterisida. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi dan  Rumah Kaca Biokontrol, Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung pada Bulan Januari hingga Desember 2011. Isolat bakteri antagonis nomor  B7 dan B30 disuspensikan ke dalam air steril dan bahan pembawa organik yang mengandung karbohidrat  dan  protein minimal, karbohidrat, dan protein optimal.  Selanjutnya formula tersebut masing-masing diaplikasikan pada daun  Phalaenopsis (metode spraying) sehari sebelum atau setelah inokulasi patogen busuk lunak (cara pin pricking). Rancangan yang digunakan  ialah acak kelompok dengan 15 perlakuan dan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa  (1) bakteri antagonis no. B7 dan B30 yang digunakan sebagai bahan aktif biobakterisida digolongkan ke dalam genus Bacillus sp., (2) suspensi bakteri antagonis no. B7 dalam bahan organik yang mengandung karbohidrat dan protein minimal dan diaplikasikan 1 hari sebelum inokulasi dapat menekan serangan PBL dengan persentase penekanan sebesar 33,45%, (3) mekanisme penekanan  penyakit oleh biobakterisida dipengaruhi oleh derajat kolonisasi bakteri anatagonis pada daun anggrek dan efek antibiosis, dan (4) kerapatan populasi bakteri antagonis sebelum aplikasi ialah 9+7x102 cfu/g, selanjutnya meningkat menjadi 8+3 x 103 cfu/g daun selama 3 hari. Aplikasi biobakterisida berbahan aktif bakteri antagonis diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani anggrek dan  mendorong pengembangan industri biobakterisida berbasis sumber daya lokal. Soft rot caused by Pseudomonas viridiflava is one of the most important diseases on  Phalaenopsis production in Indonesia. Untill  now, the effective technique to control the disease  has not been found yet. Meanwhile biobactericide has been widely applied in other countries. The objectives of this research were (1) to determine type of antagonist bacteria used as biobactericide active material, (2)  biopesticide formula wich were effective to control soft rot disease, (3) to get information mechanism of suppressing on antagonist bacteria, and (4)  to examine the population density that colonized on Phalaenopsis orchid leaves  having treated. The study was conducted at Bacteriology Laboratory and Biocontrol Glasshouse of the Indonesian Ornamental Plant Research Institute, started from January to December 2011. Antagonist bacteria isolates no. B7 and B30 were suspended on the sterile water and the organic materials containing minimum or optimum of protein and carbohydrates, respectively. Then those biobactericides were applicated by spraying to the leaves of Phalaenopsis orchids  the day before or after the soft rot inoculation (by pin pricking method). A randomized block design with 15 treatments and three replications  was used in this study. The results showed that (1) antagonist bacteria no. B7 and B30  used as biobactericide active material were grouping in to the Bacillus sp. genus (2) antagonist bacteria isolate no. B7 that suspended in an organic material  containing minimum of carbohydrate-protein was applied 1 day before inoculation (treatment of a1f1 b7) was effective to control P. viridiflava with suppressing at 33.45%, (3) suppressing  mode rate of action of this treatment to suppress this pathogen  was  influenced by the degree of colonization and antibiosis reactions, and (4) the population density of such treatment before application was  9+7 x 102 cfu/g and increased to 8+3 x 103 cfu/g leaf during 3 days. The application of the biobactericides was quite promising  to increase orchids farmers‘ income and to push the development of  national resources  based biobactericide industry.
Potensi Beberapa Fungisida Nabati dalam Mengendalikan Karat Putih (Puccinia horiana Henn.) dan Perbaikan Mutu Krisan Yusuf, Evi Silvia; Nuryani, Waqiah; Djatnika, Ika; -, Hanudin; -, Suhardi; Winarto, Budi
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 4 (2012): Desember
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Puccinia horiana Henn. merupakan patogen penting penyebab penyakit karat putih yang menimbulkan kerugian signifikan dalam budidaya krisan, baik bunga potong atau tanaman pot. Aplikasi fungisida sintetik yang sering diandalkan oleh petani dan pengusaha tidak hanya memerlukan biaya yang lebih mahal, namun juga berdampak pada kerusakan lingkungan. Oleh karena itu pemanfaatan fungisida nabati yang lebih murah dan ramah terhadap lingkungan dapat menjadi alternatif pemecahannya. Beberapa fungisida nabati seperti Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, dan Sitron-E berbahan aktif minyak atsiri cengkih, nimba, kayu manis, serai wangi, dan asam salisilat telah diproduksi dan dikomersialisasikan oleh Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Aplikasi fungisida tersebut diduga berpengaruh positif dalam menekan penyakit karat putih. Penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi keefektifan empat produk fungisida nabati tersebut dalam  mengendalikan penyakit karat putih dan meningkatkan kualitas pertumbuhan  krisan. Penelitian dilakukan di Rumah Plastik di Poncokusumo, Malang, Jawa Timur sejak Bulan Januari hingga Desember 2010. Bahan tanaman yang digunakan ialah Dendranthema grandiflora cv. Swarna Kencana. Perlakuan yang diuji ialah 3 ml/l untuk Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, dan Sitron-E, serta 1,5 ml/l Amistartop 35 EC sebagai kontrol positif dan air sebagai kontrol negatif. Percobaan disusun menggunakan rancangan acak kelompok dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua fungisida nabati yang diuji efektif mengendalikan penyakit karat pada krisan. Perlakuan tersebut menurut uji statistik memiliki kemampuan yang sebanding dengan Amistartop. Penurunan intensitas karat putih oleh  perlakuan Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, Sitron-E, dan Amistartop berturut-turut  sebesar  49; 37,74; 32,43; 29,78; dan 48,33%.  Aplikasi  Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, dan Sitron-E tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, diameter bunga, dan vaselife bunga. Aplikasi hasil penelitian ini dapat memberi manfaat  untuk petani dan pengusaha dalam menurunkan biaya produksi serta meningkatkan pendapatan petani dan pengusaha karena harga keempat biofungisida murah dan tanpa dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan. Controlling white rust disease (Puccinia horiana Henn.) on chrysanthemum with some biofungicides P. horiana Henn. is important pathogen causing white rust disease  that may  lead to a significant lost in chrysanthemum cultivation (both for cut flower and pot plant). Synthetic fungicide commonly applied by farmers are causing not only high production costs, but also endangering the environment.  Confronting to this situation, the use of biofungicide that are considered cheaper and more environmental friendly has become  a relevant and promising alternative. Several biofungicides such as Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, and Sitron-E with active ingredient of clove oil, neem, cinnamon, citronella, and salicylic acid have been commersialized by the Indonesian Medical and Spice Crops Research Institute. In this study those  biofungicides were hypothesized to have great potential in control the white rust  disease. The main objective of this study was to obtain information regarding  the efficacy of  four  biofungicides in controlling white rust disease on  chrysanthemum. The  experiment was conducted at Plastichouse in Poncokusumo, Malang, East Java from January to December 2010 by using Dendranthema grandiflora cv. Swarna Kencana as planting materials. The treatments were consisted of 3 ml/l application of Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, and Sitron-E 1.5 ml/l application of difenokonazol + azoxistrobin (Amistartop 35 EC) as a positive control  and water as negative control. The experiment was set up  using a randomized block design with six treatments and four replications. The results showed that all tested biofungicides  were quite effective in  controlling white rust disease on chrysanthemum and had similar effectiveness in  reducing  disease intensity compared to  Amistartop. Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, Sitron-E, and Amistartop had been able to reduce the white rust disease intensity by 49; 37.74; 32.43; 29.78; and 48.33% respectively. In the meantime, those biofungicides did not show significant effect on plant height, stem diameter, flower diameter, and flower vaselife. The use of biofungicides seems potentially promising to increase farmers income because the price of biofungicides were cheap and maintain environmental sustainability.
Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif Bacillus subtilis, Pseudomonas fluorescens, dan Corynebacterium sp. Nonpatogenik untuk Mengendalikan Penyakit Karat pada Krisan Hanudin, Hanudin; Nuryani, Wakiah; Silvia, Evi; Djatnika, Ika; Marwoto, Budi
Jurnal Hortikultura Vol 20, No 3 (2010): September 2010
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Karat putih yang disebabkan oleh Puccinia horiana merupakan salah satu penyakit pada krisan yangdapat menimbulkan kehilangan hasil sampai 100% . Selama ini untuk mengendalikan patogen tersebut, petani seringmenggunakan pestisida kimiawi. Hal tersebut sangat mengkhawatirkan mengingat penggunaan fungisida sintetiksecara berlebihan dapat mencemari lingkungan yang membahayakan bagi kehidupan makhluk hidup. Oleh karenaitu, cara pengendalian alternatif yang efektif dan aman bagi lingkungan diperlukan untuk mengendalikan penyakitkarat putih pada krisan. Salah satu alternatif cara pengendalian penyakit karat yaitu dengan mengaplikasikanbiopestisida yang ramah lingkungan. Penelitian dilakukan di laboratorium, rumah kaca, dan rumah plastik KebunPercobaan Balai Penelitian Tanaman Hias (1.100 m dpl), pada bulan April 2009 sampai Februari 2010. Tiga spesiesbakteri antagonis sebagai bahan aktif biopestisida (Bacillus subtilis Cs 1a, Corynebacterium sp.1, dan Pseudomonasflurescens 3 Sm) dan bahan pembawa (campuran antara ekstrak kascing, molase, gula pasir, dan atau kentang),masing-masing diformulasi dalam 12 jenis formula biopestisida cair. Formulasi biopestisida difermentasikan selama3 minggu dalam keadaan aerobik menggunakan biofermentor. Viabilitas bahan aktif dalam bahan pembawa diujisetiap bulan, yaitu pada periode sebelum dan sesudah fermentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi bahanaktif setelah difermentasi selama 3 minggu selalu meningkat, populasi bahan aktif sebelum fermentasi sejumlah 105cfu/ml meningkat menjadi 106-7 cfu/ml. Dua bulan setelah fermentasi, populasi bahan aktif biopestisida masih tetaptinggi yaitu berkisar antara 106-11 cfu/ml. Perlakuan ekstrak kascing + gula pasir + B. subtilis + P. fluorescens +Corynebacterium pada tingkat konsentrasi 0,3% merupakan perlakuan terbaik. Disamping dapat menekan intensitasserangan P. horiana (38,49%), formulasi biopestisida tersebut juga dapat menaikkan hasil panen bunga krisan layakjual sebanyak 14,58%.ABSTRACT. Hanudin, W. Nuryani, E. Silvia, I. Djatnika, and B. Marwoto. 2010. Formulation of BiopesticideContaining Bacilllus subtilis, Pseudomonas fluorescens, and Corynebacterium sp. for Controlling WhiteRust Disease on Chrysanthemum. White rust caused by Puccinia horiana is one of the contagious diseases ofchrysanthemum that is able to cause yield losses up to 100%. Chemical synthetic fungicides have been used tocontrol the disease. Because of harmful effects of the synthetic fungicides, the other alternative measure to controlthe disease have to be developed in order to support the sustainable farming system. One of the recommended controlmeasures is the application of biopesticide which is environmentaly friendly. The experiments were conducted inthe laboratory, glasshouse, and plastichouse of Indonesia Ornamental Crops Research Institute (1,100 m asl), fromApril 2009–February 2010. Three candidates of biocontrol agents, i.e. B. subtilis Cs 1a, Corynebacterium sp.1, andP. fluorescens 3 Sm, were formulated with organic basal medium made from fermented worm manure, molasses,sugar, and or potatoes extracts. Twelve formulations were tested for their effectiveness to control the disease in thefield. The viability of the biocontrol agents in the formulations was monthly tested before and after fermentationprocess during storage. Population of the biocontrol agents, after fermentation for 3 weeks was increased from 105to 106-7 cfu/ml. Two months after fermentation the population of the biocontrol agents was still high (106-11 cfu/ml).The results showed that the formulation of vermicompost + sugar + B. subtilis + P. fluorescens + Corynebacteriumat the concentration level of 0.3%, was proven to be the best treatment. The treatment was effective to supress whiterust up to 38.49%, and could also increase the yield of marketable chrysanthemum flowers up to 14.58%.
Pengendalian Penyakit Layu Fusarium pada Subang Gladiol dengan Pengasapan dan Biopestisida Nuryani, Wakiah; Yusuf, Silfia; Djatnika, Ika; Hanudin, -; Marwoto, Budi
Jurnal Hortikultura Vol 21, No 1 (2011): Maret 2011
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Gladiol (Gladiolus hybridus L.) merupakan komoditas tanaman hias yang mempunyai prospek pengembangan yang cukup cerah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Salah satu penyakit utama yang menyerang tanaman tersebut ialah layu yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f. sp. gladioli. Di Indonesia, kehilangan  hasil akibat serangan patogen tersebut hampir mencapai 100%. Tujuan penelitian ialah mengendalikan F. oxysporum f. sp. gladioli serta mendorong pertumbuhan tunas subang gladiol melalui  pengasapan dan aplikasi biopestisida. Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung (1.100 m dpl.) dari bulan Januari sampai Desember 2009. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan  sembilan perlakuan dan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa  pengasapan dari hasil pembakaran tempurung kelapa yang ditambah dengan Prima BAPF dapat merangsang pertumbuhan tunas pada subang gladiol, tetapi tidak mampu menekan jumlah subang terinfeksi dan intensitas penyakit busuk Fusarium di gudang penyimpanan. Untuk percobaan yang dilakukan di lapangan, perlakuan gabungan antara pengasapan dari hasil pembakaran tempurung kelapa yang ditambah dengan belerang dan Prima BAPF merupakan perlakuan terbaik untuk mengendalikan penyakit layu Fusarium. Aplikasi perlakuan tersebut  menurunkan jumlah tanaman layu, menurunkan nilai AUDPC  perlakuan, dan dapat meningkatkan produksi  bunga gladiol. Hasil penelitian ini diharapkan dapat diadopsi oleh petani guna mengendalikan F. oxysporum f. sp. gladioli secara luas.Gladiolus (Gladiolus hybridus L) is one of the most economically important cut flowers in Indonesia.  The crops is commonly cultivated in the highland. Cultivations of the crops in the production centers have faced various problems especially wilt disease caused by Fusarium oxysporum  f. sp. gladioli  as the most important one. Based on the field observations, it was known that the disease can reduce plant production and its yield quality up to 100%. The experiment was aimed to determine the effect of fumigation by using smoke produced by burned up coconut shell and biopesticide  on gladioulus bud growth and fusarial wilt  incidence. The expereiment was carried out at the Laboratory, Glasshouse and the field of Indonesian Ornamental Crops Research Institute (1,100 m asl.)  since January to December 2009.  A randomized block design with nine treatments and three replications was used.  The results  indicated that fumigation by using smoke of  burned up coconut shell combined with biopesticide Prima BAPF stimulated gladiolus bud growth, but did not suppress infection of the bulb and fusarial disease intensity at the storage.  Base on the field trial, fumigation by smoke of burned up coconut shell combined with sulphur and Prima BAPF was proven to be the best treatment. Application of the treatment significantly reduced disease intensity, AUDPC value, and increased flower production. This research result is expected to be adopted by farmers in order to widely control the F. oxysporum f. sp. gladioli.
Perbandingan Teknik Inokulasi Puccinia horiana dan Seleksi Bakteri Antagonis untuk Mengendalikan Penyakit Karat Putih pada Krisan Hanudin, -; Nuryani, Waqiah; Yusuf, Evi Silvia; Djatnika, Ika; Soedarjo, Muchdar
Jurnal Hortikultura Vol 21, No 2 (2011): JUNI 2011
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyakit karat pada krisan (Dendranthema grandiflora) yang disebabkan oleh Puccinia horiana, merupakan kendala utama dalam budidaya krisan.  Kehilangan hasil krisan oleh patogen tersebut dapat mencapai 100%. Penelitian ini bertujuan (1) mendapatkan teknik inokulasi P. horiana yang efektif menimbulkan gejala penyakit dan (2) mendapatkan bakteri antagonis yang secara efektif dapat mengendalikan penyakit karat putih pada tanaman krisan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Balai Penelitian Tanaman Hias (1.100 m dpl.) sejak Juni sampai  dengan Desember 2009. Penelitian terdiri dari dua kegiatan. Rancangan yang digunakan pada masing-masing kegiatan ialah acak kelompok dengan 11 perlakuan yaitu pustul karat direndam dalam air, pustul karat pecah direndam dalam air, pustul karat direndam dalam air disimpan 10oC 12 jam, pustul karat pecah direndam dalam air10oC 12 jam, pustul ditempel di atas daun, pustul pecah ditempel di atas daun, pustul ditempel di bawah daun, pustul pecah ditempel dibawah daun, tanaman plus pustul disimpan di samping tanaman uji disungkup, tanaman pustul pecah disimpan di samping tanaman uji disungkup, dan kontrol dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode inokulasi P. horiana  isolat yang paling efektif menimbulkan gejala penyakit karat putih pada krisan ialah perlakuan peletakan tanaman yang terinfeksi P. horiana  dengan pustul yang belum maupun telah pecah di samping tanaman sehat.  Dari hasil uji antagonistik diketahui bahwa isolat bakteri antagonis Corynebacterium-2, merupakan isolat yang paling efektif mengendalikan P. horiana. Kemangkusan bakteri antagonis tersebut dalam menekan P. horiana sebanding dengan fungisida sintetik berbahan aktif azoksistrobin 0,1%. Isolat Corynebacterium-2 berpotensi untuk digunakan lebih lanjut sebagai bahan aktif biopestisida yang efektif untuk mengendalikan penyakit karat putih pada krisan. Pegembangan biopestisida tersebut diharapkan dapat menekan penggunaan pestisida sintetik.White rust disease caused by P. horiana is one of the serious problems on chrysanthemum cultivation. The pathogen causes yield losses  up to 100%. The research was aimed (1) to determine the effective inoculation technique and (2) to select antagonistic bacteria  for effectively controlling the pathogen. The research was carried out  in the Laboratory and  Glasshouse of Indonesian Ornamental Crops Research Institute (IOCRI), from June to December 2009.  The research consisted of two experiments. Each experiments was arranged in a randomized completely block design with 11 treatments i.e. rust pustuls dipped in water, mature rust pustuls dipped in water, rust pustuls dipped in water and stored at 10oC during 12 hours, mature rust pustuls dipped in water and stored at 10oC during 12 hours, pustuls adhered on the leaf, mature pustuls adhered on the leaf, pustuls adhered beneath the leaf, mature rust pustuls adhered beneath the leaf, the plant + pustuls stored beside tested plants covered by transparent plastic, mature pustuls plants stored beside tested plants covered by transparent plastic, and control with three replications. The results indicated that the most effective inoculation technique for the pathogen was locating and infected plant with immature or mature pustuls  surounding  a healthy plant. The effective antagonistic bacteria against the pathogen was Corynebacterium-2. The effectiveness of  the antagonistic bacteria in suppressing P. horiana  was equivalent to synthetic fungicide  azoksistrobin 0.1%. The Corynebacterium-2 isolate will be potentially used as an active ingredient of biopesticide for controlling white rust disease on chrysanthemum. The development of the biopesticide is expected to decrease to utilization of synthetic pesticides.
Pengendalian Layu Fusarium Menggunakan Mikrobe Antagonis dan Tanaman Resisten pada Lili Nuryani, Wakiah; Yusuf, Evi Silfia; Hanudin, -; Djatnika, Ika; Marwoto, Budi
Jurnal Hortikultura Vol 21, No 4 (2011): DESEMBER 2011
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Lili merupakan tanaman hias penting dan bernilai ekonomi tinggi. Budidaya lili di Indonesia menghadapi kendala utama yaitu penyakit layu Fusarium. Aplikasi bahan kimia sintetik untuk mengendalikan penyakit ini berdampak negatif terhadap kerusakan lingkungan. Aplikasi organisme antagonis dan kultivar resisten merupakan alternatif pengendalian penyakit ramah lingkungan, berdampak positif terhadap kelestariannya, dan meningkatkan produktivitas lili. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi mikrobe antagonis, mikrobe nonpatogenik, dan klon lili yang dapat menekan penyakit  layu Fusarium. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokontrol dan Rumah Sere, Balai Penelitian Tanaman Hias pada bulan Januari sampai dengan Desember 2007. Tata letak percobaan disusun berdasarkan rancangan acak kelompok pola faktorial denga tiga ulangan. Faktor pertama ialah klon lili yang terdiri dari klon No.1, No 2, No.3 (tahan), dan No.4 (rentan). Faktor kedua ialah perlakuan mikrobe antagonis (1) Gliocladium sp. 107 spora/ml, (2). Trichoderma sp. 107 sel/ml, (3) Fusarium a virulen 107 spora/ml dan, (4) kontrol (tanpa mikrobe antagonis). Hasil percobaan menunjukkan bahwa penggunaan mikrobe antagonis Gliocladium sp. dan klon resisten paling efektif mengendalikan penyakit busuk umbi Fusarium pada lili. Hal ini dibuktikan dari persentase tanaman layu pada perlakuan aplikasi mikrobe dan penggunaan tanaman resistant dibandingkan dengan tanpa perlakuan. Penanaman tanaman resisten diikuti dengan aplikasi Gliocladium paling efektif menekan layu Fusarium dibanding perlakuan lainnya.Lilium is one of  the most important and the heigest economic value of cut flower in Indonesia. Cultivation of Lilium faces major constrain, that is wilt disease caused by Fusarium. Application of synthetic chemicals to control the diseases is not recommended, because its impact is dangerous for environment and human life. Therefore other control measures that are move environmentally friendly and more effective/efficient have to applied. The use of antagonistic microbes and resistance varieties are the most promising control measures to be recommended in the field. The study was aimed to find out of antagonist and nonpathogenic microbes and plant resistant that were effective to control Fusarium bulb rot on lili.  The experiment was conducted at Laboratory and Glasshouse of Indonesian Ornamental Crops Research Institute (1,100 m asl.) on January to December 2007. Factorial experiment was arranged in a randomized block design with three replications. The first factor was Lilium clones i.e. No.1, No. 2, No. 3 (resistant), and No. 4 (susceptible clone as control). The second factor was antagonism microbes i.e. (1) Gliocladium sp. 107 spora/ml, (2). 107 Trichoderma sp. cel/ml, (3) Fusarium nonpathogenic 107 spora/ml, and (4) control (tap water without antagonist microbe). The results indicated that the use of Gliocladium sp. and resistant clone of Lilium i.e. clone No.3 was effective to control Fusarium bulb rot of Lilium. This proven from lower percentage of disease occurance on the treatment of antagonistics microbes and resistance varieties compared both to those of without treatment (control). The use of resistance plant followed by application of Gliocladium was known to be most effective to control fusarial wilt disease compared to the other treatment combinations.   
Pengendalian Hayati Layu Fusarium Pada Tanaman Pisang dengan Pseudomonas fluorescens dan Gliocladium sp. Djatnika, Ika; Hermanto, Catur; -, Eliza
Jurnal Hortikultura Vol 13, No 3 (2003): SEPTEMBER 2003
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh F. oxysporum f.sp. cubense merupakan kendala yang amat besar dalam memproduksi pisang, bukan hanya di Indonesia tetapi hampir di seluruh pusat pertanaman pisang di dunia. Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh P. fluorescens dan Gliocladium sp. terhadap perkembangan intensitas penyakit layu fusarium pada tanaman pisang, dan menentukan cara aplikasi agens hayati tersebut yang efektif. Percobaan dilakukan di lahan petani di Desa Selayo Kabupaten Solok yang dilaporkan sebagai lahan endemik layu fusarium, mulai April 2000 sampai dengan Maret 2001. Percobaan dilaksanakan menggunakan rancangan acak kelompok dengan tujuh perlakuan dan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan P. fluorescens atau Gliocladium sp. yang  diaplikasikan dengan cara penyiraman pada tanah di sekitar bibit tanaman pisang dapat menekan perkembangan penyakit layu di lapang. Tampaknya penyiraman tanaman dengan mikrobe antagonis tersebut tidak cukup satu kali, melainkan perlu beberapa kali  supaya hasilnya lebih baik. Kata kunci: Pisang; Fusarium oxysporum; Pseudomonas fluorescens; Gliocladium sp.; Pengendalian hayati. ABSTRACT. Fusarium wilt caused by F. oxysporum f.sp. cubense is a main constrain in bananas plantation throughout the world, including in Indonesia. The objectives of this research were to study the effect of P. fluorescens and Gliocladium sp. in the development of wilt disease intensity on banana plants, and to know the application methods of the biological agents to control the disease. The experiment was conducted in the farmer’s area where the disease was reported in endemics level in Selayo district Solok country from April 2000 until March 2001. Randomized block design with seven treatments and three replications were used. The result showed that application by pour   P. fluorescens or Gliocladium sp. suspension to soil around banana seedling rhizosfeer reduced the diseased plants in the field. It seems that the antagonistic microbes should be applicated several times to reduce the diseased plants perfectly.