Claim Missing Document
Check
Articles

Found 36 Documents
Search

Analisis Kualitas Air Irigasi Untuk Pertanian di Daerah Irigasi Pante Lhong kBupaten Bireuen Muhammad Aygun; Manfarizah Manfarizah; Hairul Basri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 4, No 4 (2019): November 2019
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (584.656 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v4i4.12618

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas udara dan kelas mutu air di Daerah Irigasi Pante Lhoeng Kabupaten Bireuen dan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas udara di Daerah Irigasi Pante Lhoeng Kabupaten Bireuen menggunakan metode penelitian deskriptif yang menggunakan survei lapangan 5 Intake), B (Saluran Primer), C (Saluran Sekunder), D (Saluran Tersier), dan E (Saluran Kuarter). Parameter yang di analisis yaitu kekeruhan udara, DHL (Daya Hantar Listrik), bau, Derajat Kemasaman (pH), Ca, Mg, Fe, Na dan SAR (Sodium Adsorption ratio). Hasil penelitian menunjukkan kualitas Air di Daerah Irigasi Pante Lhong Kabupaten Bireuen berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tergolong dalam Kelas I yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air sama dengan kegunaan tersebut. Selanjutnya berdasarkan FAO (1976) dan (1976) melewati-ikut disertakan ke dalam kelas Baik dan Sangat Baik. Kualitas air di Daerah Irigasi Pante Lhoong Kab Bireuen belum tercemar oleh limbah rumah tangga atau limbah industri di Daerah Irigasi Pante Lhong. Di Indonesia, meminta kualitas air menurut Scofield (1936), FAO (1976) dan PP No.82 Tahun 2001. Kualitas air di Daerah Irigasi Pante Lhoong Kab Bireuen belum tercemar oleh limbah rumah tangga atau limbah industri di Daerah Irigasi Pante Lhong. Di Indonesia, meminta kualitas air menurut Scofield (1936), FAO (1976) dan PP No.82 Tahun 2001. Kualitas air di Daerah Irigasi Pante Lhoong Kab Bireuen belum tercemar oleh limbah rumah tangga atau limbah industri di Daerah Irigasi Pante Lhong. Di Indonesia, meminta kualitas air menurut Scofield (1936), FAO (1976) dan PP No.82 Tahun 2001.Analisis Kualitas Air Irigasi untuk Sawah di Daerah Irigasi Pante Lhong Kabupaten BireuenPenelitian ini bertujuan untuk menentukan kualitas udara dan kelas kualitas air di Daerah Irigasi Pante Lhong Kabupaten Bireuen dan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas udara di Daerah Irigasi Pante Lhong di Kabupaten Bireuen menggunakan metode penelitian deskriptif yang menggunakan 5 survei lapangan Intake), B (Saluran Utama), C (Saluran Sekunder), D (Saluran Tersier), dan E (Saluran Kuarter). Parameter yang dianalisis adalah kekeruhan udara, DHL (konduktivitas listrik), bau, derajat keasaman (pH), Ca, Mg, Fe, Na dan SAR (Rasio Adsorpsi Natrium). Hasil penelitian yang menunjukkan kualitas air di Daerah Irigasi Pante Lhong di Kabupaten Bireuen berdasarkan PP No.82 tahun 2001 diklasifikasikan sebagai Kelas I, yaitu air yang dapat digunakan untuk air minum mentah dan penggunaan lain yang mempersingkat air. menggunakan kegunaan ini. Selanjutnya, berdasarkan FAO (1976) dan (1976) inklusi termasuk dalam kelas Baik dan Sangat Baik. Kualitas air di Daerah Irigasi Pante Lhong Kabupaten Bireuen belum tercemar oleh limbah rumah tangga atau limbah industri di Daerah Irigasi Pante Lhong. Di Indonesia, meminta kualitas air menurut Scofield (1936), FAO (1976) dan PP No.82 tahun 2001. 
Penentuan Nilai Konduktivitas Hidrolik Jenuh pada Beberapa Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan Ridha Tiara Suci; Manfarizah Manfarizah; Hairul Basri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 7, No 4 (2022): November 2022
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (860.146 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v7i4.22363

Abstract

Abstract . Ketika semua pori-pori dalam tanah terisi air, maka tanah tersebut dikatakan memiliki daya hantar hidrolik (tanah jenuh). Tidak seperti drainase, yang hanya mengacu pada tindakan pergerakan air, konduktivitas hidrolik jenuh juga mengacu pada bagaimana air, bahan organik, bahan mineral, udara, dan partikel lain yang diangkut oleh air akan diserap ke dalam tanah. Tekstur, struktur, dan porositas adalah tiga variabel yang dapat berdampak pada persyaratan konduktivitas hidrolik jenuh. Penelitian ini mengkaji konduktivitas hidrolik jenuh pada penggunaan lahan hutan, tanaman palawija pada Andisol dan Entisol di Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar. Menurut temuan studi, nilai konduktivitas hidrolik jenuh di lapangan tergolong ke dalam relatif lamban dan sedang. Assessment of Saturated Hydrolic Conductivity in Several Soil Typesand Land UsesAbstract. When all the pores in the soil are filled with water, the soil is said to have hydraulic conductivity (saturated soil). Unlike drainage, which simply refers to the action of water movement, saturated hydraulic conductivity also refers to how water, organic matter, mineral matter, air, and other particles transported by water are absorbed into the soil. Texture, structure and porosity are three variables that can have an impact on saturated hydraulic conductivity requirements. This study examines saturated hydraulic conductivity on forest land use, secondary crops on Andisols and Entisols in Seulimeum District, Aceh Besar District. According to the study findings, the value of saturated hydraulic conductivity in the field is relatively low and moderate.
Aplikasi Biochar Terhadap Perubahan Sifat Fisika Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.) Muriadin Muriadin; Manfarizah Manfarizah; Darusman Darusman
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 8, No 1 (2023): Februari 2023
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17969/jimfp.v8i1.22110

Abstract

Abstrak. Biochar merupakan arang hayati berpori hasil pembakaran secara pirolisis. Biochar mempunyai pori yang banyak dan mampu menyimpan nutrisis tanaman jangka waktu yang lama. Biochar kaya akan karbon, sehingga dapat digunakan sebagai pembenah tanah. Limbah pertanian memiliki potensi besar sebagai bahan baku biochar, namun yang lebih berpotensi untuk dijadikan biochar adalah limbah dari kelapa muda dan ampas tebu karena mudah tersedia dalam jumlah banyak. Biochar dapat memperbaiki sifat fisika tanah, seperti berat volume tanah, porositas tanah dan stabilitas agregat, karena biochar memiliki pori-pori yang banyak sehingga penyimpanan air tinggi yang dapat mempengaruhi perbaikan sifat fisika tanah dan pertumbuhan pakcoy. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial, terdiri dari 7 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuannya yaitu: Kontrol (B0), Biochar kelapa muda 20 t ha-1 (B1), Biochar kelapa muda 30 t ha-1 (B2), Biochar kelapa muda 40 t ha-1 (B3), Biochar ampas tebu 20 t ha-1 (B4), Biochar ampas tebu 30 t ha-1 (B5) dan Biochar ampas tebu 40 t ha-1 (B6). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian biochar kelapa muda dan ampas tebu tidak berpengaruh nyata pada sifat fisika tanah, namun berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan pakcoy. Hal ini disebabkan biochar mampu menyimpan air di dalam ruang pori sehingga tanaman tidak kekurangan air sehingga meningkatkan penyerapan hara pada tanaman dengan baik. Perlakuan biochar ampas tebu 30 t ha-1 memiliki pengaruh pertumbuhan pakcoy terbaik.Application of Biochar to Changes of Soil Physical Properties and Pakcoy Growth (Brassica rapa L.)Abstract. Biochar is a porous biological charcoal resulting from pyrolysis combustion. Biochar has many pores and is able to store plant nutrients for a long time. Biochar is rich in carbon, so it can be used as a soil enhancer. Agricultural waste has great potential as raw material for biochar, but what has more potential to be used as biochar is waste from young coconuts and bagasse because they are easily available in large quantities. Biochar can improve soil physical properties, such as soil volume weight, soil porosity and aggregate stability, because biochar has many pores so that water storage is high which can affect the improvement of soil physical properties and pakcoy growth. This study used a non-factorial completely randomized design, consisting of 7 treatments and 3 replications. The treatments were: control (B0), young coconut biochar 20 t ha-1 (B1), young coconut biochar 30 t ha-1 (B2), young coconut biochar 40 t ha-1 (B3), bagasse biochar 20 t ha-1 (B4), bagasse biochar 30 t ha-1 (B5) and bagasse biochar 40 t ha-1 (B6). The results showed that the application of young coconut biochar and bagasse did not significantly affect the physical properties of the soil, but had a significant effect on the growth parameters of pakcoy. This is because biochar is able to store water in the pore space so that plants do not lack water, thereby increasing nutrient absorption in plants properly. The biochar treatment of bagasse 30 t ha-1 had the best effect on pakcoy growth.
Analisis Perubahan Garis Pantai di Kecamatan Simpang Ulim Kabupaten Aceh Timur dengan pendekatan Visual on Screen Safriadi Safriadi; Manfarizah Manfarizah; Sugianto Sugianto
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 8, No 1 (2023): Februari 2023
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17969/jimfp.v8i1.21746

Abstract

Abstrak. Garis pantai merupakan suatu titik pertemuan antara daratan dan lautan di pantai, yang mana garis pantai tersebut mengalami pergerakan sedimen akibat dari terjangan dan hempasan gelombang laut yang mengarah ke daratan yang membentuk gelombang pecah. Perubahan garis pantai yang diakibatkan oleh abrasi dan akresi bisa dipantau dengan menggunakan metode Visual on Screen. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk memetakan perubahan garis pantai dengan metode Visual on Screen. Hasil analisis metode Visual on Screen menunjukan bahwa akresi tertinggi berada di Kecamatan Simpang Ulim sepanjang 320,53 m. Akresi yang terjadi disebabkan oleh sedimentasi Krueng Arakundo hingga munculnya tanah timbul disertai pertambahan mangrove.Kata kunci: Garis Pantai, Kabupaten Aceh Timur, Visual on Screen, Akresi.Abstract. The shoreline is a meeting point between land and sea on the coast where the shoreline experiences sediment movement due to the brunt and crash of ocean waves that lead to the land which forms breaking waves (Arief et al., 2011). Shoreline changes caused by abrasion and accretion can be monitored using the Visual on Screen method. This study aims to map changes in the shoreline using the Visual on Screen method. The Visual on Screen method analysis shows that the highest accretion is in Simpang Ulim District along 320,53 m. The sedimentation of Krueng Arakundo caused the accretion until the land appeared, accompanied by the addition of mangroves.Keywords: Shoreline, East Aceh District, Visual on Screen, Accretion
Morfologi Akar Tanaman Jagung (Zea mays L.), Serapan Hara N, P, dan K Akibat Pemberian Beberapa Jenis Biochar pada Tanah Bekas Galian Tambang Darusman Darusman; Syakur Syakur*; Zaitun Zaitun; Yadi Jufri; Manfarizah Manfarizah
JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA) Vol 5, No 1 (2021): MARCH 2021
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jipi.v5i1.19968

Abstract

Bamboo chips, palm shells, and rice husks waste are environmental pollutants, but have the potential to be processed by pyrolysis to become biochar. Biochar is organic products rich in carbon, high in micro pores and very suitable for amending degraded (damaged) lands.  Quality of biohar to be used as a soil amendment is highly dependent on is the raw material (feedstocks) to make biochar itself. The research objective was to find out the most suitable type of biochar to be used as a soil amendment for ex-mining land, so that the growth and production of plants can be optimum. The research has been carried out in the experimental station of the Syiah Kuala University Banda Aceh from August to December 2019 using soil from ex-excavated coal mines of PT. Mifa in West Aceh, Aceh Province.  The plant parameters studied were morphological parameters of plant roots (length, weight, specific root length and ratio of roots to plant shoot), nutrient uptake of N, P, and K planted on ex-mine excavated soil. The study was designed using a non-factorial randomized block design consisting of two observation treatment factors, namely the type of biochar treatment (bamboo, palm shell, rice husk) and the dose of biochar (0, 10, 20 ton ha-1), and repeated 3 times. The observations that were observed included the components of root morphology and nutrient uptake of N, P and K plants. Biochar characteristics were analyzed using a Scanning Electron Microscope (SEM). Chemical-physical analyses of soil and plants were based on  the procedure issued by the Soil Research Institute, Bogor. The effect among treatments was carried out by a variance analyses test (ANOVA) and if there was an effect, the honestly difference test (Tuckey-HSD) was continued at the level of 0.05. The results showed that the type of biochar had a significant effect on root morphology and nutrient uptake of N, P and K plants. Application biochar of rice husk with the amount of 20 tons ha-1 showed the best treatment for all the parameters studied, this is because nitrogen content in rice husk biochar contribute to growing corn crop. This study also found that bamboo biochar and palm  shells gave a negative response when the amount of administration was increased to 20 tonnes ha-1 except for rice husk biochar.
Sinkronisasi Penggunaan Lahan dan Pola Ruang (Studi Kasus: Kabupaten Simeulue) Yulia Dewi Fazlina; Muhammad Rusdi; Nurul Husna. M; Abubakar Karim; Manfarizah Manfarizah; Teti Arabia
Rona Teknik Pertanian Vol 17, No 2 (2024): Volume No. 17, No. 2, Oktober 2024
Publisher : Department of Agricultural Engineering, Syiah Kuala University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17969/rtp.v17i2.34431

Abstract

Abstrak.Perubahan penggunaan lahan adalah proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya menjadi penggunaan lahan lain yang bersifat permanen maupun sementara. Kabupaten Simeulue telah menetapkan Qanun Nomor 2 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Simeulue Tahun 2014-2034. Penggunaan lahan harus memperhatikan arahan pemanfaatan lahan yang tertuang dalam pola ruang. Sinkronisasi atau keselarasan penggunaan lahan dengan pola ruang yang telah ditetapkan dalam dokumen RTRW perlu dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan/ketidakselarasan pada penggunaan lahan. Analisis keselarasan penggunaan lahan menggunakan geoprocessing, dengan menggunakan data shapefile penggunaan lahan Tahun 2021, dan data shapefile pola ruang Tahun 2014-2034. Kelas keselarasan dibagi menjadi tiga kelas, yaitu selaras, tidak selaras, dan transisi/belum selaras. Luas Penggunaan lahan yang selaras dengan pola ruang seluas 152.808,65 Ha (71,91%), sedangkan luas penggunaan lahan yang tidak selaras dengan pola ruang seluas 13.054,01 Ha (6,14%), dan penggunaan lahan yang belum selaras atau transisi seluas 46.649,34 Ha (21,95%).Land Use Synchronization and Spatial Patterns (Case Study: Simeulue District)Abstract.Land use change is the process of changing from previous land uses to other land uses that are permanent or temporary. Simeulue Regency has established Qanun Number 2 of 2014 concerning the Regional Spatial Plan of Simeulue Regency for 2014-2034. Land use must pay attention to land use directions contained in spatial patterns. Synchronization or alignment of land use with spatial patterns that have been determined in the RTRW document needs to be done so that there are no deviations / misalignments in land use. Land use alignment analysis using geoprocessing, using land use shapefile data for 2021, and spatial pattern shapefile data for 2014-2034. The alignment class is divided into three classes, namely aligned, misaligned, and transitional/unaligned. Land use area that is in harmony with spatial patterns is 152,808.65 Ha (71.91%), while land use area that is not in harmony with spatial patterns is 13,054.01 Ha (6.14%), and land use that is not aligned or transitional is 46,649.34 Ha (21.95%).