Berbagai permasalahan di industri fesyen global dan Indonesia memerlukan atensi dan tindakan dari masyarakat, yakni permasalahan pengelolaan limbah, urgensi tanggung jawab sosial pada rantai pasokan industri fesyen secara etis, dan pelestarian budaya pada generasi muda untuk mengembangkan kearifan lokal terutama di Indonesia dengan banyak macam dan ragam wastra. Hadirnya organisasi nirlaba fesyen global dan Indonesia berupaya menangani permasalahanpermasalahan ini dengan bekerja sama mengangkat konsep keberlanjutan fesyen. UNESCO memformulasikan agenda Sustainable Development Goals (SDGs) melalui United Nations General Assembly pada 2015 yang juga dapat diaplikasikan untuk praktik keberlanjutan fesyen. Mengacu pada 17 sasaran tujuan dari SDGs terdapat hal terkait kesetaraan gender dan mengurangi ketidaksetaraan terlihat pada artisan batik atau tenun di Indonesia. Seperti artisan batik disabilitas Topeng Malangan di Desa Bareng, Kota Malang adalah para pemuda yang masih mengenyam pendidikan di sekolah berkebutuhan khusus melakukan aktivitas membatik sebagai tambahan keahlian. Namun, belum adanya pengembangan spesifik untuk mereka agar dapat memiliki keahlian dan keterampilan menjadi mandiri. Solusinya dengan memberikan pengetahuan baru yaitu pengenalan praktik keberlanjutan fesyen, pengembangan motif batik topeng dan mencapai tujuan disability inclusion serta kesetaraan gender. Pengembangan dan pemberdayaan ini diharapkan dapat memberikan panutan bagi pelaku industri fesyen lainnya agar dapat memberikan kesempatan kewirausahaan kepada artisan penyandang disabilitas.