Campur kode memang sering terjadi pada kegiatan pembelajaran di sekolah. Begitu pula dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Ketika menjelaskan materi, guru bahasa Indonesia tidak akan mungkin menggunakan bahasa Indonesia secara penuh, melainkan mereka sesekali akan menggunakan Bahasa Bali dalam menjelaskan materi, sehingga terjadilah campur kode dalam bahasa Indonesia. Secara teori dinyatakan bahwa apabila dalam berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia, maka kita penutur tidak diperkenankan untuk menggunakan unsur bahasa daerah, maupun unsur bahasa asing. Dengan demikian, barulah seorang penurut bahasa Indonesia dapat dikatakan sebagai penutur dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar (Baku). Oleh karena itu, penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk campur kode yang dilakukan oleh guru bahasa Indonesia dalam kegiatan pembelajaran, untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya campur kode tersebut, dan untuk mengetahui apakah campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat dibenarkan. Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian kualitatif, dengan pendekatan empiris. Subjek dalam penelitian ini adalah guru bahasa Indonesia yang mengajar di SMK N 1 Abang. Kemudian, metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah observasi, wawancara, dan studi kepustakaan dengan teknis analisis data melalui reduksi, klasifikasi, display, dan interpretasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, semua guru masih melakukan campur kode ke dalam dan keluar. Kedua, penyebab terjadinya campur kode itu adalah ketidaksengajaan/kebiasaan, penegasan maksud komunikasi, internasionalisasi, promosi bahasa, keanekaragaman suku/etnik, peran atau penutur, dan ragam bahasa (kedwibahasaan). Ketiga, jika berbicara mengenai campur kode itu dapat benarkan atau salah, maka jawabannya adalah tergantung konteks dan tujuan penggunaannya. Apabila campur kode itu dipakai dalam proses pembelajaran dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman siswa, maka campur kode itu dapat dibenarkan. Namun, jika kata sisipan yang menyebabkan terjadinya campur kode itu penggunaannya tidak tepat atau kata tersebut sudah memiliki padanan kata dalam bahasa yang digunakan dalam komunikasi, maka jelas campur kode itu tidak dibenarkan. Berdasarkan hasil tersebut peneliti merumuskan beberapa saran, di antaranya, untuk lembaga pencetak tenaga guru bahasa Indonesia tentunya harus selalu mengembangkan kazanah pengetahuan dalam bidang materi campur kode, ahasiswa calon guru bahasa Indonesia, hendaknya harus mengetahui dan mempelajari campur kode, guru bahasa Indonesia wajib mengetahui campur kode, karena terkadang suatu materi pelajaran lebih mudah dipahami jika campur kode dalam komunikasi dimunculkan, dan peneliti lain diharapkan terus mengadakan penelitian-penelitian sejenis, sehingga pengetahuan tentang campur kode bisa terus dikembangkan.