Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN PENANGKAP IKAN KURISI SELAMA PANDEMI COVID-19 DI KAMPUNG PARA I KECAMATAN TATOARENG KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE Costantein Imanuel Sarapil; Fitria Fresty Lungari; Eunike Irene Kumaseh; Ishak Bawias; Ganjar Ndaru Ikhtiagung; Erlin Puspaputri; Stefanus Kawowode
ETNOREFLIKA: Jurnal Sosial dan Budaya Vol 10 No 3 (2021): Volume 10 Nomor 3, Oktober 2021
Publisher : Laboratorium Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/etnoreflika.v10i3.1187

Abstract

This study aims to analyze at the income level of fishermen in Para I Village during the Covid-19 pandemic, and look at the marketing flow and marketing margins of Threadfin bream in Para I village. This research can be input to the Government in improving the welfare of fishermen amid Covid-19 pandemic. This research was conducted in Para I Village, Tatoareng District, Sangihe Islands Regency in March – May 2021. The methods used in this study were qualitative and quantitative ones. Data collection was carried out through direct observation and interviews with local fishermen, while maintaining health protocols. The income of threadfin bream fisherman per week in Para I Village ranges from IDR 500,000 - IDR 3,000,000 depending on weather condition. The marketing of threadfin bream and other demersal fish belongs to an efficient one. During the pandemic, fishermen's income decreased slightly because they could not bring their catch to be sold to Tahuna city or Dagho Fishing Port. However, there are also traders who come directly to buy fish on Para Island. Income decreased to IDR 500,000 per week during the pandemic. However, this condition only lasted for 2-3 months, but then their income returned to the normal. The strategy taken by fishermen to deal with the income decline during the pandemic is to process their catch into salted fish that can be sold or stored as food reserves for their households. The government can help organize Financial Management Training and education about business opportunities in the fisheries sector.
Analisis Kesiapan Komponen Teknologi (Humanware) di Galangan Kapal Menengah (Studi Kasus PT Adiluhung Sarana Segara Indonesia) Fitria Fresty Lungari
Jurnal Ilmiah Tindalung Vol 3 No 1 (2017): Jurnal Ilmiah Tindalung
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (145.375 KB) | DOI: 10.5281/jit.v3i1.97

Abstract

Galangan kapal untuk dapat bersaing dan memenuhi kebutuhan akan kapal di Indonesia harus melakukan perbaikan teknologi. Teknologi merupakan penentu daya saing suatu galangan kapal, yang terdiri dari komponen permesinan, metode, dan komponen humanware. Pada penelitian ini pengukuran komponen humanware dilakukan di galangan kapal PT ASSI, dengan menggunakan metode teknometrik. Hasil pengukuran tingkat kecanggihannya yaitu 0,596, dengan nilai gap contact humanware 0,521 sedangkan untuk support humanware yaitu 0,286. PT. ASSI sebagai galangan pembangun kapal milik pemerintah seperti kapal perintis tipe 750 DWT tergolong memiliki kesiapan yang cukup, namun membutuhkan perbaikanyang besar pada bagian contact humanware.
KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA PERAHU KATIR “PUMPBOAT” DI ENEMAWIRA DAN PETA-KEPULAUAN SANGIHE Fitria Fresty Lungari; Rizky A. Dalekes
Jurnal Ilmiah Tindalung Vol 4 No 1 (2018): Jurnal Ilmiah Tindalung
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (598.298 KB)

Abstract

Rasio ukuran utama merupakan gambaran karakteristik suatu kapal atau perahu. Performance aspek-aspek penting seperti stabilitas, kemampuan muat, tahanan, olah gerak dan aspek teknis lainnya dapat dilihat pada nilai rasio ukuran utama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan rasio ukuran utama perahu katir “pumpboat” di Enemawira dan Peta, yang banyak digunakan oleh nelayan lokal. Metode yang digunakan adalah deskripsi komparatif dan regresi liniery=a+bx untuk menentukan hubungan ukuran utama dengan sistem katir dan mesin (PK). Rasio hubungan ukuran utama L/B=6.99-11.11, rasio L/D=11.50-19.33 dan rasio B/D=1.36-2.02 yang termasuk kelompok perahu static gear dan towed gear. Hubungan Loa dengan panjang bahateng (Lob) yaitu dengan persamaan matematis Lob=0.615+0.639(L) dengan r=0.911; hubungan loa dengan pengapung yaitu Lof=0.278+0.730(L) dengan r=0.967; hubungan loa dengan tiang yaitu,Hpo=0.202+0.292(L) dengan r=0.953; hubungan loa dengan mesin yaitu, PK Mesin=- 11.182+3.534(L) dengan r=0.713.
OPERASIONAL PUKAT CINCIN KM. MALBERS 02 DI PERAIRAN TELUK TOMINI PROVINSI GORONTALO Junneifer Aldo Maneking; Joneidi Tamarol; Fitria Fresty Lungari
Jurnal Ilmiah Tindalung Vol 6 No 2 (2020): Jurnal Ilmiah Tindalung
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54484/jit.v6i2.295

Abstract

Peningkatan efisiensi dan efektifitas operasi perangkapan ikan dengan pukat cincin diperlukan beberapa sarana dimana salah satunya yaitu dengan menggunakan alat bantu penangkapan ikan jenis rumpon. Selain rumpon dalam pengoperasiannya pukat cincin dilengkapi pula dengan perahu lampu. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode deskriptif dengan dasar studi kasus dilapangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil tangkapan pukat cincin didominasi oleh ikan Layang (Decapterus sp), sebagian lagi ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan ikan Sunglir (Elegatis bipinnulatus). Dari hasil analisis data menunjukan bahwa alat tangkap pukat cincin KM.Malbers 02 dalam pengoperasiannya dibantu oleh alat bantu penangkapan ikan yakni rumpon dan perahu lampu serta alat tambahan penangkapan ikan yakni winch untuk penarikan tali cincin, power block untuk penarikan daging jaring dan caduk (sibu-sibu) untuk pengangkatan ikan hasil tangkapan. Waktu setting hingga hauling diantara 5-7 menit. Increasing the efficiency and effectiveness of the fishing operation using purse seine requires several means, one of which is the use of FAD fishing tools. In addition to FADs, in the operation of the purse seine, it is also equipped with a lamp boat. This research was conducted with a descriptive method based on field case studies. The results showed that the catch of purse seines was dominated by Layang fish (Decapterus sp), some Skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) and, Sunglir fish (Elegatis bipinnulatus). From the results of the data analysis, it shows that KM.Malbers 02's purse seine fishing gear is assisted in its operation by fishing aids, namely FADs and light boats as well as additional fishing tools, namely winches for pulling ring ropes, power blocks for pulling net meat, and cisterns (sibu- sibu) for the lifting of the caught fish. Time from setting to hauling is between 5-7 minutes.
KAJIAN ASPEK KESELAMATAN KERJA PADA KAPAL PAJEKO DI PANGKALAN X DAN Y KEPULAUAN SANGIHE Fitria Fresty Lungari; Mukhlis Abdul Kaim
Jurnal Ilmiah Tindalung Vol 6 No 1 (2020): Jurnal Ilmiah Tindalung
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54484/jit.v6i1.377

Abstract

Pekerjaan nelayan di kapal penangkap ikan merupakan pekerjaan berisiko tinggi dalam hal kecelakaan akibat kerja ataupun penyakit akibat kerja. Dalam upaya melindungi dan menjamin keselamatan, keamanan dan kenyamanan kerja awak kapal perikanan, maka faktor keselamatan operasional kapal perikanan di laut sangatlah penting, terutama kondisi dan ketersediaan alat keselematan kapal dan kelaikannya, sehingga bila terjadi kecelakaan alat keselamatan kerja di kapal siap digunakan. Dalam penelitian ini, implementasi peraturan pengawakan dan keselamatan kerja di kapal pukat cincin (purse seine) atau pajeko dianalisa dengan pendekatan check list terhadap peraturan yang berlaku sedangkan untuk tingkat pemahaman awak kapal tentang pengawakan dan keselamatan kerja akan dihitung dengan menggunakan pengkategorian sederhana pada tingkat kesadaran nelayan terhadap pentingnya aspek keselamatan kerja dilakukan dengan pendekatan pengkategorian menggunakan standar deviasi dari jumlah isian dengan bantuan software microsoft excel. Untuk mengetahui kategori rendah, sedang dan tingginya pemahaman nelayan, fungsi IF pada microsoft excel digunakan. Hasil menunjukan bahwa hanya 1 orang nahkoda yang memiliki ANKAPIN II (Ahli Nautika Penangkap Ikan) sedangkan yang lain hanya memiliki sertifikat SKK dan surat keterangan dari pemerintah setempat. Tingkat pemahaman nelayan juga bervariasi yakni (11, 13 dan 6) nelayan di pangkalan X dan (6, 13 dan 11) nelayan di pangkalan Y dengan tingkat pemahaman tinggi, sedang dan rendah berturut-turut. Jadi, secara keseluruhan penerapan regulasi belum dilakukan secara maksimal dan pemahaman nelayan tentang pentingnya aspek keselamatan masih kurang. Penelitian ini mewakili laporan yang belum banyak dikaji tentang impelementasi dan pemahaman aspek keselamatan kerja pada pajeko-pajeko maupun awaknya, khususnya di pangkalan-pangkalan di Kabupan Sangihe, informasi amat krusial untuk evaluasi bagi semua stakeholder. Fishing boat deckhand is a high-risk job in terms of occupational accidents or diseases. In an effort to protect and ensure safetiness, security and work comfort of fishing boat crews, our study focuses on operational safety factors on fishing vessels. In particular, key factors relate to the availability and wellmentained condition of the safety instruments that in case of an accident, they would be operational. This study aimed to analyse the implementation of manning and work safety regulation aspects and ship’s crews level of understanding of these aspects by using a check list approach and simple categorization against the existing regulations respectively. A categorization approach was carried out using a standard deviation of the number of entries with the help of Microsoft Excel to measure the implementation aspects and IF function in Microsoft Excel was used to measure the level of understanding of fishermen on those aspects. The results showed only 1 captain had ANKAPIN II (Fishing Ship Nautical Expert), whereas others earned only SKK certificate and/or local government’s certificate. Fishermen’ understanding of the safety aspects varied between (11, 13 & 6) fisheremen in station X and (6, 13 & 11) fishemen in station Y with high, medium and low level of understanding of the occupational safety aspects respectively. Overall, occupational safety aspects were not fully implemented and pursier’s crews level of understanding on these crucial aspects was lacking. This study represents few reports on implementation of occupational safety aspects in purseiners in Sangihe Islands, giving crucial insight for evaluation to all stakeholders.
STIMULUS SERTA TRANSFER TEKNOLOGI PANCING ULUR “PAPALI” UNTUK PENANGKAPAN IKAN KURISI (Etelis carbunculus) DI KAMPUNG KALURAE KECAMATAN TABUKAN UTARA Joneidi Tamarol; Fitria Fresty Lungari
Jurnal Ilmiah Tatengkorang Vol 3 (2019): Jurnal Ilmiah Tatengkorang
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengabdian Kemitraan Masyarakat Stimulus (PKMS) pancing ulur (hand line) jenis papali di Kampung Kalurae dilakukan untuk menjawab beberapa permasalahan yang dihadapi kelompok nelayan mitra. PKMS ini dilakukan dengan mengadakan penyuluhan tentang memahami teknologi penangkapan ikan yang bertanggungjawab dan berkelanjutan, serta memberikan stimulus berupa bahan untuk 6 unit alat tangkap pancing ulur (hand line) papali kepada Kelompok Nelayan “Sahamia” selaku mitra pengabdian. Penangkapan ikan dengan alat tangkap pancing ulur (hand line) jenis papali dengan target penangkapan ikan Kurisi (Etelis carbunculus) atau sahamia memberikan dampak yang positif bagi nelayan Kampung Kalurae karena harga jual ikan ini di pasar lokal. Permasalahan utama yang dihadapi yakni biaya perawatan pancing ulur papali yang cukup tinggi. Pengabdian Kemitraan Masyarakat Stimulus (PKMS) pancing ulur (hand line) jenis papali ini dilakukan untuk menjawab beberapa permasalahan yang dihadapi nelayan Kampung Kalurae tersebut sebagai mitra pengabdian. PKMS ini dilakukan dengan mengadakan penyuluhan; pelatihan singkat pembuatan alat tangkap pancing ulur serta penyerahan bahan pembuatan pancing ulur untuk 6 orang anggota kelompoknelayanmitra. Hasil pengabdian ini berupa transfer teknologi serta informasi baru tentang teknik dan modifikasi alat penangkapan ikan oleh tim pengabdi kepada nelayan mitra. Stimulus Community Partnership Service (SCPS)Fishing technology with hand line fishing gear type papali at Kalurae village is conducted to answer some of the problems faced by partner fishing groups. SCPS is carried out by holding counseling about understanding responsible and sustainable fishing technology, and provide stimulus as material for 6 units of hand line fishing gear to “Sahamia” Fishermen Group as a service partner. Fishing technology with papali hand line fishing gear with the target of catching Kurisi (Etlis carbunculus) or sahamia give positive impact on the fishermen of Kalurae Village because of the selling price of these fish in the local market. The main problem faced is the relatively high maintenance costs of papali hand lines. Stimulus Community Partnership Service (SCPS) for papali hand lines is done to answer some of the problems faced by the Kalurae Village fishermen, as service partners. This SCPS is done by holding counseling, short training on the manufacturing of fishing gear and the delivery of materials for making a fishing rod for 6 members of the partner fishing group. The results of this dedication in the form of technology transfer and new information about the techniques and modification of fishing gear by the service team to the fishermen partners.
DAERAH PENANGKAPAN PANCING ULUR DASAR (BOTTOM HAND LINE) DI SEKITAR PESISIR TELUK TAHUNA Fitria Fresty Lungari; Joneidi Tamarol
Jurnal Ilmiah Tindalung Vol 8 No 1 (2022): Jurnal Ilmiah Tindalung
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54484/jit.v8i1.511

Abstract

Keberadaan daerah penangkapan ikan bagi usaha penangkapan ikan, lebih khususnya cakupan nelayan kecil sangat mempengaruhi kondisi perekonomian. Semakin dekat daerah penangkapan ikan, akan semakin mudah untuk dijangkau dan dapat meminimalisir biaya produksi. Tingginya aktivitas manusia di suatu peraiaran merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan perubahan suatu kondisi perairan. Di Teluk Tahuna dan sekitarnya, nelayan mengalami kesulitan dalam menangkap ikan demersal di sekitar Teluk Tahuna. Penelitian ini bertujuan untuk melaihat keberadaan daerah penangkapan ikan demersal dengan pendekatan metode deskriptif. Pengambilan data yaitu mencakup kedalaman, arus dan posisi dengan menggunakan GPS. Hasil yang diperoleh yaitu daerah penangkapan ikan demersal mulai bergeser ke arah Maselihe (lebih jauh dari sebelumnya), hal ini terlihat dari jumlah hasil tangkapan yang lebih sedikit di Teluk Tahuna dibandingkan di sekitar Maselihe. Jumlah daerah penangkapan ikan terdiri dari 8 pos, dengan kecepatan arus berkisar antara 8 det/ 5 m di perairan sekitar Maselihe sampai dengan 3. 37 menit /5 m di perairan sekitar Lesa dan Batulewer (Teluk Tahuna). Kedalam daerah pengoperasian alat tangkap yaitu 22.6 m sampai dengan 44.8 m. The existence of fishing grounds for fishing businesses, especially the scope of small fishermen, greatly affects economic conditions. The closer the fishing area is, the easier it will be to reach and minimize production costs. The high level of human activity in a waters is one of the important factors that cause changes in water conditions. In Tahuna Bay and its surroundings, fishermen have difficulty catching demersal fish around Tahuna Bay. This study aims to examine the existence of demersal fishing areas with a descriptive method approach. Data retrieval includes depth, current and position using GPS. The results obtained are that the demersal fishing area begins to shift towards Maselihe (further than before), this can be seen from the lower number of catches in Tahuna Bay than around Maselihe. The number of fishing areas consists of 8 posts, with current speeds ranging from 8 second/5 m in the waters around Maselihe, and to 3.37 minutes /5 m in the waters around Lesa and Batulewer (Teluk Tahuna). The depth of the fishing gear operating area is 22.6 m to 44.8 m.
UJI MATERIAL PLYWOOD PERAHU PENANGKAP TUNA TIPE PUMPBOAT DI SANGIHE TERHADAP SERANGAN BIOFOULLING Fitria Fresty Lungari; Walter Balansa; Yana Sambeka
Jurnal Ilmiah Tindalung Vol 8 No 1 (2022): Jurnal Ilmiah Tindalung
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54484/jit.v8i1.513

Abstract

Dampak yang ditimbulkan oleh organisme penempel (biofouling) masih menjadi tantangan bagi nelayan pemilik perahu atau kapal. Pumpboat merupakan alat transportasi antar pulau dan sarana yang digunakan masyarakat pesisir kepulauan Sangihe untuk menangkap ikan. Biaya operasional yang tinggi seharunya tidak lagi ditambah dengan biaya pemeliharaan yang tinggi, sehingga nelayan dapat meminimalisir kerugian dimasa mendatang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya tahan material plywood marine use yang biasanya digunakan nelayan Sangihe terhadap pertumbuhuan biofouling. Perendaman material yang sudah dicat dan dikeringkan dilakukan selama satu bulan. Perhitungan IS (intensitas serangan) dilakukan dengan mengumpulkan data luas permukaan material sebelum diserang dan setelah diserang setiap minggu. Hasil yang diperoleh yaitu minggu pertama 19.8 %, minggu ke-2 48.8 %, minggu ke-3 63.6% dan minggu ke-4 87.4%. Tingginya laju pertumbuhan ini mengharuskan pengaplikasian metode khusus, sehingga performa konstruksi dan mesin kapal tetap maksimal saat melaut. The impact caused by adhering organisms (biofouling) is still a challenge for fishermen who own boats or ships. Pumpboat is an inter-island transportation tool and a means used by the coastal communities of the Sangihe Islands to catch fish. High operational costs should no longer be coupled with high maintenance costs, so that fishermen can minimize losses in the future. This study aims to determine the durability of marine use plywood material, which is usually used by Sangihe fishermen against biofouling growth. Immersion of the material that has been painted and dried is carried out for one month. The calculation of IS (intensity of attack) is done by collecting data on the surface area of ​​the material before being attacked and after being attacked every week. The results obtained are 19.8% in the first week, 48.8% in the 2nd week, 63.6% in the 3rd week and 87.4% in the 4th week. This high growth rate necessitates the application of special methods, so that the ship's construction and engine performance remains optimal while at sea.
Analisis Kriteria Komponen Teknologi Humanware Nelayan Perahu Katir Dengan Tipe Pumpboat di Tabukan Utara Kepulauan Sangihe (Analysis of the humanware technology components criterion of outrigger boat fisherman with pumpboat type in the Northern Tabukan of Sangihe District) Fitria Fresty Lungari; Ishak Bawias
JURNAL ILMU DAN TEKNOLOGI PERIKANAN TANGKAP Vol. 5 No. 1 (2020): Juni
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jitpt.5.1.2020.26349

Abstract

Penggunaan teknologi dalam industri perikanan tangkap menjadi bagian yang penting dalam usaha peningkatan daya saing nelayan di kepulauan Sangihe. Perahu Katir dengan tipe pumpboat merupakan bagian dari teknologi yang paling banyak digunakan oleh nelayan lokal sebagai armada penangkapan ikan di Sangihe. Sehingga nelayan pengguna perahu katir menjadi bagian yang tak terpisahkan untuk dievaluasi tingkat kapasitasnya. Pada penelitian ini, tingkat kecangihan humanware dihitung dengan menggunakan metode teknometrik yang dikembangkan oleh UN-ESCAP. Penilaian derajat kecanggihan disesuaikan dengan penilaian kondisi pekerjaan nelayan yang memiliki perahu katir tipe pumpboat yang mencakup qualification, creativity, innovation and achievement, cooperation, ability to face the risk and discipline, sedangkan untuk pembobotan tiap kriteria dan sub kriteria menggunakan metode pairwise comparison. Hasil analisis yang diperoleh yaitu kontribusi kesiapan teknologi nelayan pengguna perahu katir di Tabukan Utara yaitu Embuhanga 0.203, Petta 0.228 dan Enemawira 0.220.  Nilai ini menunjukan bahwa kondisi nelayan di Tabukan Utara masih jauh dari angka kecanggihan yaitu 1 (satu), sehingga membutuhkan pengembangan yang besar dalam enam hal kriteria pengukuran yang diukur.The use of technology in the capture fisheries industry is an important part in efforts to increase the competitiveness of fishermen in the Sangihe islands. Outrigger boat with pumpboat type is the most widely used technology by local fishermen as a fishing fleet in Sangihe. So that the outrigger boat fishermen become an inseparable part to evaluate their capacity level. In this study, the level of humanware sophistication was calculated using the technometric method developed by UN-ESCAP. The degree of sophistication is adjusted to the assessment of the working conditions of fishermen who have an outrigger boat type pumpboat which includes Qualification, Creativity, Innovation and achievement, Cooperation, Ability to face the risk and Discipline, while for weighting each criterion and sub-criteria using pairwise comparison method. The results of the analysis obtained are the contribution of technological readiness of fishermen using the outrigger boat in North Tabukan is Embuhanga 0.203, Petta 0.228 and Enemawira 0.220. This value shows that the condition of fishermen in North Tabukan is still far from the sophistication rate of 1 (one), so that it requires a large development in the six terms measured measurement criteria.