Assimilation is a process of fostering prisoners whose implementation is by assimilation of prisoners in the community with the aim of restoring the social functions of prisoners back in community life. During the Covid-19 pandemic, assimilation was given because there were excess occupancy in Correctional Institutions so it was feared that inmates would be exposed to Covid-19. This study aims to identify and explain the implementation of assimilation for prisoners in terms of maqashid al-syari'ah. For this reason, this study uses a type of empirical juridical research with a qualitative approach. Sources of data used in the form of primary data and secondary data, and data collection techniques using observation and interviews. As for the data analysis technique, this research used qualitative descriptive. The result of the research is that the implementation of assimilation for prisoners is not necessarily given to all prisoners, but must meet the substantive and administrative requirements as stipulated in the provisions of Article 4 and Article 5 of the Regulation of the Minister of Law and Human Rights Number 32 of 2020. In the review of maqashid al-syari' Ah, the assimilation policy for prisoners can be said to be directly proportional to the value of maintaining hifdz ad-din (maintaining religion), hifdz an-nafs (maintaining the soul), hifdz al-al-aql (maintaining reason), hifdz al-nasl (maintaining offspring) , hifdz al-mal (maintaining property).Asimilasi merupakan proses dari suatu pembinaan narapidana yang pelaksanaannya dengan membaurkan narapidana di lingkungan masyarakat dengan tujuan untuk memulihkan fungsi sosial narapidana kembali di dalam kehidupan masyarakat. Pada masa pandemi Covid-19, asimilasi diberikan karena terdapat kelebihan hunian di Lembaga Pemasyarakatan sehingga dikhawatirkan Narapidana akan terpapar dari Covid-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan pemberian asimilasi bagi Narapidana ditinjau dari maqashid al-syari'ah. Untuk itu penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris dengan pendekatan kualitatif. Sumber data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder, dan teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan wawacara. Sedangkan untuk teknik analisis data, penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ialah pelaksanaan asimilasi bagi Narapidana tidak serta merta diberikan kepada semua Narapidana, melainkan harus memenuhi persyaratan substantif dan adminsitratif sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 32 Tahun 2020. Dalam tinjauan maqashid al-syari’ah, kebijakan asimilasi bagi Narapidana dapat dikatakan berbanding lurus dengan nilai menjaga hifdz ad-din (memelihara agama), hifdz an-nafs (memelihara jiwa), hifdz al-al-aql (memelihara akal), hifdz al-nasl (memelihara keturunan), hifdz al-mal (memelihara harta).Â