Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

Chuugi Bushido Value in Animation Movie “Sengoku Musou” by Kojin Ochi Wardana, Ruditya Yogi; Rahayu, Ely Triasih; Firmansyah, Dian Bayu; Hartati, Hartati
JAPANEDU: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Bahasa Jepang Vol 5, No 1 (2020): JAPANEDU Volume 5 Issue 1, June 2020
Publisher : Universitas Pendidikan Indonesia (Indonesia University of Education)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/japanedu.v5i1.23246

Abstract

This research was based on one of the most popular Japanese cultural value called Bushido, especially chuugi value in Sengoku Musou animated film by Kojin Ochi. The purposes of this research were: 1) Describing the implementation of chuugi value in bushido, 2) Describing the act of chuugi, and 3) Describing the act that deviate from chuugi. The method used in this research was a qualitative research method. The results of this study showed that there were 20 acts of chuugi and 5 acts that deviate from chuugi in Sengoku Musou animated film. Moreover, this research indicated that the act of chuugi can be motivated by several factors such as the aspect of obedience with orders, the desire to stay together, and the will to sacrifice everything for their master. On the other hand, the deviation of chuugi were occurred because of economic factor, depression factor, psychopathic factor, seeking a target for disappointment factor, and opposing social bonding factor
PEMBENTUKAN MAKNA JUKUGO DALAM TERMINOLOGI PERDAGANGAN JEPANG Nisa, Nurul Alviatin; Rahayu, Ely Triasih; Suryadi, Yudi
Jurnal Pendidikan Bahasa Jepang Undiksha Vol 7, No 3 (2021)
Publisher : Undiksha Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jpbj.v7i3.37550

Abstract

Penelitian ini mengkaji pembentukan makna jukugo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan hubungan makna antar kanji pembentuk jukugo dan pembentukan makna kanji jukugo dalam terminologi perdagangan Jepang. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik simak catat. Teknik analisis data dilakukan menggunakan teknik perluas. Sumber data penelitian ini berupa 12 artikel koran daring Nikkei dan dalam 12 artikel tersebut ditemukan 18 data. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari semua kata yang ditemukan makna kanji yang membentuk jukugo semuanya berkaitan dengan makna yang terdapat dalam kamus, dan ditemukan; 1) dua jukugo dengan makna kanji pembentuknya sama atau hampir sama, 2) dua jukugo dengan dua kanji yang memiliki arti berlawanan, 3) tiga belas jukugo yang terdiri dari dua kanji dengan kanji pertama menerangkan kanji, dan 4) satu jukugo yang kanji kedua berfungsi melengkapi atau mempertegas kanji pertama.
PEMBENTUKAN MAKNA JUKUGO DALAM TERMINOLOGI PERDAGANGAN JEPANG Nurul Alviatin Nisa; Ely Triasih Rahayu; Yudi Suryadi
Jurnal Pendidikan Bahasa Jepang Undiksha Vol. 7 No. 3 (2021)
Publisher : Undiksha Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jpbj.v7i3.37550

Abstract

Penelitian ini mengkaji pembentukan makna jukugo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan hubungan makna antar kanji pembentuk jukugo dan pembentukan makna kanji jukugo dalam terminologi perdagangan Jepang. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik simak catat. Teknik analisis data dilakukan menggunakan teknik perluas. Sumber data penelitian ini berupa 12 artikel koran daring Nikkei dan dalam 12 artikel tersebut ditemukan 18 data. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari semua kata yang ditemukan makna kanji yang membentuk jukugo semuanya berkaitan dengan makna yang terdapat dalam kamus, dan ditemukan; 1) dua jukugo dengan makna kanji pembentuknya sama atau hampir sama, 2) dua jukugo dengan dua kanji yang memiliki arti berlawanan, 3) tiga belas jukugo yang terdiri dari dua kanji dengan kanji pertama menerangkan kanji, dan 4) satu jukugo yang kanji kedua berfungsi melengkapi atau mempertegas kanji pertama.
Pengaruh Lintas Budaya Tingkat Tutur Hormat Keigo melalui Media Sosial antara Driver Guide dan Wisatawan Jepang di Bali Anak Agung Ayu Dian Andriyani; Djatmika Djatmika; Sumarlam Sumarlam; Ely Triasih Rahayu
MOZAIK HUMANIORA Vol. 19 No. 1 (2019): MOZAIK HUMANIORA VOL. 19 NO. 1
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (878.382 KB) | DOI: 10.20473/mozaik.v19i1.11976

Abstract

Penggunaan tingkat tutur hormat keigo wajib digunakan dalam bisnis Jepang, salah satunya domain pariwisata, ketika berkomunikasi melalui media online, yaitu media sosial. Penelitian ini berfokus pada penggunaan keigo dari driver guide ketika berkomunikasi dengan wisatawan Jepang melalui media sosial. Penelitian kualitatif ini dilakukan di Kabupaten Badung dan Gianyar karena mempertimbangkan intensitas kunjungan wisatawan Jepang lebih tinggi dibandingkan kabupaten lainnya di Bali, sehingga banyak masyarakat bekerja dalam domain pariwisata, salah satunya berprofesi sebagai driver guide. Teknik pengumpulan data yaitu menyimak, mencatat interaksi driver guide, serta didukung teknik wawancara mendalam. Data dalam bentuk tertulis melalui media sosial, yaitu Whatshapp, Line, dan Instagram. Berdasarkan analisis domain, taksonomi, komponensial, dan analisis tema budaya, dengan mempertimbangkan kekuasaan, jarak sosial, tingkat pembebanan, dan situasi. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan keigo dari driver guide tidak konsisiten karena ditemukan kekeliruan dalam menggunaan keigo dan bentuk futsuugo pada bahasa tulis di media sosial. Driver guide masih belum memahami pola interaksi melalui media online yang berbeda dengan komunikasi lisan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor lintas budaya pada bahasa, sistem kelompok berdasarkan pada konsep uchisoto, sistem komunikasi dan struktur kalimat yang berbeda dengan bahasa Indonesia. Namun, meskipun kemampuan berbahasa Jepang secara tertulis sangat kurang, driver guide mampu memberikan pelayanan informasi secara positif melalui media online sebagai bentuk layanan jasa serta sikap ramah ketika merespons pertanyaan melalui media sosial yang digunakan sebagai alat komunikasi, sehingga komunikasi dapat berjalan baik. Temuan ini dapat dijadikan evaluasi bagi driver guide untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Jepang, khususnya berkomunikasi menggunakan bahasa tulis melalui penyuluhan dari Dinas Pariwisata Bali.
Tata Kelola Pramuwisata Khusus Sebagai Bentuk Pelibatan Masyarakat Lokal Ely Triasih Rahayu; Bagus Reza Hariyadi; Hartati Hartati; Anggita Stovia; Anak Agung Ayu Dian Andriyani
JPKMI (Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Indonesia) Vol 2, No 3: Agustus (2021)
Publisher : ICSE (Institute of Computer Science and Engineering)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36596/jpkmi.v2i3.228

Abstract

Abstrak: Adanya regulasi Dinas Pariwisata Propinsi Bali mengenai kebijakan pengkategorian pramuwisata umum dan khusus menimbulkan permasalahan baru. Permasalahan yang muncul adalah makin berkembangnya pramuwisata ilegal (non formal) yang tidak memiliki Kartu Tanda Pengenal Pramuwisata (KTPP). Pramuwisata illegal tidak hanya dilakukan oleh orang Indonesia yang memiliki kemampuan berbahasa asing, tetapi juga dilakukan oleh wisatawan asing yang sudah mengenal pariwisata Bali karena sering melakukan kunjungan ke Bali. Permasalahan yang lain adalah tidak adanya pelimpahan tugas dari pramuwisata umum ke khusus. Pramuwisata umum di Bali adalah pramuwisata yang bekerja di tingkat provinsi, sedangkan pramuwisata khusus adalah pramuwisata yang bekerja di daerah tujuan wisata di tingkat kabupaten. Penyebab permasalahan ini karena tidak adanya regulasi yang berupa peraturan Bupati untuk mengatur pramuwisata khusus. Di Bali terdapat Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2016 yang mengatur pramuwisata secara umum, tetapi di tingkat kabupaten belum dilakukan kajian pramuwisata khusus sehingga pembagian kerja antara pramuwisata umum dan khusus tidak jelas. Ketidakjelasan inilah yang menyebabkan banyak permasalahan yang muncul terutama di daerah tujuan wisata tingkat kabupaten. Tim Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) melakukan pengabdian di kabupaten Bangli dengan pertimbangan bahwa kabupaten ini merupakan salah satu kabupaten yang memiliki kontribusi besar bagi income daerah pada sektor pariwisata. Kabupaten Bangli merupakan salah satu kabupaten yang siap menelaah Peraturan Daerah nomor 5 tahun 2016 tersebut untuk dapat diturunkan menjadi peraturan Bupati Bangli mengenai tata kelola pramuwisata khsusus. Tujuan PKM ini adalah untuk mengiventarisir ecxiting codition dikaitkan dengan permasalahan yang ada. Hasil dari iventarisir ini dijadikan dasar pembuatan model tata kelola pramuwisata khusus. Model tata kelola pramuwisata diusulkan kepada Bupati Bangli sebagai dasar pembuatan peraturan Bupati tentang pramuwisata khusus.Abstract: The regulation issued by the Bali Province Tourism Office on policy related to the categorization of both general and special tour guides resulted in new problems. The arising problems included the recently growing illegal (non-formal) tour guides without Tour Guide Identity Card. Illegal Tour guides were not only performed by the Indonesia people with foreign language competencies but also foreigners familiar with Bali tourism and frequently visited Bali. The other problem was related to the entrustments from the general to the special tour guides. The general tour guides in Bali are those working at the provincial level, while special tour guides are those working in the tourism destinations at regency level. These arising problems were due to the inexistence of regulation in the form of Regent Regulation to regulate the special tour guides. The Regional Regulation No. 5 Year 2016 only regulates the general tour guides, yet the special tour guides have not been discussed, thus, there is no clear division of duties for the general and special tour guides in Bali and results in various problems in the tourism destinations at regency level. The Community Service Team has made various community services in Bangli Regency by considering that this regency has a great contribution to its regional income, especially in tourism sector. Bangli is a regency which is ready to review and downgrade the Regional Regulation No. 5 Year 2016 into Bangli Regent Regulation on Special Tour Guide Management. The purpose of this community service is to inventory the existing problems, formulate a special tour guide management model, and propose the model to the Bangli Regency as a basic reference in formulating the Regent Regulation on Special Tour Guides.
Pelatihan Berkomunikasi Lisan Melalui Tata Bahasa Jepang bagi Pemandu Wisata Khusus di Kabupaten Bangli Anak Agung Ayu Dian Andriyani; Ely Triasih Rahayu; Hartati Hartati; I Dewa Ayu Devi Maharani Santika
JPKMI (Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Indonesia) Vol 2, No 4: November (2021)
Publisher : ICSE (Institute of Computer Science and Engineering)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36596/jpkmi.v2i4.280

Abstract

Abstrak: Kegiatan pengabdian dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Jepang bagi pemandu wisata di Kabupaten Bangli. Kurangnya kemampuan berkomunikasi lisan menggunakan bahasa Jepang, disebabkan karena pemandu wisata khusus belajar secara otodidak.. Hal ini sangat berdampak pada kualitas interaksi dengan wisatawan. Pentingnya dosen dan mahasiswa mengimplementasikan perannya berdasarkan pada Tri darma perguruan tinggi sehingga diadakan kegiatan pengabdian di Kabupateng Bangli dengan tujuan agar pemandu wisata khusus mampu berkomunikasi sesuai tata bahasa Jepang, sehingga dapat memberikan pelayanaan jasa yang sesuai dengan harapan wisatawan Jepang. Pada masa pandemi COVID-19, metode yang digunakan saat kegiatan pelatihan dilakukan secara dua arah sehingga terjalin komunikasi yang baik. Kegiatan pengabdian dilakukan secara daring menggunakan aplikasi Zoom. Meskipun tidak dilaksanakan tatap muka, namun pemandu wisatawan khusus sangat antusias mengikuti kegiatan pelatihan selama enam bulan yang dilaksanakan setiap hari minggu dengan dua sesi pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan kehadiran peserta dari berbagai kelompok sadar wisata di kabupaten Bangli dengan usia yang bervariasi tetap tekun mengikuti pelatihan sampai akhir. Hasil dari pelatihan ini memberikan suatu perubahan cara berkomunikasi pemandu wisata khusus dalam menggunakan tata bahasa Jepang dengan cepat dan tepat. Dampak yang telah dirasakan oleh pemandu wisata khusus adalah munculnya rasa percaya diri yang tinggi saat berkomunikasi karena telah memahami tata bahasa yang tepat sehingga maksud dapat tersampaikan dengan baik dan dapat mengimplementasikan etika berkomunikasi lisan menurut budaya masyarakat Jepang.Abstract: Grammar is a basic reference for foreign language learners to communicate orally properly and correctly. The lack of oral communication skills using a foreign language, namely Japanese, is caused by most of the tour guides learning Japanese on a self-taught basis, so that the understanding of the importance of applying grammar in communicating is minimal. This greatly impacts the quality of interaction with tourists. Due to the importance of lecturers and students implementing their roles based on the Tri dharma of higher education, community service activity were held in Bangli Regency with the aim that the special tour guides were able to communicate in accordance with Japanese grammar, so that they could provide services that were in line with the expectations of Japanese tourists. During the pandemic, service activities can be carried out online using the Zoom application. Although it is not carried out face-to-face, the special tourist guides are very enthusiastic about participating in the six-month training activities which are held every Sunday with two learning sessions. This is evidenced by the presence of participants from various tourism-aware groups in Bangli district in varying age ranges. They persisted in following the training until the end. Teaching modules that are arranged according to needs provide a change for tour guides in communicating using the right Japanese language. This condition is evidenced by the ability to answer questions and make sentences that are in accordance with grammar for the beginner level. By understanding proper grammar, messages can be conveyed properly and can implement oral communication ethics based on Japanese culture.
Makna Mitos Pada Karakter Hewan Dalam Film Mononoke Hime Rizka Anindita; Ely Triasih Rahayu; Diana Puspitasari
Jurnal Sakura : Sastra, Bahasa, Kebudayaan dan Pranata Jepang Vol 4 No 1 (2022)
Publisher : Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JS.2022.v04.i01.p11

Abstract

The objective of this study was to describe the meaning contained in the animal characters in the Mononoke Hime movie and then correlated it to Japanese folklore. Type of this study was descriptive qualitative. The data collection technique used was the note taking technique. The researcher watched the Mononoke Hime movie and recorded dialogues related to the study theme. The data analysis technique was conducted by analyzing the dialogues in the Mononoke Hime movie related to the meaning of animals based on Ronald Barthes' semiotic concept. The results of this study showed that there were 4 animal characters that contained mythical meanings based on the analysis of the Mononoke Hime movie and the Youkai reference book. The results of this study showed 4 animals found in the data source, namely deer, wolf, boar and monkey. Each animal had the following characters; The God of deer had the meaning of regulator of living things’s lives in the forest, the god of wolf and the god of boar had the meaning of protecting the forest, and the god of monkey had the meaning of fertility by caring for the god of deer’s forest.
Struktur dan Makna Tarian Yosakoi Yussy Talitha Khairunnisa; Ely Triasih Rahayu; Muammar Kadafi
Jurnal Sakura : Sastra, Bahasa, Kebudayaan dan Pranata Jepang Vol 4 No 1 (2022)
Publisher : Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JS.2022.v04.i01.p10

Abstract

The purpose of this study was to determine the structure and meaning of movements contained in the yosakoi dance. The yosakoi dance is a traditional dance that was first introduced in 1954 in Kochi prefecture. The kochi yosakoi dance was first performed in a summer festival, with the basic dance was called seicho. Seicho yosakoi is danced with the yosakoi naruko odori song and uses a musical instrument called naruko. Besides at Kochi prefecture, yosakoi also has expanded to the Hokkaido area. Yosakoi dance in Hokkaido is known as yosakoi soran. Yosakoi soran was first created by Hasegawa Gaku in 1992. Different from kochi yosakoi, yosakoi soran was first introduced with the traditional song soran bushi. The type of this study was descriptive qualitative. The data source of this study was the movement of yosakoi dancers, namely the Iroha and Yuujou Taiko groups. The method of this study used literature study, observation and interview. The data analysis technique was conducted by analyzing the movement structure and meaning of the seicho and soran bushi dances based on the semiotic concept of Roland Barthes. The results of this study showed that there were 5 movement structures in the seicho yosakoi dance that contained connotative meanings, and there were 14 movement structures in the soran bushi dance. The conclusion from the structure and meaning of these two dances are that they only have connotative meanings. In the seicho dance, it contains the meaning of an invitation for people to come and have fun during the summer at the yosakoi festival. While in soran bushi, this dance has the meaning of describing how fishermen go to sea to catch fish.
Pandangan Dunia Pengarang dalam Novel 1Q84 Karya Murakami Mohammad Rizky Afrillah; Ely Triasih Rahayu; Dian Bayu Firmansyah; Eko Kurniawan
J-Litera: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra dan Budaya Jepang Vol 1 No 1 (2019): November 2019
Publisher : Program Studi Sastra Jepang, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (905.898 KB) | DOI: 10.20884/1.jlitera.2019.1.1.2089

Abstract

This researches disscuses author’s world view in 1Q84, a novel by Haruki Murakami using Goldmann genetic structuralism analyses. The purpose of this researches is author world views in that novel. Research method being used is descriptive qualitative. Data collect method being used are “Simak catat” technique and also library research technique. The result of this research shown that Murakami’s world views that he expressed in this novel is negative views about religious people.
Penggunaan Na-Keiyoushi dalam lagu L'Arc en Ciel Album True Agus Fajar Mauludin; Ely Triasih Rahayu; Anggita Stovia
J-Litera: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra dan Budaya Jepang Vol 3 No 1 (2021): May, 2021
Publisher : Program Studi Sastra Jepang, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.jlitera.2021.3.1.3923

Abstract

Penelitian ini berjudul “Penggunaan Na-Keiyoushi dalam Lagu L’Arc en Ciel Album True”. Tujuanya adalah untuk mendeskripsikan pembentukan dan makna na-keiyoushi yang terdapat pada lirik lagu L’Arc en Ciel dalam album True. Teori yang digunakan yaitu adjektiva ~na (na-keiyoushi), morfologi, dan semantik. Data penelitian berupa penggalan lirik lagu dari 7 lagu yang digunakan sebagai sumber data. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik simak catat. Berdasarkan hasil analisis terhadap 17 data ditemukan: 1) Klasifikasi adjektiva ~na berdasarkan bentuk terdiri atas 3 (tiga) klasifikasi yaitu : a) “Adjektiva ~na yang diikuti kopula (shuushikei)” (2 data), b) “Adjektiva ~na yang menerangkan verba (renyoukei)” (2 data), dan 3) “Adjektiva ~na yang menerangkan nomina (rentaikei)” (13 data) ; 2) Klasifikasi adjektiva ~na berdasarkan maknanya, terdiri atas penelitian ini, adalah a) Menyatakan kondisi fisik, b) Menyatakan sifat manusia, c) Menyatakan kondisi suatu tempat, d) Menyatakan perasaan, e) Menyatakan kondisi alam, f) Menyatakan waktu, dan g) Menyatakan kondisi benda. Data yang paling banyak muncul adalah bentuk rentaikei yang bermakna menyatakan perasaan. Berdasarkah hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam lirik lagu adjektiva ~na digunakan untuk menyatakan perasaan.