Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

STUDI PERBANDINGAN KARAKTERISTIK KIMIA DAN PETROGRAFI BATUBARA LAPANGAN X CEKUNGAN SUMATERA SELATAN DAN LAPANGAN Y CEKUNGAN SUMATERA TENGAH INDONESIA Baihaqi, Azmi; Susilawati, Rita; Fauzielly, Lili; Muljana, Budi
Buletin Sumber Daya Geologi Vol 12, No 2 (2017): Buletin Sumber Daya Geologi
Publisher : Buletin Sumber Daya Geologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4583.66 KB)

Abstract

Karakteristik batubara dari dua wilayah prospek batubara di Sumatera dievaluasi dengan menggunakan metode kimia dan petrografi batubara. Penelitian terfokus pada evaluasi peringkat (tingkat pembatubaraan di daerah penelitian), tipe (komposisi material organik dan lingkungan pengendapan batubara) serta grade (kandungan material inorganik yang bisa berpengaruh terhadap proses utilisasi) batubara. Lapangan X memiliki lapisan batubara yang merupakan bagian dari Formasi Muaraenim dan Kasai Cekungan Sumatera Selatan sedangkan batubara pada lapangan Y merupakan bagian dari Formasi Petani Cekungan Sumatera Tengah. Sebanyak enam conto batubara dari lapangan X dan 8 conto dari lapangan Y digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua lapangan memiliki batubara dengan karakteristik yang berbeda. Walaupun batubara di kedua daerah termasuk dalam kategori lignit, nilai rata-rata reflektansi huminit batubara Lapangan Y sedikit lebih tinggi dari lapangan X. Hal ini mengindikasikan bahwa batubara lapangan Y mengalami pengaruh peningkatan termperatur dan pembebanan yang lebih tinggi dari lapangan X. Berdasarkan hasil analisis komposisi maseral, batubara lapangan X dapat dibedakan ke dalam 3 fasies: fasies 1 (huminit >90%, kandungan inertinit dan liptinit <10%), fasies II (huminit 80% s.d. 90%, inertinite 10% s.d. 15%, dan liptinit 10%) serta fasies III (huminit 75% s.d. 85%, inertinit 15% s.d. 20% dan liptinit <10%). Sementara batubara lapangan Y lebih homogen dan dapat digolongkan ke dalam satu fasies (huminit >90% dan liptinit serta inertinite <10%). Hasil plot Gelification index (GI) dan Tissue preservation index (TPI) menunjukkan bahwa batubara lapangan X diendapkan pada lingkungan limnic-marsh hingga limno telmatic sedangkan batubara lapangan Y pada lingkungan limnic hingga telmatic marsh. Banyaknya konkresi pirit pada batubara lapangan Y mengindikasikan bahwa batubara tersebut mendapat pengaruh laut yang lebih besar daripada batubara lapangan X Batubara di kedua lapangan dapat dianggap sebagai batubara grade tinggi atau batubara bersih karena memiliki kandungan sulfur (<10%) dan abu yang relatif rendah (<10%). Hanya satu conto (SJ2) yang memiliki kadar abu tinggi (>50%) menunjukkan bahwa conto tersebut bukan batubara. Sebagai kesimpulan, perbedaan karakteristik batubara lapangan X dan Y mendukung teori bahwa batubara dengan sejarah pengendapan yang berbeda akan menghasilkan karakteristik yang berbeda.
SOSIALISASI MITIGASI BENCANA LONGSOR DI DAERAH HAMBALANG, KECAMATAN CITEREUP, KABUPATEN BOGOR Fauzielly, Lili
Dharmakarya Vol 7, No 1 (2018): Maret
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1504.679 KB) | DOI: 10.24198/dharmakarya.v7i1.14770

Abstract

Bencana longsor merupakan salah satu bencana yang paling umum terjadi di Indonesia terutama dalam waktu musim hujan. Sebagai salah satu langkah mitigasi bencana demi mengurangi resiko dampak bencana longsor, dilakukan kegiatan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan bencana longsor pada masyarakat. Objek dari kegiatan sosialisasi ini merupakan anak-anak berusia dini di Sekolah Dasar Negeri 2 Hambalang, dengan sepengawasan guru-guru yang sedang bertugas. Indikator keberhasilan Dalam proses pembelajaran, diadakan dua kali uji pengetahuan, bencana sebelum dan setelah proses pemberian materi ajar dilakukan. Nilai uji tersebut yang didapat kemudian dibandingkan dan digunakan sebagai parameter dari keberhasilan pembelajaran. Didapatkan peningkatan nilai rata-rata sebesar 23.12% dan peningkatan murid yang lolos ujian sebesar 22.53%. Berdasarkan perbandingan hasil uji, dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan pengetahuan murid yang diuji setelah kegiatan pembelajaran selesai dilakukan. Diharapkan dengan berhasilnya kegiatan sosialisasi tersebut dapat berkontribusi dalam mengurangi resiko bencana longsor di daerah Hambalang. Keywords: landslide; disaster mitigation; social work
Pemodelan Kondisi Lingkungan Sag pond Sesar Lembang, Berdasarkan Analisis Kandungan Alga, Lembang, Jawa Barat Rachman, Rizki Satria; Winantris, Winantris; Jurnaliah, Lia; Fauzielly, Lili
Al-Kauniyah: Jurnal Biologi Vol 14, No 2 (2021): AL-KAUNIYAH JURNAL BIOLOGI
Publisher : Department of Biology, Faculty of Science and Technology, Syarif Hidayatullah State Islami

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/kauniyah.v14i2.15420

Abstract

AbstrakAlga merupakan mikroorganisme fotosintesis yang tidak memiliki tubuh sejati dengan distribusi lingkungan yang sangat luas dan memiliki banyak fungsi, salah satunya sebagai indikator perubahan lingkungan. Wilayah Cekungan Bandung telah dilakukan penelitian dari beberapa aspek. Akan tetapi, penelitian terutama dari aspek alga yang memperlihatkan perubahan lingkungan belum dilakukan pada daerah tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan lingkungan dari endapan sag pond bekas Danau Bandung pada wilayah Cekungan Bandung menggunakan keberagaman alga dan ukuran butir sedimen. Metode asam dilakukan untuk memisahkan alga dari endapan, serta deskripsi batuan dilakukan untuk melihat ukuran butir endapan pada lokasi penelitian. Analisis data dan pemodelan dilakukan dengan mengelompokkan alga sesuai dengan kondisi habitatnya yang terbagi menjadi kelompok Pinnularia, Euglena, Acrinastrum dan Dinobryon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi penelitian mengalami empat kali perubahan lingkungan yang dibagi kedalam zona-zona dan subzona. Setiap zona tersebut diawali dengan kondisi air tercemar yang ditandai oleh peningkatan kelompok Euglena dan ukuran butir halus dari sedimen. Sedangkan pada bagian akhir, perairan memperlihatkan kondisi air normal yang ditunjukkan dengan peningkatan kelompok Pinnularia dan ukuran butir sedimen yang menjadi lebih kasar.AbstractAlgae is known as a photosynthetic microorganism that don’t have a true body with very broad distributions of the environment. Algae have a lot of functions, one of which is an indicator of environmental change. The Bandung Basin area has been researched from several aspects. However, research especially from the algae aspect that shows environmental changes, has not been carried out in this area. This research was conducted to see how the environmental changes of Lake Bandung sag pond deposits in the Bandung Basin by using algae diversity and grain size deposits. The acetolysis method is carried out to see algae content in the sediment, and rock description is carried out to see the grain size of the sediment in the study area. Furthermore, data analysis and modeling were conducted by grouping algae according to environmental conditions which are divided into Pinnularia group, Euglena group, and other groups. The result showed that the study area occurred four times in environmental changes which were divided into zones and subzones. Each zone initially had polluted water conditions characterized by an increase in Euglena groups and the fine grain size of sediment. While in the end, the waters showed normal water conditions characterized by an increase in Pinnularia group and the grain size of the sediment became coarser.
PALEOBATIMETRI FORMASI JATILUHUR BERDASARKAN KUMPULAN FORAMINIFERA KECIL PADA LINTASAN SUNGAI CILEUNGSI, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Lili Fauzielly; Lia Jurnaliah; Ria Fitriani
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 28, No 2 (2018)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1898.539 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2018.v28.660

Abstract

Formasi Jatiluhur di sekitar Sungai Cileungsi merupakan lingkungan laut dangkal (zona neritik) berdasarkan dominasi foraminifera yang dikandungnya. Namun beberapa penelitian terdahulu menyatakan umur Formasi Jatiluhur yang bervariasi. Penelitian paleobatimetri berdasarkan kumpulan foraminifera kecil diharapkan dapat melengkapi kajian detil yang terkait dengan evolusi daerah ini selama Miosen. Pengambilan 30 sampel sedimen dilakukan secara sistematik pada satu lintasan di sepanjang Sungai Cileungsi. Hasil preparasi sampel sedimen dengan metode hidrogen peroksida menghasilkan 57301 individu foraminifera kecil yang terdiri dari 23276 individu foraminifera plangtonik dan 34025 foraminifera bentonik. Untuk mengetahui paleobatimetri, digunakan rasio foraminifera plangtonik dan foraminifera bentonik kecil.  Hasil  Rasio P/B berkisar antara 4,4 % - 74,0 % menunjukkan paleobatimetri Formasi Jatiluhur berkisar antara zona neritik dalam – zona batial atas.Jatiluhur Formation in the area of Cileungsi River was a shallow marine environment based on the foraminiferas domination. Several previous published papers had suggested age variation of the Jatiluhur Formation. Paleobatimetry study based on small foraminiferas was expected to complete the Miocene evolution analysis of the region. Thirty sediment samples were picked systematically in a section line along Cileungsi River. The hydrogen peroxide preparation of sediment samples produced 57301 small foraminifera. There were 23276 planktonic foraminiferas and 34025 benthic foraminiferas.  To understand the paleobathimetry of this research area, we calculated the ratio of planktonic foraminifera and benthic foraminifera (P/B ratio).  The P/B ratio is betweeen 4,4% and 74,0%.  The ratio suggests that the paleobathimetry of Jatiluhur Formation is Inner Neritic Zone - Upper Bathyal Zone.
VERTICAL CHANGES OF RECENT OSTRACODE ASSEMBLAGES AND ENVIRONMENT IN THE INNER PART OF JAKARTA BAY, INDONESIA Lili Fauzielly; Toshiaki Irizuki; Yoshikazu Sampei
JOURNAL OF COASTAL DEVELOPMENT Vol 16, No 1 (2012): Volume 16, Number 1, Year 2012
Publisher : JOURNAL OF COASTAL DEVELOPMENT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (829.085 KB)

Abstract

A short sediment core from the inner part of Jakarta Bay, Indonesia, was quantitatively analysed for ostracods (minute Crustacea), total organic carbon (TOC) and total nitrogen (TN) contents, and the vertical distributions were recorded. A total of 53 ostracod species were obtained from 80 continuous core samples. The dominant species were Keijella carriei and Loxoconcha wrighti, which are common in areas with high TOC and TN contents. Based on an analysis of ostracod assemblages and carbon/nitrogen ratio, the study site began to be influenced by organic contamination from around 1950. Although the population of Jakarta City has increased rapidly since then, TOC and TN contents which were low, have gradually increased (0.7%–0.9% and 0.10%–0.12%, respectively), probably due to addition of nutrients from river sedimentation. The increased sedimentation rate after 1950 resulted in an increasing TOC ratio. The observed correlation between TOC and dominant species shows that Phlyctenophora orientalis may be a good indicator for monitoring increases in the narrow TOC content range of 0.7%–1.1%.
FOSIL KAYU Dryobalanoxylon sp. PADA FORMASI GENTENG DI KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN DAN PALEOFITOGEOGRAFINYA DI INDONESIA Hanny Oktariani; Winantris Winantris; Lili Fauzielly
Bulletin of Geology Vol 2 No 1 (2018): Bulletin of Geology
Publisher : Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB), Institut Teknologi Bandung (ITB)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/bull.geol.2018.2.1.5

Abstract

Fosil kayu ditemukan di Desa Sindangsari, Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Fosil kayu terawetkan pada batuan tufa, formasi Genteng yang berumur Pliosen Awal dengan lingkungan pengendapan terestrial. Untuk mengetahui jenis fosil kayu dilakukan pengamatan anatomi dengan cara membuat preparat dari 3 bidang yaitu lintang, radial dan tangensial. Pembuatan preparat fosil kayu sama seperti pembuatan preparat sayatan tipis pada batuan. Hasil pengamatan anatomi pada fosil tersebut menunjukkan ciri : sel pembuluh baur, hampir seluruhnya soliter, dengan frekuensi pembuluh 4 - 8 per mm2, trakeid vaskisentrik, terdapat tilosis, lebar jari-jari 1-3 seri, lebar jari-jari besar 4 - 10 seri, saluran interseluler aksial dalam baris tangensial panjang dengan ukuran lebih kecil dari pembuluh. Ciri tersebut memiliki kesamaan dengan Famili Dipterocarpaceae, Genus Dryobalanoxylon. Dryobalanoxylon tercatat ditemukan di Indonesia sejak Miosen - Plistosen di Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
PRELIMINARY STUDI KELIMPAHAN MIKROFAUNA DAN POLEN DI TELUK CILETUH, KAWASAN GEOPARK CILETUH, SUKABUMI Fauzielly, Lili; Jurnaliah, Lia; Winantris, .; Fitriany, Ria; Rosana, Mega Fatimah
Bulletin of Scientific Contribution Vol 22, No 2 (2024): Bulletin of Scientific Contribution:GEOLOGY
Publisher : Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/bsc.v22i2.56710

Abstract

Sebanyak 31 sampel sedimen dari Teluk Ciletuh telah digunakan untuk studi mikrofauna dan polen. Pengambilan sampel permukaan menggunakan metoda shallow coring untuk analisis polen dan grab untuk mikrofosil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi spasial mikrofauna dan polen di daerah konservasi kawasan Geopark Ciletuh.Pengambilan sampel sedimen dilakukan pada bagian barat dan timur dari muara Sungai Palangpang. Secara umum, kondisi perairan di bagian barat dari muara sungai terlihat lebih jernih daripada perairan sebelah timur. Sedimen pantai di sebelah timur menunjukkan penghalusan ke arah barat, terdiri atas sedimen berupa pasir sangat kasar-sangat halus dengan kandungan pecahan fragmen cangkang bivalvia yang dominan, ke arah pantai berkembang kawasan mangrove yang dikembangkan oleh komunitas masyarakat setempat. di bagian barat dari muara sungai, sedimen berupa pasir sedang hingga lempung, dan ke arah pantai, endapan berupa pasir sedang yang bercampur dengan tanah.Hasil identifikasi dari 25 sampel sedimen yang diambil dari Teluk Ciletuh menunjukkan hanya 19 sampel yang mengandung mikrofauna. Identifikasi mikrofauna dilakukan secara kuantitatif dengan menghitung jumlah individu per 1 gram sampel sedimen kering. Terdapat 5135 individu mikrofauna, dengan kelimpahan secara berurutan adalah dari kelompok foraminifera bentonik (82,07%), foraminifera planktonik (5,84%), spikula (4,55%) dan kelompok non foraminifera (7,53%).Dari kawasan mangrove yang berada di pantai Cikadal, analisis polen terhadap 6 sampel sedimen permukaan diperoleh polen asal lingkungan mangrove, polen freshwater, terrestrial dan polen dari pegunungan.
Ostrakoda Formasi Bentang-Formasi Koleberes Cimaragang, Cianjur, Jawa Barat Nugraha, Cahya; Lili Fauzielly; Lia Jurnaliah
Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Vol. 25 No. 3 (2024): JURNAL GEOLOGI DAN SUMBERDAYA MINERAL
Publisher : Pusat Survei Geologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33332/jgsm.geologi.v25i3.878

Abstract

Abstrak-Keberadaan fosil ostrakoda pada Formasi Bentang dan Formasi Koleberes, tidak pernah muncul untuk dijadikan acuan karakteristik kedua satuan batuan tersebut. Ostrakoda memiliki tingkat adaptasi tinggi terhadap lingkungan, sehingga dapat digunakan untuk interpretasi lingkungan pengendapan. Berdasarkan bukti penelitian dan catatan peneliti terdahulu, terungkap bahwa daerah penelitian dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik. Hal ini menyebabkan pengawetan fosil ostrakoda kurang baik, fosil ostrakoda ditemukan dalam bentuk karapas teraglutinasi, sehingga determinasi fosil ostrakoda hanya dapat dilakukan sampai tingkat genus. Sebanyak 13 genus dengan total 900 specimen ostrakoda yang berasal dari 10 family antara lain: Trachyleberididae, Xestoleberididae, Leptocytheridae, Thaerocytheridae, Cytherideidae, Cushmanideadidae, Bythocyprididae, Cytheromatidae, Philomedidae, dan Bythocytheridae, dapat diidentifikasi dari 13 contoh batuan. Indeks diversitas ostrakoda daerah penelitian tergolong diversitas rendah - sedang. Genus ostrakoda yang melimpah pada kala Miosen Tengah hingga Pliosen Awal yakni Lankacythere yang termasuk dalam kumpulan ostracoda autochthonous dan Keijella, yang merupakan ostrakoda penciri lingkungan laut dangkal, paparan kontinen <100m dengan karakteristik laut tropis. Katakunci: Formasi Bentang, Formasi Koleberes, Lingkungan Pengendapan, Ostrakoda.
Dryobalanoxylon sp. : a fossil wood preserved in the Genteng Formation from Lebak Regency, Banten Province, Indonesia oktariani, Hanny; Winantris, .; Fauzielly, Lili; Damayanti, Ratih
Journal of Geological Sciences and Applied Geology Vol 2, No 3 (2017): Journal of Geological Sciences and Applied Geology
Publisher : Faculty of Geological Engineering, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/gsag.v2i3.15620

Abstract

The fossilized wood unearthed in Sindangsari Village, Sajira District, Lebak Regency, Banten Province, Indonesia. The depositional environment of this Early Pliocene  fossilized wood that has been  found  in tuff sediment of Genteng Formation corresponds littoral to terrestrial deposition. To identify a fossil wood type, preparation made from three sides; transverse, radial and tangential. The preparation of  thin section following to the one method in the rock petrography.  Anatomical features of the fossil wood are as follows : wood porous diffuse, vessel almost exclusively solitary with 7 – 14 / mm2, ray width 1 to 3 cells, larger rays commonly 4 to 10 seriate, body ray cells procumbent with one row of upright and/or square marginal cells,  axial canals in long tangential lines, prismatic crystals in parenchyma cells.  These features show affinities of the fossil wood to Dryobalanoxylon member of family Dipterocarpaceae.
ASOSIASI FASIES & REKONSTRUKSI PALEOGEOGRAFI PADA ZONA TRANSISI FORMASI TALANGAKAR, CEKUNGAN ASRI, LEPASPANTAI BLOK TENGGARA SUMATRA, INDONESIA Ralanarko, Dwandari; Iqbal Ramadhan, M.; Fauzielly, Lili; ⠀, Winantris; Syafri, Ildrem; ⠀, Abdurrokhim
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 19, No 2 (2021)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32693/jgk.19.2.2021.736

Abstract

Lapangan Widuri terletak pada konfigurasi antiklin tersesarkan yang terletak pada back arc basin Cekungan Asri, Sumatera Tenggara yang berumur Paleogen. Lapangan Widuri pertama kali dilakukan pemboran sumur eksplorasi pada tahun 1988 pada reservoir Batupasir Formasi Talangakar. Penelitian terdahulu belum pernah mengintegrasikan data sumur dan data seismik 3D untuk mengidentifikasi penyebaran reservoir batupasir dan rekonstruksi paleogeografi, sehingga dilakukan penelitian pada interval reservoir 35-A dan 34-B yang merupakan dua dari enam reservoir produktif di Lapangan Widuri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk pengkarakterisasian asosiasi fasies dan rekonstruksi paleogeografi dengan mengintegrasikan data deskripsi batuan inti, petrografi, log tali kawat, biostratigrafi, uji sumur, dan seismik 3D. Metode yang digunakan meliputi analisis fasies dan lingkungan pengendapan, analisis stratigrafi sikuen, pemetaan struktur, geometri reservoir, hingga rekonstruksi pengendapan.. Hasil analisis pada interval 35-A dan 34-B tersusun atas sembilan litofasies yaitu, F1, F2, F3, F4, F5, F6, F7, F8, F9. Interval 35-A menunjukkan lingkungan pengendapan Fluvial dengan 3 asosiasi fasies yaitu, Fluvial Channel, Floodplain, dan Swamp, sedangkan pada interval 34-B menunjukkan lingkungan pengendapan Fluvio-Tide Delta dengan 3 asosiasi fasies yaitu, Distributary Channel, Tidal Flat, dan Swamp. Distribusi fasies Channel digambarkan pada analisis geometri, stratigrafi sikuen, dan seismik 3D yang menunjukkan arah pengendapan dengan arah Baratlaut – Tenggara.  Data biostratigrafi berupa kemunculan akhir fosil polen berumur Oligosen Akhir dan kemunculan awal fosil foraminifera berumur Miosen Awal menunjukkan perubahan paleoenvironment secara gradual dari terrestrial (darat) menjadi transisi, serta paleoclimate dari iklim basah menjadi iklim kering yang terjadi pada rentang umur Oligosen Akhir – Awal Miosen. Berdasarkan data batuan inti yang menunjukkan perubahan litofasies Batupasir simpang siur dan Batulempung masif menjadi  Batupasir flaser dan Batulempung lenticular mencirikan pengaruh dari pasang surut air laut yang dikontrol oleh curah hujan dan iklim. Paleogeografi pada Interval 35-A dan 34-B secara umum mengikuti dua tahapan perekahan tektonik yaitu: 1) fase Late Syn-Rift dicirikan oleh lingkungan sungai berkelok dan dataran Alluvial pada interval 35-A (Oligosen Akhir); 2) fase Early Post-Rift, dicirikan oleh lingkungan sungai berkelok dan Deltaic pada interval 34-B (Miosen Awal).