Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search
Journal : Jurnal Kedokteran Meditek

Penanganan Buta Warna pada Pekerja Ditinjau dari Sudut Okupasi Susanty Dewi Winata
Jurnal Kedokteran Meditek Vol. 16 No. 43B Mei - Agustus 2010
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v16i43B.886

Abstract

Deteksi Awal Intoksikasi Karbon Monoksida Susanty Dewi Winata
Jurnal Kedokteran Meditek Vol. 16 No. 42A Januari - April 2010
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v16i42A.914

Abstract

Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah dari Sudut Pandang Okupasi Susanty Dewi Winata
Jurnal Kedokteran Meditek Vol. 20 No. 54 September-Desember 2014
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v20i54.1021

Abstract

AbstrakNyeri punggung bawah adalah suatu gejala berupa nyeri di bagian pinggang yang dapat menjalar ke tungkai kanan atau kiri. Nyeri ini umumnya pernah dirasakan oleh hampir setiap orang. Pada pekerja, keluhan ini umumnya dimulai pada usia dewasa muda dengan puncak prevalensi pada kelompok usia 45-60 tahun. Nyeri punggung bawah sering terjadi pada individu yang melakukan aktivitas berdiri atau duduk dalam jangka waktu yang lama, banyak mengangkat beban berat dengan posisi yang salah. Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologik, pemeriksaan X-Ray, computerized tomography scan (CT scan), magnetic resonance imaging (MRI), dual energy x-ray absorbtiometry (DEXA), atau myelography. Pengobatan akan dilakukan berdasarkan indikasi penyebabnya. Selain penggunaan obat-obatan pelemas otot, fisioterapi dengan berbagai modalitasnya sangat berperan untuk mengatasi nyeri pinggang bawah. Untuk mencegah timbulnya keluhan ini pada pekerja, perlu dilakukan pencegahan sedini mungkin, meliputi edukasi, manajemen terhadap faktor risiko, dan pemeriksaan prakerja.Kata kunci : Nyeri punggung bawah, diagnosis, terapi
Gejala, Diagnosis, dan Tata Laksana pada Pasien Peminum Kafein yang Mengalami Adiksi Susanty Dewi Winata
Jurnal Kedokteran Meditek Vol. 21 No. 57 September-Desember 2015
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v21i57.1168

Abstract

 AbstrakKafein merupakan zat psikoaktif yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat. Kafein digunakan sebagai stimulan sistem saraf pusat dan mempercepat metabolisme.  Konsumsi kafein berguna untuk meningkatkan kewaspadaan, menghilangkan kantuk, dan menaikkan mood. Penggunaan kafein juga dapat menyebabkan gangguan ansietas dan gangguan tidur yang terinduksi kafein Kondisi intoksikasi kafein dapat memberikan gejala antara lain gelisah, gugup, insomnia, emosional, urinasi berlebihan, gangguan pencernaan, otot berkedut, denyut jantung yang cepat dan tidak teratur. Adiksi kafein dapat menyebabkan intoksikasi, keadaan putus kafein, dan kafein dependen. Konsumsi kafein yang bekelanjutan dapat mempengaruhi beberapa faktor seperti efek farmakologi kafein, predisposisi genetik, gejala putus kafein, usia, dan norma sosial. Semakin bertambahnya coffee shop di Indonesia, menyebabkan semakin banyaknya masyarakat yang berpeluang menjadi adiksi kafein, sebaiknya diberikan sosialisasi mengenai pencegahan ketergantungan kafein, tatalaksana sesuai gejala simptomatik dan dapat diberikan psikoterapi. Kata kunci: kafein, adiksi kafein, intoksikasi kafein AbstractCaffeine is a psychoactive agent and the most consumed substance in the society. Caffeine is commonly used to stimulate central nervous system and accelerate metabolism. Consuming caffeine can increase alertness, mood, and get rid of drowsiness. Excess in caffeine can cause both sleep and anxiety disorders. Caffeine intoxication can cause symptoms such as anxiety, nervous disorder, insomnia, excessive emotion, excessive diuresis, gastrointestinal disorders, wrinkled muscle, tachycardia and arrhythmia. Caffeine addiction can cause caffeine intoxication. Continuous consumption of caffeine affects many factors such as caffeine pharmacology effects, genetic predisposition, caffeine-withdrawal symptoms, age, and social norms. The increasing the number of coffee shops in Indonesia increase the chance of people to be caffeine addict. Hence,  socialization on preventing caffeine addiction, management of caffeine addiction, and psychotherapy should be given. Key words: caffeine, caffeine addiction, caffeine intoxication 
Dampak dan Monitoring pada Pekerja Terpapar Benzena Susanty Dewi Winata
Jurnal Kedokteran Meditek Vol. 21 No. 56 Mei-Agustus 2015
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v21i56.1262

Abstract

AbstrakBenzena merupakan salah satu senyawa hidrokarbon aromatik yang banyak digunakan di sektor industri karet, penyulingan minyak, pabrik kimia, pabrik sepatu, dan industri yang terkait dengan minyak. Benzena juga ditemukan pada fasilitas publik seperti asap rokok, pompabensin, pembakaran bahan bakar mobil, dan sebagainya. American Conference of Government Industrial Hygienists (ACGIH) menggolongkan benzena kedalam bahan karsinogen group-1A. Pengukuran benzena dapat dilakukan dalam udara ekspirasi, urin dan darah.Pajanan benzena dalam kadar yang rendah di tempat kerja dapat dinilai dengan baik oleh t,t-asam mukonat dan S-asam fenil merkapturat dalam urin. Dengan nilai ambang batas (NAB) benzena 0,5 ppm, ACGIH merekomendasikan pengukuran t,t-asam mukonat dan asam fenilmerkapturat dalam urin dengan indeks monitoring biologis 0,5 mg/g kreatinin sedangkan untuk asam mukonat yaitu 25µg/g kreatinin. Diperlukan berbagai pengendalian pajanan agar para pekerja terlindung dari dampak buruk benzena terhadap kesehatan pekerja.  AbstractBenzena is a aromatic hydrocarbon prevalently used in the rubber industry, oil refinery, chemical industry, shoe factories and other industries correlated with oil. Benzena can also be found in public facilities as it is contained in smoke of the cigarette, petrol station and the result of fuel burning. ACGIH (American Conference of Government Industrial Hygienists) classifies Benzena in Carcinogen group 1A. Benzena measurement can be conducted in the expiration air, urine and blood. The exposure of benzena at working place can be measured precisely by t-Mukonat Acid and S-Phenylmercapturat acid content in the urine with biological monitoring index of 0,5 mg/g Creatinin for Mukonat Acid and 25µg/g Creatinin for Phenylmercapturat acid. There should be control in the level of the chemicals to protect the workers from the harmful effects of benzena to their health.
Monitoring, Pencegahan, dan Penanganan Keracunan pada Pekerja Terpapar Cadmium Susanty Dewi Winata
Jurnal Kedokteran Meditek VOL. 22 NO. 59 MEI-AGUSTUS 2016
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v22i59.1277

Abstract

Abstrak Cadmium merupakan logam berat yang berisiko besar bagi kesehatan manusia dan banyak ditemukan di daerah pertambangan, industri keramik, industri baterai, penyepuhan,  dan tempat peleburan logam. International Agency for Research on Cancer (IARC) mengklasifikasikan Cd dalam kelompok I, yaitu bersifat karsinogenik pada manusia. Waktu paruh Cd yang panjang menyebabkan logam ini sukar dieliminasi dari tubuh sehingga berpotensi menyebabkan kerusakan terutama pada ginjal. Keracunan yang disebabkan oleh cadmium dapat bersifat akut dan kronis. Toksisitas kronis menimbulkan gangguan paru, tulang, organ reproduksi, dan lain lain. Bila menyerang  sistem respirasi harus dirawat untuk diobservasi, monitoring fungsi ginjal. Therapi khelasi dilakukan pada intoksikasi akut. Nilai Biological Exposure Index (BEI) cadmium dalam urin adalah 5 μg/g kreatinin dan dalam darah adalah 5 μg/L. Untuk deteksi dini dilakukan pemeriksaan pada pekerja meliputi pemeriksaan prakerja dan berkala. Pengendalian dilakukan berupa pengukuran pajanan cadmium di tempat kerja, pengendalian teknis, administratif maupun penggunaan alat pelindung diri (APD).Kata kunci: cadmium, toksisitas akut, toksisitas kronik AbstractCadmium is one of the heavy metals which have impact in health. It is found in mining, porcelain process, metal platting, and steel process. International Agency for Research on Cancer (IARC) has classified Cd into Group I (carcinogen). Cadmium has a long period half time so it cause disorder especially in renal. Toxicity of cadmium can be acute and chronic. Chronic toxicity involve lung, bone, reproductive organ, and others. If it inhaled, the patient must be observe and monitore the renal function. Chealating therapy can be used for acute toxicity. Biological Exposure Index (BEI) of cadmium in urine 5 ug/g creatinine and in blood 5 ug/L. Early detection of workers should be done praemployment and regulary. Hygene industry of cadmium involve measuring cadmium at the workplace, technical engineering, administrative control, personal protection equipment (PPE). Keywords: cadmium, acut toxicity, chronic toxicity
Gambaran Angka Kejadian Kelainan Refraksi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2013 Sehubungan dengan Aktivitas Melihat Gadget Stella Stella; Susanty Dewi WInata; Wiwi Kertadjaya
Jurnal Kedokteran Meditek VOL. 22 NO.60 SEPTEMBER-DESEMBER 2016
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v22i60.1448

Abstract

AbstrakPada era milenium ini, ketergantungan individu pada gadget semakin meningkat. Seringkali terlihat di artikel yang menunjukkan bahwa aktivitas menggunakan gadget berpengaruh pada angka kejadian kelainan refraksi. Pemakaian gadget juga sering dikaitkan dengan munculnya keluhan pada mata seperti mata lelah, kering dan berair. Hal ini yang membuat penulis mulai berpikir bahwa sumber angka kejadian kelainan refraksi dan munculnya keluhan pada mata kemungkinan disebabkan oleh aktivitas melihat gadget yang tinggi. Metode pengambilan sampel dari penelitian ini adalah convenience sampling dan menggunakan analisis univariat menggunakan program SPSS 16. Hasil penelitian dari 106 responden terdiri dari 65 orang yang mengalami kelainan refraksi dan 41 orang yang tidak mengalami kelainan refraksi. Keluhan terbanyak yang dikeluhkan adalah mata lelah dan gatal. Aktivitas responden dalam melihat gadget cukup tinggi, yakni rata- rata 4-6 jam per hari. Didapatkan pada pemakaian gadget lebih dari dua jam, angka kejadian kelainan refraksi lebih tinggi dibandingkan jumlah responden yang tidak memiliki kelainan refraksi. Kata kunci : gadget, kelainan refraksi, mata AbstractAt the time of this millennium era, the individual dependence on gadgets is increasing. We often see articles that show that the activity of using the gadget effect on incidence of refractive errors. The use of the gadget is also often associated with the emergence of eye complaints such as eye fatigue, dryness and poignant. This makes the author began to think that the source of the prevalence of refractive errors and the emergence of complaint to the eye may be caused by high activity of using gadget. Sampling method of this study is convenient sampling and using univariate analysis using SPSS 16. The results of the 106 students made up of 65 people who have refractive errors and 41 people who had not had refractive errors. Time spent in using gadget among students is categorized as  high, approximately  4-6  hours  each day. Obtained on the  use  of gadgets over  2 hours, the prevalence of refractive errors is higher than the number of students who do not have refractive errors. Keywords: gadget, refractive errors, eyes
Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Menjaga Kebersihan Organ Genitalia Eksterna terhadap Kejadian Keputihan Abnormal pada Siswi Mts. Al-Gaotsiyah, Jakarta Barat Yudanti Abigail Tranggono; Susanty Dewi Winata; Wiwi Kertadjaya
Jurnal Kedokteran Meditek VOL. 23 NO. 63 JULI-SEPTEMBER 2017
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v23i63.1563

Abstract

Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi, dan prosesnya. Kesehatan reproduksi berkaitan dengan kebersihan organnya. Salah satu keluhan klinis dari infeksi atau keadaan abnormal alat kelamin tersebut adalah keputihan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku menjaga kebersihan organ genitalia eksterna terhadap kejadian keputihan abnormal pada siswi MTs. Al- Gaotsiyah Jakarta Barat. Hasil penelitian menunjukkan dari 120 responden terdapat 92 responden (76.7%) yang memiliki pengetahuan buruk, 75 responden (62.5%) yang memiliki sikap buruk, 84 responden (70%) memiliki perilaku buruk, sedangkan kejadian keputihan tidak normal sebanyak 65 responden (54.2%). Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pelayanan kesehatan, agar mengadakan kegiatan penyuluhan mengenai kesehatan organ reproduksi, dan bagi sekolah agar memberikan pembelajaran singkat mengenai kesehatan organ reproduksi guna meningkatkan pengetahuan dan kesadaran remaja tentang pentingnya menjaga kebersihan daerah genital, dan memberi tahu bagaimana cara-cara membersihkan daerah genital dengan baik dan benar.Kata kunci: Kesehatan reproduksi, keputihan, pengetahuan, sikap, perilaku
Hubungan Kebiasaan Mengonsumsi Makanan Cepat Saji dengan Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida Angkatan 2016 Periode September 2017 Vina Cyrilla; Gracia JMT Winaktu; Susanty Dewi Winata
Jurnal Kedokteran Meditek VOL. 24 NO. 65 JANUARI-MARET 2018
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v24i65.1653

Abstract

Globalization and urbanization have a considerable impact in eating habits. These have caused many people eat fast food which contains high calories and low nutrition. Eating fast food has become a risk factor for obesity. This study was a cross-sectional analytics study which was conducted in September 2017. Subjects of 85 active students of the 2016 batch from faculty of medicine Ukrida were selected by a simple random sampling. The study found that among the surveyed students, 37.6% rarely ate fast food, whereas 62.4% usually ate fast food. The chi-square analysis obtained a p value of 0.000 which indicated that there was a relationship between fast food consumption habit with Body Mass Index. It was also found that age and gender didn’t have relationship with Body Mass Index.Keywords: habit of consumption, fast food, body mass index
Hubungan Kerja Gilir dan Faktor-Faktor Lain dengan Insomnia pada Pekerja Laki-Laki di Pabrik Sepatu PT X, Tangerang Susanty Dewi Winata
Jurnal Kedokteran Meditek VOL. 24 NO. 66 APRIL-JUNI 2018
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v24i66.1656

Abstract

Kerja gilir telah lama diterapkan pada beberapa sektor pekerjaan yang mengharuskan beroperasi selama 24 jam. Berbagai masalah kesehatan  telah diketahui sebagai akibat dari kerja gilir dan salah satunya adalah gangguan tidur atau insomnia. Insomnia pada pekerja pabrik yang menjalani kerja gilir dapat mengganggu kerja dan dapat menurunkan produktivitas. Sebanyak 202 pekerja laki-laki pabrik sepatu di Tangerang menjadi responden penelitian yang menggunakan metode comparative cross sectional. Informasi diperoleh dengan mewawancarai semua responden. Diagnosis insomnia didapatkan melalui pengisian kuesioner Insomnia Rating Scale.  Dari 202 responden yang terdiri atas 101 orang kerja gilir dan 101 orang yang tidak kerja gilir didapatkan perbandingan  prevalensi insomnia pada kerja gilir sebesar 63,4% dan pada tidak kerja gilir 23,8%. Kerja gilir mempunyai risiko 6,65 kali lebih besar untuk terjadinya insomnia dibandingkan dengan yang tidak kerja gilir. Faktor risiko insomnia lainnya adalah umur 40 tahun atau lebih (OR=3,38), waktu merokok tiga jam atau kurang sebelum tidur (OR = 9,33), dan lingkungan tidur yang tidak nyaman. (OR = 4,00). Terdapat hubungan antara kerja gilir, umur, merokok, dan lingkungan tidur dengan terjadinya insomnia.Kata kunci: kerja gilir, insomnia,umur, merokok, lingkungan tidur