Claim Missing Document
Check
Articles

Found 28 Documents
Search

PEMBUATAN DAN KUALITAS KARTON DARI CAMPURAN PULP TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DAN SLUDGE INDUSTRI KERTAS Han Roliadi; Ridwan A Pasaribu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 24, No 4 (2006): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1061.765 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2006.24.4.323-337

Abstract

Industri karton skala kecil saat ini mengalami kesulitan kontinuitas pasokan bahan baku (khususnya pulp dan kertas bekas).  Limbah industri pengolahan minyak kelapa sawit dalam bentuk tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebagai bahan serat berligno selulosa berlimpah jumlahnya dan belum banyak dimanfaatkan, sehingga berindikasi pemanfaatannya sebagai bahan baku industri karton.TKKS sesudah dijadikan serpih, diolah menjadi pulp menggunakan proses semikimia soda panas tertutup pada ketel pemasak skala semi-pilot hasil rekayasa Pusat Litbang Hasil Hutan (Bogor) pada kondisi pemasakan: konsentrasi alkali (NaOH) 10%, nilai banding serpih TKKS dengan larutan pemasak 1:5.5, dan waktu pemasakan 2 jam pada suhu maksimum 120oC dan tekanan 1,2 - 1,5 atmosfir. Rata-rata rendemen pulp TKKS yang diperoleh 60,17%, bilangan kappa 38,17, dan konsumsi alkali9,81%. Lembaran karton dibentuk dari campuran pulp TKKS 50% dan sludge industri kertas 50%; dan dari pulp TKKS 100%, masing-masing dengan penambahan bahan aditif (kaolin 5%, alum 2%, tapioca 4%, dan rosin size 2%).Sifat fisik karton asal pulp TKKS 100% dan asal campurannya dengan sludge industri kertas (50%-50%) lebih tinggi dari pada karton produksi industri rakyat (dari campuran kertas bekas 50% dan sludge 50%, (tetapi tanpa bahan aditif). Hal ini mengisyaratkan prospek penggunaan pulp TKKS yang dicampur dengan sludge, sebagai bahan baku altermatif/pengganti pada industri karton yang menggunakan kertas bekas.
Pemanfaatan Campuran Limbah Sludge. Kertas Koran Bekas dan Serat Abaka sebagai Bahan Baku Pembuatan Pulp/Kertas Han Roliadi; Rena M Siagian
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 23, No 5 (2005): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2005.23.5.417-430

Abstract

Industri pulp/kertas Indonesia kebanyakan masih tergantung pada kayu konvensional. Salah satu mengurangi ketergantungan ini adalah mencari ligno selulosa lain yang dapat dimanfaatkan seperti limbah sludge, kertas koran bekas, dan serat abaka (Musa textile Nee), sebagaimana dilakukan dalam percobaan ini menjadi pulp atau kertas karton. Mula-mula, sludge dibersihkan sehingga bebas dari bahan asing berukuran relatif besar, kertas bekas dibuang tintanya dan diolah menjadi pulp dan kulit batang abaka diolah menjadi pulp dengan proses semi-kimia soda panas. Selanjutnya, bubur serat disiapkan dengan variasi komposisi campuran sludge bersih (0-30 persen), pulp koran bekas (55-100 persen), dan pulp abaka (0-15 persen). Pada tiap komposisi tersebut, ditambhakan bahan aditif (alum pengikat dan perekat pati, masing-masing 1,5 persen). Selanjutnya, lembaran pulp dibentuk secara manual bertarget gramatur 125 gram per m2 dan diuji sifat kekuatan dan derajat kecerahannya.Hasil percobaan menunjukkan bahwa menurunnya porsi sludge, dan meningkatnya pulp kertas koran bekas ataupun pulp abaka meningkatkan kekuatan lembaran pulp. Derajat kecerahan lembaran pulp juga mengalami hal serupa, tetapi menurun dengan meningkatnya porsi pulp abaka. Kualitas lembaran pulp campuran dari 0-10 persen sludge berseral pendek, 75-100 persen kertas koran bekas, dan 0-15 persen pulp abaka dapat menyamai kertas karton komersial bergramatur 125 gram per m2. Penggunaan sludge lebih dari 10 persen masib mungkin dengan pemakaian lebih banyak bahan pengikat/perekat (pati, dekstrin, dan resin).
PEMANFAATAN LIMBAH PEMBALAKAN UNTUK PEMBUATAN MDF (PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG) Rena M Siagian; Kayano Purba; Han Roliadi; M Yusuf Noorhajiyanto
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 17, No 3 (2000): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2000.17.3.123-133

Abstract

Limbah pembalakan merupakan bahan baku potensial bagi industri pengolahan kayu. Meskipun terdapat dalam jumlah yang besar, namun pemanfaatannya masih terbatas. Salah satu pemanfaatannya adalah sebagai bahan baku MDF {Medium Density Fibreboard = papan serat berkerapatan sedang), suatu komoditi yang mempunyai nilai tambah tinggi. Untuk mencapai tingkat pcngolahan yang optimal dilakukan teknik pengolahan campuran bahan baku dengan pengelompokan berat jenis, yaitu : berat jenis rendah (0,31-0,45); sedang (0,46-0,60); tinggi (0,61-0,75); dan campuran kelompok berat jenis rendah, sedang, dan tinggi dengan proporsi berat 25%: 50%:25%.Pembuatan pulp sebagai bahan MDF dilakukan dengan metoda panas-mekanis (Thermomechanical Pulping =TMP) dengan perlakuan: pemberian uap panas selama 15 menit, tekanan 3 kg/cm2, suhu 120-135ºC dan penggilingan serpih selama 10 menit. Pembentukan lembaran dengan menggunakan proses kering. Perlakuan kempa dingin menggunakan tekanan 5 kg/cm2 pada suhu kamar selama 5 menit dan dilanjutkan kempa panas dengan tekanan 10 kg/cm2 selama 10 menit pada suhu 170ºC.Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen pulp dipengaruhi oleh pengelompokan berat jenis kayu dengan nilai rendemen yang semakin menurun dengan meningkatnya berat jenis kayu.Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pengelompokan berat jenis kayu tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kerapatan, kadar air, daya serap air. pengembangan tebal, pengembangan volume, dan kuat internal. Berat jenis berpengaruh terhadap sifat kuat tarik sejajar permukaan, keteguhan lentur, keteguhan patah, kuat pegang sekrup muka dan kuat pegang sekrup samping panil MDF. Nilai kekuatan MDF semakin rendah dengan meningkatnya berat jenis, kecuali sifat keteguhan lentur. Keteguhan lentur terbaik dihasilkan oleh kelompok berat jenis sedang dan nilai terendah dihasilkan oleh kelompok berat jenis tinggi.Sifat fisis mekanis MDF hasil perlakuan yang memenuhi persyaratan FAO (1966) adalah kerapatan, keteguhan lentur, keteguhan patah, dan kuat internal. Namun menurut persyaratan USDC (1980) hanya keteguhan patah panil MDF yang memenuhi syarat, yaitu yang terbuat dari kayu kelompok berat jenis rendah dan sedang.
SIFAT PULP KIMIA-TERMOMEKANIK (CTMP) KA YU MANGIUM (Acacia mangium Willd) DARI BERBAGAI TINGKAT UMUR Rena M; Siagian Siagian; Han Roliadi; Togar Hendrik Martua
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 19, No 4 (2001): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4391.773 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2001.19.4.245-257

Abstract

This investigation deals with the assessment of mangium (Acacia mangium Willd.) wood plantation of various maturities for the manufactureof chemi-thermo-mechanical pulp (CTMP) with varying chemical (alkali) concentrations. The properties of CTMP examined were those related to its possibility for newsprint. The ages consisted of three levels (i.e. 6, 7 and 10 years) at which the respective mangium stands were normally harvested from their first rotation. Three ages groups, of mangium were felled for obtaining wood samples. Afterwards, the mangium woods were chipped for further investigation. The alkali concentrations for pre-pulping (chip- softening) stage were consecutively 2, 4, 6, and 8 percent. In the Asplund refiner, the softened chips underwent a 15 minute pre-steaming at 5 psi and then fiberized into pulp for 3 minutes in the Asplund refiner. The resulting pulp were determined for their yield, and further bleached by using peroxyde in 2 stages. The bleached pulps were also examined of their yield, and subsequently made into handsheet at the targeted grammage (50 gram per sq.m) for testings of their actual grammage, strength and optical properties.Data analysis reveals that different wood ages and varying alkali concentrations did not contribute significant effect on their bleached pulp yield. The pulp yields were relatively high in the range of 60-75 percent. The hand-sheets of pulp in terms of its grammage, ranged from 43.0 to 51.6 g/m2. These could satisfy the SNI (Indonesian National Standards) requirements for newsprint. The thicknesses of pulp sheets, which were above 0.10 mm, did not meet the newsprint pulp standard quality requirement. Physical properties of mangium CTMP as described by their tensile, and tear index were correlated positively with wood age. On the contrary, these properties were not affected by alkali concentrations. Further, the different wood maturities brought about significant changes in pulp brightness; and so did the alkali concentration, whereby the brightness was affected negatively. Further, the opacity of the pulp sheet was not affected by wood maturities and alkali concentrations.Wood of 10 years old and with alkali concentration at 2 percent were found to be the optimum treatment combination for its application in the manufacture of CTMP for newsprint. The grammage, thickness, physical, and optical properties of the resulting CTMP, satisfy the SNI requirement for newsprint.
METODE PENDUGAAN KEMAMPUAN SUPPLY PRODUK KAYU DARI BERBAGAI INDUSTRI DI PROPINSI RIAU Han Roliadi; Buharman Buharman
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 1, No 1 (1984): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2240.391 KB) | DOI: 10.20886/jphh.1984.1.1.17-22

Abstract

The aim of this investigation is to create a prediction model on the potentiality of supplying merchant wood products. The investigation was carried out in the province of Riau Four Sawmills and two plywood industries were selected for this study.The annual data concerning production factors (input factors) such as material input (x1), the price of raw material (x2), The cost of additive matters/auxiliaries (x3), the designed production capacities (x4), and the price per unit product (x5) were collected. In addition, their annual production (Y) was also recorded.The prediction model is intended to interpret the relationship between production factors and their actual production per annum by applying multiple regression analysis. The prediction models for Sawmill products and plywood products are presented respectively as follow :Y = 7.2140 + 0.5717 x1 – 0.1323 x2 – 0.1787 x3 + 0.0078 x4 + 0.2188 x5, andY = 10.1774 + 2.1724 x1 – 0.6431 x2 + 0.0071 x3 + 0.6182 x4 + 0.7128 x5.Both models show a considerable high of confidence (P = 0.95). 
UJI COBA MESIN SERPIH MUDAH DIPINDAHKAN UNTUK PRODUKSI SERPIH DARI LIMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU Han Roliadi; Ridwan A Pasaribu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 23, No 3 (2005): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2005.23.3.219-227

Abstract

Limbah industri penggergajian kayu dengan potensi 7,8 juta m3 per tahun belum banyak dimanfaatkan. Salah satu pemanfaataanya adalah pembuatan pulp untuk kertas dan papan serat, tetapi sebelumnya limbah tersebut perlu dijadikan serpih dengan alat layak teknis dan ekonomis/finansial, diantaranya mesin serpih mudah di pindahkan (SMD).Hasil percobaan mesin SMD terhadap limbah penggergajian dari campuran lima jenis kayu (Manii, Pinus, Jeunjing, Duren dan Jengkol) kapasitas penyerpihan (1,432 ± 0,089) m3 atau 1548,48 (berat basah) atau 854,46 kg (berat kering) per jam, ternyata secara teknis setara dengan penyerpihan kayu konvensional 1,5 - 2,0 m3 per jam atau 870,28 kg (berat kering) per jam. Produktifitas mesin SMD (bruto/serpih belum disaring) : 1542,18 kg (berat basah) atau 854,88 kg (berat kering) per jam. Produktifitas serpih tersaring: 732,29 kg serpih kering per jam atau 2933,16 kg per hari, atau 880 ton per tahun. Rendemen serpih 98,22 persen (belum disaring) atau 84,25 persen (sudah disaring).Hasil penelaah finansial/ekonomis harga pokok produk Rp. 263.343,00 per ton serpih kering tersaring; BEP (titik impas) 938,51 ton produksi serpih per tahun di mana lebih besar dari perhitungan produktivitasnya (880 ton ton serpih kering per tahun), pay-back period singkat (dua tahun); dan nilai layak bersih positif (+ RP. 5.734.964,77). Nilai-nila tersebut mengindikasikan kelayakan finansial ekonomis pengoperasion mesin SMD untuk limbah industri penggergajian. 
PENGARUH TEKNIK PEMUTIHAN PULP SULFAT TERHADAP MUTU PULP DAN LIMBAH CAIR Rena M Siagian; Han Roliadi; Kayano Purba; Melina Melina
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 17, No 2 (1999): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.1999.17.2.77-88

Abstract

Di Indonesia, pengolahan pulp kimia  berbahan baku kayu umunrnya menggunakan proses sulfat. Salah satu kelemahan proses sulfat ialah derajat kecerahan pulp yang rendah, sehingga memerlukan teknik pemutihan  yang efektif saat ini mulai dikembangkan teknik pemutihan pulp dengan  pengurangan  dan  atau  tanpa  penggunaan  klorin  elementer untuk  menekan  pencemaran lingkungan.Penelitian ini menggunakan kayu  ampupu (Eucalyptus urophylla)  dan  sampinur  bunga (Podocarpus sp.) asal dari Sumatera Utara. Pembuatan pulp menggunakan proses sulfat dengan kondisi pemasakan : alkali aktif 17%,  sulfiditas 25%, suhu maksimum 1700'C, waktu pemasakan 4 jam dan  bobot kayu  banding  larutan pemasak 1 : 4. Teknik pemutihan yang diterapkan adalah C/DEoDED. DEopDED. DEoDEpD dan CEHEH sebagai pembanding.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pulp kayu ampupu, modifikasi teknik pemutihan dari  CEHEH menjadi C/DEoDED. DEopDED dan DEoDEpD, menghasilkan rendemen pulp putih yang tidak  berbeda. Pada pulp  kayu  sampinur  bunga, perbedaan  teknik pemutihan menghasilkan rendemen pulp putih yang berbeda, tetapi semuanya di bawah rendemen yang umum diperoleh dengan proses kimia (<40%). Rendemen pulp putih kayu ampupu lebih tinggi dibandingkan pulp asal kayu sampinur bunga.Secara umum dapat dikatakan bahwa keteguhan pulp sampinur bunga lebih tinggi daripada pulp  ampupu.  Modifikasi  teknik  pemutihan CEHEH menjadi teknik  pemutihan  dengan pengurangan atau tanpa penggunaan klorin elementer  menghasilkan kekuatan lembaran pulp yang tidak berbeda .Nilai  BOD dan COD limbah cair pemutihan  asa/ kayu ampupu lebih rendah dan lebih baik daripada  asal  kayu sampinur  bunga. Modifikasi teknik pemutihan  konvensional  (CEHEH) dengan teknik pemutihan    tanpa penggunaan klor elementer , yaitu  DEopDED dan DEoDEpD dapat memperbaiki pH dan sisa klor dalam limbah cair pemutihan  pulp baik  pada kayu ampupu maupun sampinur bunga, namun belum memperbaiki nilai BOD dan COD.
PENELAAHAN SIFAT PRIORITAS PEMANFAATAN JENIS TANAMAN UNTUK KAYU BAKAR Rachman Effendi; Suwidji Basuki; Han Roliadi
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 4, No 4 (1987): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4741.127 KB) | DOI: 10.20886/jphh.1987.4.4.35-40

Abstract

There is a need to classify fire  wood for flue/  based on energy content.   This research is conducted  to categorized fire wood species using discriminant  analysis.Data of which collected from  each of  research areas are plant  varieties for  fire  wood,  age classification,  annual  volume  increase,   specific gravity,  calor value and volume  of  extractive  elements.Variety of  woods used for fire  wood are Akasia  (Acacia   auriculiformis),   Akasia  (Acacia decurrens),  Kaliandra  (Calliandra  callothyrsus), Gamal  (Gliricidia  maculata),  Kemlandingan   (Leucaena  glauca),  Turi  (Sesbania   grandiflora)   and  Jati  (Tectona  grandis). For  the purpose   of analysis of the type of relationship  between  annual volume  increase (X1), specific  gravity  (X2),  calor value (X3),  volume  of extractive  elements (X4) and the adaptation order of plant  varieties for fire  wood is clasified by the discriminant function.The function is also used for  determining adaptation  order of utilization  of plant  varieties for fire  wood.Based on the discriminant  analysis it can be expressed  as:Yj = 0.2148X1j + 9.7184X2j + 0.7231 X3j - 6.7121 X4j..................................................................(1).                                               The result of average substitutions of annual volume increase, as specific gravity,  ca/or value increase and volume of extractive elements  decreased as described by the equation  (I).  It can be said that (the adaptation  order of plant  varieties for  fire  wood) produced  from   the most  to the least based on its number of heat of combustion  at the plantation  age 2, 3 and 4 years are Akasia   (Acacia decurrens), Akasia  (Acacia auriculiformis), Kaliandra  (Calliandra callethyrsus),   Gamal  (Gliricidia  maculata),  Kemlandingan  (Leucaena   glauca),  Turi  (Sesbania  grandiflora)   and  Jati (Tectona  grandis).
DAYA TAHAN 109 JENIS KAYU INDONESIA TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren) Ginuk Sumarni; Han Roliadi
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 20, No 3 (2002): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3046.415 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2002.20.3.177-185

Abstract

The resistance of 109 Indonesian wood against subterranean termite (Coptotermes curvignathus Holmgren) attack has been assesed. The wood species come from several regions in lndonesia. The woods were each cut to small samples measuring to 2.5-cm by 2.5-cm by 0.5-cm and subsequently exposed to 200 subterranean termite workers for four weeks.The results revealed that 68 out the 109 wood species (i.e.62.3 percent) were classified as themost durable (classes I and II): and the rest, i.e 41 species (37.8 percent), were classified as lower durability (i.e. classes Ill, IV, and V) and therefore in their application need a preservative treatment.
PEMANFAATAN KAYU MANGIUM (Acacia mangium Wild) SEBAGAI BAHAN BAKU PULP KERTAS KORAN Rena M Siagian; Han Roliadi; Bambang Prasetya; Didiek H Gunadi
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 16, No 4 (1999): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2614.877 KB) | DOI: 10.20886/jphh.1999.16.4.191-200

Abstract

Percobaan pembuatan pulp secara kimia-termomekanik (CTMP) dalam skala laboratorium telah dilakukan dengan menggunakan kayu mangium untuk tujuan kertas koran. Percobaan ini dilakukan untuk modifikasi pembuatan pulp secara termo-mekanik (TMP). Pemberian bahan kimia untuk tujuan pelunakan serpih dilakukan sebelum pemisahan serat pada suhu kamar dengan tekanan atmosflr. Bahan kimia yang digunakan adalah larutan NaOH sebanyak 0, 4 dan 8%. Serpih yang telah lunak diberi perlakuan uap pada suhu 140ºC dengan waktu bervariasi, yaitu 10, 15 dan 20 menit. Pemisahan serat dilaksanakan pada tekanan 2,2 Bar. Pemutihan pulp menggunakan hidrogen peroksida dalam dua tahap. Tahap pertama menggunakan konsentrasi peroksida 2% dan tairap kedua 4%. Pulp putih dijadikan lembaran setelah digiling sampai mencapai derajat kehalusan serat 200-300 ml CSF.Pelunakan serpih dengan alkali sebanyak 4% pada waktu kukus selama 10 menit memberikan rendemen pulp belum putih lebih tinggi daripada penggunaan alkali 0% atau disebut juga proses TMP konvensional walaupun waktu kukusnya lebih panjang (20 menit). Kondisi pengolahan tersebut juga menghasilkan serat yang hancur lebih sedikit dibandingkan dengan proses TMP. Sifat pulp CTMP dari kayu mangium dengan menggunakan alkali 4% dan waktu kukus 15 menit dapat memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk kertas koran, kecuali kekuatan sobeknya. Dibandingkan dengan pulp TMP, maka pulp CTMP dari kayu mangium dapat memberikan sifat keteguhan yang memadai, bagian serat yang hancur lebih sedikit serta kebutuhan energi lebih rendah.