Claim Missing Document
Check
Articles

Found 38 Documents
Search

TRADISI NYANGKREB DI DUSUN SUKARAJA DESA ANDAPRAJA KECAMATAN RAJADESA KABUPATEN CIAMIS (Suatu Tinjauan Sejarah Kebudayaan Dari Tahun 1972-2007) Wijayanti, Yeni; Kartika, Ratna
Jurnal Artefak Vol 2, No 1 (2014): Maret (Media Cetak)
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (282.537 KB) | DOI: 10.25157/ja.v2i1.1052

Abstract

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Tradisi Nyangkreb adalah suatu tradisi menjelang panen padi yang dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan pada Dewi Sri yang merupakan Dewi Padi dan asal mula tumbuh-tumbuhan. Tradisi ini sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang telah diperoleh, tradisi ini juga sebagai doa keselamatan agar mendapat hasil yang lebih baik di masa yang akan datang. Prosesi ini dilakukan oleh seorang punduh biasanya dilakukan pada sore hari pada pukul 3 atau 4 sore. Para petani menyediakan beberapa syarat-syarat atau sesaji untuk acara Nyangkreb tersebut. Dalam upaya melestarikan tradisi nyangkreb ini, dilakukan dengan upaya pemahaman terhadap nilai-nilai budaya bangsa. Salah satu upaya dalam melestarikan Tradisi Nyangkreb ini adalah dengan menggelar acara yang memberikan perkenalan kreativitas seniman/budayawan Sunda yang menampilkan beragam tradisi Sunda termasuk Tradisi Nyangkreb sebagai upaya untuk mendekatkan diri dengan alam, dorongan dari aparat pemerintah juga bisa dilakukan dengan memberikan himbauan kepada masyarakat untuk lebih menjaga dan melestarikan Tradisi Nyangkreb. Makna dan nilai yang terkandung dalam tradisi ini terdapat makna yang begitu besar bagi masyarakat, antara lain mempererat tali silaturahmi, menjaga dan melestarikan tradisi turun temurun dari leluhur dan sebagai ungkapan syukur atas berkah yang didapat.Kata Kunci: Tradisi, Nyangkreb dan Tradisi SundaABSTRACTThe result of this research indicated that Nyangkreb tradition is a tradition of the rice harvest was intended as a form of homage to the goddess Dewi Sri who is the origin of rice and herbs. This tradition as an expression of gratitude for the harvest that has been obtained, this tradition as well as a prayer for safety in order to obtain better results in the future. The procession is carried out by a Punduh usually done in the afternoon at 3 or 4 in the afternoon. Farmers provide some of the terms or offerings for the Nyangkreb event. In an effort to preserve the tradition of this nyangkreb, carried out with the effort of understanding of the cultural values of the nation. One effort in preserving this tradition is to hold Nyangkreb event gives an introduction creativity of artists/cultural Sunda featuring a variety of traditions including Nyangkreb tradition in an attempt to get closer to nature, the encouragement of government officials can also be done by giving local communities to more maintain and preserve the tradition Nyangkreb. Meanings and values contained in this tradition are so great meaning for the community, among others tighten the relationship, maintain and preserve the tradition handed down from ancestors and as an expression of gratitude for the blessings that come by.Kata Kunci: Tradition, Nyangkreb and Sundanese Traditions
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL TRADISI SUROAN DI LANGENSARI KOTA BANJAR Aisyah, Della Puspita; Wijayanti, Yeni; Budiman, Agus
J-KIP (Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Vol 6, No 2 (2025): JUNI
Publisher : Faculty of Teacher Training and Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/j-kip.v6i2.15860

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal Tradisi Suroan dan mengetahui pelaksanaan Tradisi Suroan di Langensari Kota Banjar. Metode yang digunakan ialah metode sejarah atau historis. Pengumpulan data menggunakan studi literatur, observasi dan wawancara dengan Camat Langensari, Ketua MUI Kecamatan Langensari, Kasi Pelayanan Desa Langensari, Penggiat Budaya, Staff Bidang Kebudayaan Pengadministrasian Seni dan Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Banjar. Hasil penelitian ini menunjukkan Prosesi Tradisi Suroan dan nilai-nilai kearifan lokal Tradisi Suroan di Langensari Kota Banjar. Prosesi Tradisi Suroan di Desa Langensari Kota Banjar diawali sejak Pagi hari dengan pergi menuju lokasi yang sudah ditentukan panitia. Selanjutnya melakukan arak-arakan dengan membawa tumpeng dan hasil bumi. Lalu setibanya di alun-alun masyarakat berkumpul untuk melakukan pembukaan Tradisi Suroan yang di buka oleh tokoh masyarakat dan sambutan-sambutan dari pemerintah setempat. Selanjutnya tokoh agama akan melakukan tawasul, dilanjutkan dengan tausiah, pembagian satunan akan yatim piatu, terakhir ditutup dengan doa. Setelah kegiatan ini selesai masyarakat memakan tumpeng dan hasil bumi bersama-sama. Di akhir kegiatan Tradisi Suroan terdapat sesi hiburan yang biasanya menampilkan aktrasi seni kuda lumping dan juga wayang kulit. Adapun nilai-nilai kearifan lokal diantaranya nilai religi, nilai sosial, nilai seni, nilai ekonomi, nilai budaya, nilai toleransi, nilai pendidikan, nilai moral, dan nilai estetika.
TATA LETAK PUSAT PEMERINTAHAN KABUPATEN GALUH MASA R.A.A KUSUMADININGRAT TAHUN 1839-1886 Andriyani, Risna; Wijayanti, Yeni; Sondarika, Wulan
J-KIP (Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Vol 2, No 1 (2021): FEBRUARI
Publisher : Faculty of Teacher Training and Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/j-kip.v2i1.4767

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tata letak pusat pemerintahan Kabupaten Galuh masa R.A.A Kusumadiningrat tahun 1839-1886. Metode penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan metode sejarah yang meliputi heuristik, kritik, interpretasi dan Historiografi. Heuristik dilakukan dengan teknik wawancara dan literatur. Kritik yang terdiri dari kritik eksternal dan kritik internal. Interpretasi dilakukan dengan menggabungkan fakta dan Historiografi. Hasil dari penelitian ini yaitu Kondisi Kabupaten Galuh Abad ke-19 masa pemerintah Hindia Belanda yang memiliki perubahan dalam kehidupan masyarakat Galuh dalam bidang ekonomi, bidang politik, sosial budaya, pendidikan dan agama. Tata Letak Kabupaten Galuh masa R.A.A Kusumadiningrat memiliki kota kolonial, yang terdapat gabungan antara tata kota pribumi dengan tata kolonial. Tata Kota pribumi terdapat bangunan masjid, keratin dan alun-alun. Sedangkan Tata Kota Kolonial terdapat kantor pos, gedung asisten residen.
PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS PESERTA DIDIK KELAS XI IPS 1 SMAN 1 LUMBUNG Yulyawati, Rizka Khumaira; Wijayanti, Yeni; Budiman, Agus
J-KIP (Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Vol 5, No 3 (2024): OKTOBER
Publisher : Faculty of Teacher Training and Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/j-kip.v5i3.21836

Abstract

 Tingkat kreativitas pada proses pembelajaran sejarah di kelas XI IPS 1 SMAN 1 Lumbung masih kurang. Hal ini dibuktikan berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, bahwa masih ada peserta didik yang kurang termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran berlangsung. Tujuan penelitian ini yaitu ingin mengetahui apakah ada efektivitas dari penerapan metode bermain peran terhadap kreativitas peserta didik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang merupakan bagian dari penelitian kualitatif dan kuantitatif. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa dalam penggunaan metode pembelajaran yang dilakukan guru masih terbilang minim. Kemudian hasil pengukuran kreativitas pada siklus I mendapatkan nilai rata-rata sebesar 55,16 dan meningkat pada siklus II yaitu sebesar 65,4. Dari data tersebut menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode pembelajaran bermain peran sangat efektif dapat meningkatkan kreativitas peserta didik. Dengan demikian, dalam proses pembelajaran guru menggunakan metode pembelajaran bermain peran, mampu meningkatkan kreativitas peserta didik.
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL TRADISI NGIKIS DI DESA JAJAWAR KOTA BANJAR DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DI KELAS X-7 SMAN 3 BANJAR Radiansyah, Ryesta; Wijayanti, Yeni; Budiman, Agus
J-KIP (Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Vol 5, No 3 (2024): OKTOBER
Publisher : Faculty of Teacher Training and Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/j-kip.v5i3.21837

Abstract

Penelitian mengeksplorasi implementasi nilai-nilai kearifan lokal. Nilai-nilai kearifan lokal mencerminkan budaya, tradisi, dan identitas masyarakat setempat. Hal ini penting untuk mencegah kepunahan budaya dan memperkuat rasa bangga akan identitas lokal dan kearifan lokal mencerminkan nilai- nilai, praktik, dan pengetahuan yang telah terbentuk dalam masyarakat setempat selama bertahun-tahun memperkenalkan siswa pada nilai-nilai ini membantu mereka memahami konteks sosial tempat mereka tinggal. Penelitian menggunakan metode kualitatif. Sumber data penelitian ini yaitu data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi Ngikis di Desa Jajawar mengandung nilai-nilai kearifan lokal berupa nilai religius, sosial, dan etika, yang berhasil diintegrasikan dalam pembelajaran sejarah pada materi “Asal Usul Nenek Moyang Indonesia”. Nilai religius diwujudkan melalui kegiatan spiritual seperti doa bersama, tawasulan, membaca Al-Quran, dan salat Dhuha, yang menanamkan pentingnya spiritualitas dalam kehidupan. Nilai sosial ditanamkan melalui kerja sama dalam diskusi kelompok, saling menghargai antarsiswa dan guru, serta pendekatan eksploratif terhadap tradisi lokal. Sementara itu, nilai etika tercermin dalam sikap hormat kepada guru dan orang tua, penerapan sopan santun, serta penghargaan terhadap leluhur dan lingkungan. Integrasi nilai-nilai ini dalam pembelajaran tidak hanya meningkatkan pemahaman sejarah siswa, tetapi juga berkontribusi pada pembentukan karakter yang religius, peduli sosial, dan beretika, selaras dengan tujuan pendidikan karakter dan pelestarian budaya lokal.
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL UPACARA ADAT BENTANG BOEH LARANG DI SITUS GEGER SUNTEN DESA TAMBAKSARI KECAMATAN TAMBAKSARI Sudrajat, Ajat; Wijayanti, Yeni; Nurholis, Egi
J-KIP (Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Vol 4, No 3 (2023): OKTOBER
Publisher : Faculty of Teacher Training and Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/j-kip.v4i3.21880

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan prosesi upacara adat bentang boeh larang serta untuk mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal yang ada pada upacara bentang boeh larang. Metode yang digunakan ialah metode sejarah atau historis dengan pendekatan kualitatif. Tahapan metode sejarah diri dari Heuristik, Kritik sumber, Interpretasi, dan Historiografi. Pengumpulan data menggunakan studi literatur, observasi, dan wawancara dengan juru kunci Situs Geger Sunten, ketua Adat Masyarakat Geger Sunten, tokoh masyarakat, tokoh agama, budayawan Ciamis, ketua pemuda dusun Sodong, dan masyarakat setempat, dan dokumentasi terhadap prosesi pelaksanaan Upacara Adat Bentang Boeh Larang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prosesi upacara adat Bentang Boeh Larang biasa dilaksanakan setiap tanggal 1 Muharam untuk menyambut tahun baru Islam, prosesi upacara adat bentang boeh larang yaitu perispan peralatan, perisapan sesaji dan prosesi pelaksanaan. Temuan kedua adalah nilai-nilai kearifan lokal pada upacara adat Bentang Boeh Larang ialah nilai agama, nilai sosial, nilai budaya, nilai sejarah, nilai ekonomi, nilai seni dan nilai estetis. 
Makna Simbolik Tradisi Hajat Laut di Pantai Karapyak Pangandaran Agustina, Deden Dendi; Silviani, Pani; Mulyadi, Febi; Wijayanti, Yeni
SWADESI: Jurnal Pendidikan dan Ilmu Sejarah Vol 4, No 2 (2025): SWADESI: Jurnal Pendidikan dan Ilmu Sejarah
Publisher : Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/swadesi.v4i2.89922

Abstract

This research aims to analyse the meaning of the hajat laut tradition in Pangandaran. The research method used is the historical research method which consists of four stages, namely heuristics, verification and criticism, historiography. The results showed that Hajat laut at Karapyak beach Pangandaran is a tradition that is carried out for generations. This tradition is often carried out by the Pangandaran community once a year, namely in the month of Suro or Muharram. Hajat Laut is a preservation of the arts, because it includes music and dance. This ceremony is held to preserve the existing culture of the community and as an expression of gratitude to Allah SWT. In the beginning, the tradition of Hajat Laut was a form of offering from the coastal community of Pangandaran to the ruler of the southern sea that the community believed at that time. However, today the belief is straightened into a form of gratitude to God Almighty.
The Humanistic Values of the Permule Traditional Ceremony in Cikupa Village, Lumbung - Ciamis Agung Hidayat; Yeni Wijayanti; Egi Nurholis
JAMASAN: Jurnal Mahasiswa Pendidikan Sejarah Vol 1 No 3 (2025): History Education, Culture and Media
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/jamasan.v1i3.5534

Abstract

The traditional Permule ceremony is held once a year when rice planting begins. The aim of this research is to determine the series of Permule Traditional Ceremony processions in Cikupa Village and the humanist values of the Permule Traditional Ceremony in Cikupa Village. The research method used is qualitative with data collection techniques in the form of observation, interviews and documentation. The results of this research are: (1) The Permule Traditional Ceremony procession series was carried out from the preparation stage with collecting funds, announcements/bewara, making offerings/offerings and preparing materials. Next, the opening ceremony took the form of everything, the process of planting rice trees and tawasul as well as prayer. The final stage of closing is eating together. (2) the humanist values in the Permule Traditional Ceremony are divided into 6, including: the value of respecting other people's opinions (freedom to express opinions), cooperation, sacrificial relationships, caring for other people, mutual help and the value of solidarity.