HMS Chandra Kusuma
Divisi Respirologi-Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya/Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang, Indonesia

Published : 14 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Efek Pemberian Imunoterapi, Probiotik, Nigella sativa terhadap Th17, Neutrofil, dan Skoring Asma Muhyi, Annisa; Barlianto, Wisnu; Kusuma, HMS Chandra
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 28, No 4 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (713.816 KB) | DOI: 10.21776/ub.jkb.2015.028.04.14

Abstract

Peran Th17 dalam patogenesis asma dan imunoterapi menjadi konsep dan paradigma terbaru. Imunoterapi merupakan salah satu manajemen di dalam asma dan memerlukan waktu yang lama sehingga sering mengakibatkan kegagalan terapi. Terapi adjuvant antara lain probiotik dan Nigella sativa diduga dapat meningkatkan efektifitas imunoterapi. Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi efek pemberian imunoterapi, probiotik dan/atau Nigella sativa terhadap jumlah sel Th17, neutrofil dan skoring asma pada anak asma selama imunoterapi fase rumatan. Penelitian dilakukan pada  31 anak yang dikelompokkan secara acak yaitu imunoterapi plus plasebo atau imunoterapi plus Nigella sativa atau imunoterapi plus probiotik atau imunoterapi plus Nigella sativa plus probiotik selama 56 minggu. Pengukuran jumlah sel Th17 dan neutrofil dilakukan menggunakan flowsitometri setelah perlakuan. Asthma Control Test dilakukan untuk mengevaluasi gejala klinis. Data dianalisis menggunakan uji komparasi Anova One Way dan  uji korelasi Pearson. Hasil menunjukkan tidak didapatkan perbedaan yang bermakna jumlah sel Th17 dan neutrophil antara kelompok perlakuan (p-value 0,199 dan 0,326). Asthma control test secara bermakna didapatkan perbedaan antara perlakuan imunoterapi plus probiotik dibandingkan imunoterapi saja. Skoring asma pada kelompok perlakuan imunoterapi plus probiotik adalah yang tertinggi (22,6). Jumlah sel Th17, neutrofil dan ACT menunjukkan hubungan yang lemah dan tidak bermakna secara statistik (r=-0,2) (p= 0,156). Jumlah sel Th17 dan neutrofil tidak didapatkan perbedaan yang bermakna. Skoring asma pada kelompok imunoterapi plus probiotik adalah yang tertinggi. Dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara Th17, neutrofil dan skoring asma.Kata Kunci: Imunoterapi, neutrofil, Nigella sativa, probiotik, sel Th17, skoring asma
Ekspresi IFN-γ dan IL-4 CD4+T Limfosit pada Tuberkulosis Kontak terhadap Antigen 38 Kda Mycobacterium tuberculosis Nugrahani, Iin Trilistiyanti; Kusuma, HMS Chandra; Raras, Tri Yudani Mardining; Arthamin, Maimun Zulhaidah; Astuti, Tri Wahju; Tanoerahardjo, Francisca
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 28, No 4 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jkb.2015.028.04.8

Abstract

Mengendalikan epidemi tuberkulosis pada anak adalah prioritas kesehatan global. Efikasi vaksin Bacillus of Calmette and Guerin (BCG) sangat bervariasi sehingga memerlukan pengembangan vaksin baru. Antigen rekombinan 38 Kda Mycobacterium tuberculosis sebagai kandidat vaksin harus melalui uji imunogenitas. Tujuan studi ini untuk mengidentfikasi apakah antigen  38 Kda dapat menstimuli ekspresi IFN-γ dan IL-4 limfosit TCD4+ pada kultur PBMC anak dengan kontak TB. Studi ini dilakukan pada kultur PBMC dari 8 kontak TB dan 8 anak sehat yang diinduksi oleh antigen 38 Kda (kelompok 1), PPD (kelompok 2) dan tanpa perlakuan (kelompok 3). Ekspresi IFN-γ dan IL-4 limfosit TCD4+ diukur dengan flowcytometry. Rerata kadar IFN-γ untuk kontak TB tertinggi pada kelompok 3 (p=0,76), sedangkan rerata IL-4 tertinggi pada kelompok 2(p=0,68).RerataIFN-γ untukkelompok sehattertinggi pada kelompok3(p=0,78) sedangkanrerata IL-4 tertinggi pada kelompok 2 (p=0,32). Rerata ekspresi IFN-γ dan IL-4 yang diinduksi oleh antigen 38 Kda, masing-masing lebih tinggi pada kontakTB daripada subjek sehat (p=0,62 dan 0,39). Pengaruh respon imun yang protektif ditunjukkan oleh rasio ekspresi IFN-γ dan IL-4 yang lebih dari 1, baik pada kontak TB dan sehat (1,22 dan 1,28). Tidak ada perbedaan signifikan antara perlakuan pemberian antigen38 kDa, PPD dan tanpa perlakuan. Dapat disimpulkan bahwa antigen 38 Kda dapat menstimuli  ekspresi IFN-γ dan IL-4 limfosit TCD4+pada kultur PBMC kontak TB. Kata Kunci: Antigen rekombinan 38 Kda, Mycobacterium tuberculosis, IFN-γ, IL-4, limfositTCD4+
Perbedaan Skor ACT, CD4+CD25+Foxp3treg, CD4+IFN-γ pada Pemberian Imunoterapi, Probiotik dan Nigella Sativa Sumantri, Debby Christinne; Sumarno, Sumarno; Barlianto, Wisnu; Olivianto, Ery; Kusuma, HMS Chandra
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 28, No 4 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jkb.2015.028.04.5

Abstract

Probiotik dan Nigella sativa memiliki efek imunomodulator dan telah banyak banyak dikaji penggunaannya dalam kombinasi dengan imunoterapi asma. Imunoterapi dapat merubah perjalanan alamiah asma yang melibatkan perubahan respon imun Th2 menjadi Th1 dengan peningkatan IFN-γ. Proses tersebut juga berhubungan dengan pembentukan Tregulator, tetapi belum jelas mekanisme mana yang lebih dominan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui perbedaan skor ACT serta jumlah sel CD4+CD25+FoxP3Treg dan CD4+IFN-γ pada anak asma ringan yang mendapat imunoterapi, probiotik dan Nigella sativa. Penelitian dilakukan dengan desain randomized clinical trial posttest only with control pada 32 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dalam 4 kelompok yaitu kelompok A (imunoterapi+plasebo), kelompok B (imunoterapi+Nigella sativa), kelompok C (imunoterapi+probiotik), dan kelompok D (imunoterapi+Nigella sativa+probiotik). Perlakuan diberikan selama 56 minggu (imunoterapi fase induksi 14 minggu dan fase rumatan 42 minggu). Imunoterapi berupa ekstrak house dust mite diberikan subkutan, probiotik berupa Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium lactis, dengan penilaian skoring asma menggunakan Asthma Control Test (ACT). Jumlah sel CD4+CD25+FoxP3+Treg dan CD4+IFN-γ diukur menggunakan flowcytometry. Hasil menunjukkan skor ACT kelompok C lebih tinggi bermakna dibandingkan kelompok A (p=0,04). Jumlah CD4+CD25+FoxP3+Treg paling tinggi pada kelompok D (15,966±9,720) , sedangkan jumlah CD4+IFN-γ paling tinggi pada kelompok C (17,506±11,576), tetapi tidak didapatkan perbedaan bermakna pada jumlah CD4+CD25+FoxP3+Treg (p=0,278) dan CD4+IFN-γ (p=0,367) antar semua kelompok. Dapat disimpulkan bahwa Imunoterapi+probiotik dapat meningkatkan skor ACT lebih baik dibandingkan imunoterapi saja. Imunoterapi, Nigella sativa, dan probiotik tidak memberikan perbedaan bermakna pada jumlah CD4+CD25+FoxP3 Treg dan CD4+IFN-γ.Kata Kunci: Asthma Control Test, CD4+CD25+FoxP3+Treg, CD4+IFN-γ, imunoterapi, Nigella sativa, probiotik
Perubahan Gambaran Histopatologi Paru pada Paparan Debu Batubara Memakai Alat Model 2010 Kania, Nia; Setiawan, Bambang; Nurdiana, Nurdiana; Widodo, M. Aris; Kusuma, HMS Chandra
Majalah Kedokteran Bandung Vol 43, No 3
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tambang batubara di permukaan tanah mendorong pembuatan alat paparan debu batubara skala laboratorium. Optimasi alat paparan debu batubara model 2010 dilakukan untuk menentukan lokasi akumulasi debu batubara serta perubahan histopatologi paru. Penelitian eksperimental dilakukan pada kontrol (K), paparan debu batubara 14 hari (BB1), dan debu batubara 28 hari (BB2). Karakterisasi debu batubara dilakukan dengan scanning electron microscope (SEM) dan X-ray fluorescence (XRF) di Laboratorium Fisika Universitas Negeri Malang. Pemeriksaan histopatologis paru dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi RSUD Ulin Banjarmasin. Penelitian dilakukan periode Agustus−November 2010. Scanning electron microscope paru menunjukkan diameter partikel <10 mm dan akumulasi partikel di alveolus. Parenkim paru berupa struktur alveolus tipis (K), penebalan alveolus dan edema epitel edematous (BB1), peningkatan edematous dan penyempitan rongga alveolus (BB2). Epitel bronkus dilapisi epitel silindris, epitel goblet, sel radang yang minimal (K), perpanjangan epitel silindris, hiperplasia epitel goblet dan mukus (BB1). Sel epitel menjadi menipis, lebih banyak mukus dan morfologi epitel menjadi tidak jelas (BB2). Epitel bronkoalveolus dilapisi epitel silindris, minimal sel goblet dan sel radang (K). Hiperplasia epitel goblet yang mendominasi disertai mukus (BB1). Epitel silindris dengan proliferasi sel goblet, mukus, taburan sel radang, dan fibrosis (BB2). Simpulan, alat paparan model 2010 memicu akumulasi debu batubara di alveolus serta perubahan histopatologi berupa inflamasi, hiperplasia sel goblet, dan fibrosis. [MKB. 2011;43(3):127–33]. Kata kunci: Alveolus, debu batubara, histopatologi, paruLung Histopatology Changed in Coal Dust Exposure with Model 2010EquipmentCoal mining on surface ground stimulate to create coal dust exposure equipment on laboratory scale. Optimation of model 2010 coal dust exposure equipment focus on coal dust accumulation and histopathologic of lung. This experimental study was done in control (K), coal dust exposure for 14 days (BB1), and coal dust exposure for 28 days (BB2). Coal dust characterization was done by scanning electron microscope (SEM) and X-ray fluorescence in Physics Laboratory Malang State of University. Histopathologic analysis was done in Pathologic Laboratory Ulin General Hospital. Research was done August−November 2010. Lung SEM showed particle diameter 10 mm and particle accumulated in alveolus. Lung parenchym showed thin alveolus structure (K), thickenning of alveolus and edematous epithelial (BB1), increased edematous and narrower alveolus space (BB2). Epithelial in bronchus layering by cylindrical and goblet epithelial, inflammation cell (K), elongation of cylindrical epithelial, hyperplasia goblet epithelial and mucous (BB1). Epithelial became thick, more mucous, and epithelial morphology became unclear (BB2). Bronchoalveolus epithelial layering by cylindrical epithelial, minimal goblet cell and inflammation cell (K). Goblet cell hyperplasia and mucous (BB1). Cylindrical epithelial with goblet cell proliferation, mucous inflammation cell, and fibrosis (BB2). In conclusions, coal dust exposure with model 2010 equipment trigger coal dust accumulation in avelous and histopathologic changes of inflamation, goblet cell hyperplasia, and fibrotic. [MKB. 2011;43(3):127–33].Key words: Alveolus, coal dust, histopathologic, lung DOI: http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v43n3.58