Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

HUBUNGAN FAKTOR INSTRUMENTAL DENGAN HASIL BELAJAR SEMESTER GANJIL SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 4 TAMBUN SELATAN TAHUN 2016 Dwi Juwita, Sinta; Yuanti, Yocki; Raharja, Mugia Bayu; Daniah, Daniah
Journals of Ners Community Vol 13 No 3 (2022): Journals of Ners Community
Publisher : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Gresik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55129/jnerscommunity.v13i1.1757

Abstract

Hasil belajar merupakan gambaran tentang bagaimana siswa memahami materi yang disampaikan oleh guru. Hasil belajar merupakan output nilai yang berbentuk angka atau huruf yang didapat siswa setelah menerima materi pembelajaran melalui sebuah tes atau ujian yang disampaikan guru. Data dari studi pendahuluan yang dilakukan di SMAN 4 Tambun Selatan masih didapat 60% siswa kelas XI yang memiliki hasil belajar rendah pada UTS Semester Ganjil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor instrumental dengan hasil belajar semester ganjil siswa kelas XI di SMAN 4 Tambun Selatan Tahun 2016. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan metode analitik menggunakan desain penelitian cross-sectional. Adapun populasi dari penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas XI di SMAN 4 Tambun Selatan sejumlah 362 siswa dan sampel penelitian yaitu sebagian dari siswa kelas XI yang telah dihitung menggunakan rumus slovin didapatkan sebanyak 190 siswa. Uji statistik Chi-Square didapat hasil analisa univariat, (56,3%) siswa/i kelas XI yang memiliki hasil belajar rendah. Analisa bivariat di dapatkan hasil bahwa ada hubungan yang bermakna antara bahan ajar (p=0,020), metode mengajar (p=0,037) dengan hasil belajar siswa/i kelas XI karena nilai P-value < α dan tidak ada hubungan yang bermakna antara pemanfaatan sarana dan fasilitas (p=0,414) dengan hasil belajar siswa/i kelas XI, karena nilai P-value > α. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara bahan ajar dan metode mengajar dengan hasil belajar siswa/siswi kelas XI di SMAN 4 Tambun Selatan tahun 2016. Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa/siswi SMAN 4 Tambun Selatan dan dijadikan bahan masukan bagi peneliti selanjutnya, serta menjadi bahan evaluasi bagi pihak sekolah untuk lebih memperhatikan bahan ajar yang digunakan dan metode mengajar yang dipakai dengan kesesuaian tujuan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa/siswi.
Application of Walimah Infiṣal According to Islamic Law Hamdani, Fahmi Fatwa Rosyadi Satria; Daniah, Daniah; Yunus, Muhammad; Maricar, Hudzaifah Muhammad
At-Taqaddum Vol. 14 No. 1 (2022)
Publisher : Quality Assurance Institute (LPM) State Islamic University Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/at.v14i1.20353

Abstract

At weddings, after the marriage contract is carried out, Muslims are encouraged to hold a walimatul 'ursy, or what is also known as a banquet. In holding a walimatul 'ursy, there are procedures so that it is by Islamic law. In Islam, it has been regulated that the lives of men and women are separate, meaning that no mixing (ikhțilat) is permitted, and it has been explained in the Al-Qur'an and hadith regarding the harm that occurs if you give khțilat. It must also be applied during the walimatul 'ursy. The separation between men and women in the walimatul 'ursy is called walimah infiṣal. This research aims to find out the views of Islamic law regarding walimah infiṣal. This research uses qualitative methods with a case study approach, and the researcher took four wedding organizers from the PANATACARA organization in Bandung City for research. The research results show that the implementation of walimah infiṣal is highly recommended to avoid mixing between men and women who are not mahram. This is carried out in three ways, namely separating the aisle, separating guests, and separating the food buffet between men and women.At weddings, after the marriage contract is carried out, Muslims are encouraged to hold a walimatul 'ursy, or what is also known as a banquet. In holding a walimatul 'ursy, there are procedures so that it is by Islamic law. In Islam, it has been regulated that the lives of men and women are separate, meaning that no mixing (ikhțilat) is permitted, and it has been explained in the Al-Qur'an and hadith regarding the harm that occurs if you give khțilat. It must also be applied during the walimatul 'ursy. The separation between men and women in the walimatul 'ursy is called walimah infiṣal. This research aims to find out the views of Islamic law regarding walimah infiṣal. This research uses qualitative methods with a case study approach, and the researcher took four wedding organizers from the PANATACARA organization in Bandung City for research. The research results show that the implementation of walimah infiṣal is highly recommended to avoid mixing between men and women who are not mahram. This is carried out in three ways, namely separating the aisle, separating guests, and separating the food buffet between men and women.
Optimalisasi Pemberdayaan Kader dalam Implementasi Pola Asuh Ibu yang Mempunyai Baduta dalam Penurunan Stunting Daniah, Daniah; Sabaruddin, Erny Elviany; Aini, Nur; Herawati, Yulia
Jurnal Kreativitas Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Vol 7, No 3 (2024): Volume 7 No 3 2024
Publisher : Universitas Malahayati Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jkpm.v7i2.13185

Abstract

ABSTRAK Saat ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengestimasikan prevalensi balita kerdil (stunting) di seluruh dunia sebesar 22 % persen atau sebanyak 149,2 juta pada 2020. Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Salah satu masalah kesehatan terkait pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia balita yang dapat menimbulkan dampak buruk dalam jangka pendek maupun jangka panjang adalah stunting. Adapun dampak jangka panjang yang kemungkinan dialami yaitu gangguan kongnitif, kesulitan belajar, rentan mengalami penyakit tidak menular, kekebalan tubuh lebih rendah, dan performan rendah. Proses seorang anak bertubuh pendek (kegagalan pertumbuhan) dapat dimulai sejak masa janin hingga usia 2 tahun. Ketika sudah lewat usia 2 tahun, akan lebih sulit untuk memperbaiki gangguan pertumbuhan. Tujuannya adalah mengoptimalkan kader dalam penanganan stunting pada ibu yang yang mempunyai baduta stunting. Metode Kegiatan pengabdian masyarakat ini menggunakan metode pendekatan  kerjasama antara Kepala Desa dengan Puskesmas setempat, dengan memberikan edukasi dalam penanganan baduta stunting kepada kader dan ibu yang memiliki baduta , serta mengajarkan aplikasi untuk mengecek pertumbuhan baduta dengan pengukuran BB dan tinggi badan dalam penurunan stunting . Hasil Pengabdian kepada masyarakat ini berdasarkan tingkat pengetahuan kader tentang stunting rata-rata 71% dalam kategori sedang, tingkat pengetahuan tentang makanan pendamping ASI pada balita rata-rata dalam kategori cukup 75%. Sedangkan pengetahuan terhadap pola asuh ibu yang mempunyai baduta nilai rata-rata 65 termasuk dalam kategori kurang. Berdasarkan  distribusi stunting berdasarkan usia ibu adalah usia20 -35 sebesar 58,82% dan usia  35 sebesar  41, 18 %. Berdasarkan distibusi stunting berdasarkan usia baduta adalah usia 24 bulan sebesar  29,41 , usia 12 – 23 bulan sebesar 35,29%, usia 6- 11 bulan sebesar  35,29 %. Distribusi stunting berdasarkan jenis kelamin baduta adalah jenis kelamin laki-laki sebesar  41,18 % dan perempuan sebesar 58,82%. Kesimpulan dalam pengabdian kepada masyarakat ini adalah masih kurang optimalnya kader dalam pendampingan ibu yang memiliki baduta stunting,  pengetahuan kader dalam penanganan stunting juga masih belum baik. Kata Kunci: Stunting, Baduta, Kader  ABSTRACT Currently, the World Health Organization (WHO) estimates the prevalence of stunting worldwide at 22% percent or 149.2 million by 2020. The incidence of short toddlers or commonly referred to as stunting is one of the nutritional problems experienced by toddlers in the world today. One of the health problems related to growth and development in children under five years of age that can have adverse effects in the short and long term is stunting. The long-term impacts that may be experienced are congnitive disorders, learning difficulties, susceptibility to non-communicable diseases, lower immunity, and low performance. The process of a child being stunted (growth failure) can start from the fetal period until the age of 2 years. Once past the age of 2 years, it is more difficult to correct growth disorders. The goal is to optimize cadres in handling stunting in mothers who have stunted children. Methods This community service activity uses a collaborative approach between the Village Head and the local Puskesmas, by providing education in handling stunting to cadres and mothers who have stunted children, and teaching applications to check the growth of children with weight and height measurements in reducing stunting. The results of this community service are based on the level of knowledge of cadres about stunting on average 71% in the moderate category, the level of knowledge about complementary foods for toddlers on average in the moderate category 75%. While knowledge of parenting patterns of mothers who have under-fives, the average value of 65 is included in the category of less. Based on the distribution of stunting based on the age of the mother is age 20-35 by 58.82% and age 35 by 41, 18%. Based on the distribution of stunting based on the age of the baby, the age of 24 months was 29.41%, the age of 12-23 months was 35.29%, the age of 6-11 months was 35.29%. The distribution of stunting based on the sex of the under-five children was male by 41.18% and female by 58.82%. The conclusion in this community service is that the cadres are still less than optimal in assisting mothers who have stunted infants, the knowledge of cadres in handling stunting is also still not good. Keywords: Stunting, Baduta, Cadres