Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

STUDI KOMPARATIF STATUS PEKERJAAN DALAM MENGIKUTI KONSELING TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS: COMPARATIVE STUDY OF OCCUPATIONAL STATUS IN FOLLOWING COUNSELING ON ADHERENCE TO TAKING MEDICATION IN HYPERTENSIVE PATIENTS Mumpuni, Mumpuni; Zakiyyah, Haura Nida; Manurung, Suryani
Quality : Jurnal Kesehatan Vol. 17 No. 2 (2023): Quality : Jurnal Kesehatan
Publisher : Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Jakarta I

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36082/qjk.v17i2.1206

Abstract

Angka hipertensi di Indonesia sejak tahun 2013 hingga 2018 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 tercatat sebanyak 25,8%, angka tersebut terus mengalami peningkatan hingga tahun 2018 mencapai sebesar 34,1%. Kepatuhan minum obat mencegah risiko komplikasi serti penyakit JantungTujuan dari penelitian ini menganalisis perbandingan antara status pekerjaan dalam mengikuti konseling terhadap kepatuhan minum obat. Desain penelitian menggunakan cross sectional. Populasi penelitian pasien yang menderita hipertensi. Jumlah sampel sebanyak 70 responden untuk 2 kelompok (bekerja dan tidak bekerja). Kriteria inklusi adalah pasien yang di diagnosis hipertensi 1 bulan atau lebih, berobat ke puskesmas dan mendapat terapi pengobatan, usia minimal 18 tahun. Teknik pengambilan sampel menggunakakn purposive sampling. Penelitian dilakukan bulan Maret-Mei 2023 di Puskesmas. Pengambilan data menggunakan kuisioner MMAS-8 yang sudah melewati uji validitas dan reliabilitas dengan hasil item satu sampai delapan memiliki korelasi yang signifikan dengan skor (p<0,05). Uji reliabilitas didapatkan nilai 0,71 dimana dalam cronbach’s alpha dinyatakan reliabel jika hasil lebih dari 0,7.  Analisis data dengan uji frekuensi dan uji korelasi dengan chi-square.Hasil penelitian menunjukkan adanya perbandingan antara status pekerjaan dalam mengikuti konseling terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi dengan p value=0,018 (p value<0,05). Faktor confounding menunjukkan adanya hubungan antara pasien yang bekerja dan tidak bekerja dalam mengikuti konseling dengan kepatuhan minum obat berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, dan lama menderita. Kesimpulan: status pekerjaan dalam mengikuti konseling berhubungan dengan kepatuhan minum obat.
Family Support and Degree of Heart Failure in Consumption of a Low Salt Diet in Rehospitalization Al Vieta, Angelica Lolita; Manurung, Suryani; Tarwoto, Tarwoto
JURNAL INFO KESEHATAN Vol 22 No 3 (2024): JURNAL INFO KESEHATAN
Publisher : Research and Community Service Unit, Poltekkes Kemenkes Kupang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31965/infokes.Vol22.Iss3.1570

Abstract

Heart failure is the most common health problem experienced by both the global and Indonesian population. Improving the quality of life of heart failure patients is paramount and depends heavily on the treatment undertaken. The number of relapses that result in re-hospitalization of heart failure patients indicates a lack of adherence to therapy. Some of the risk factors for re-hospitalization of heart failure are age, gender, degree of disease, and comorbidities. Non-compliance with medication therapy, excessive physical activity, non-adherence to medical care, failure to recognize clinical manifestations of heart failure, and violation of low-salt dietary restrictions will result in rehospitalization due to recurrence. Patients without family members may have higher non-compliance, as they lack the support needed to change their behavior. The purpose of this study was to analyze the relationship between family support and the degree of heart failure disease in consuming a low salt diet on the incidence of re-hospitalization. This research design uses a cross-sectional design of analytic survey research. The population of this study were heart failure patients who sought treatment at Pasar Rebo Hospital with a sample of 75 people. Sampling using purposive sampling. Data analysis using univariate and bivariate tests. In this study, there is a relationship between family support in the consumption of a low-salt diet on the incidence of re-hospitalization based on the degree of disease. The results of the bivariate test (Person Chi-Square) showed that there was a significant relationship between family support in the consumption of a low-salt diet and the incidence of re-hospitalization for heart failure (p<0.05). In this study it was found that there was a significant relationship between family support and the degree of heart failure in consuming a low salt diet in the event of re-hospitalization, Most of the respondents' degree of heart failure re-hospitalization were in class I and class II degrees of disease as many as 72 (96%) and class I and II degrees of disease were in emotional family support, information and appreciation 5-14 (15-62%) Researchers suggest that future researchers can add patient respondents who experience re-hospitalization for heart failure.          
Edukasi gizi seimbang pada ibu paska melahirkan dan pencegahan stunting melalui deteksi dini neonatus Manurung, Suryani; Amanah, Dinny Atin; Nuraeni, Ani; Rianti, Emy; Desmarnita, Ulty
JOURNAL of Public Health Concerns Vol. 5 No. 9 (2025): JOURNAL of Public Health Concerns
Publisher : Indonesian Public Health-Observer Information Forum (IPHORR) Kerja sama dengan: Unit Penelitian dan Pengabdian Kep Akademi Keperawatan Baitul Hikmah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56922/phc.v5i9.1766

Abstract

Background: Stunting remains a major health issue for toddlers in Indonesia. This remains an unresolved challenge for toddlers. Neonatal stunting is caused by multidimensional factors. Low nutritional intake and health status during pregnancy are direct causes of stunting. Purpose: To increase postpartum mothers' knowledge about preventing and detecting stunting in neonates and providing supplementary feeding to mothers after delivery to increase the quantity and quality of breast milk production. Method: The program was conducted from May to October 2025 at the Ragunan Community Health Center (Puskesmas) in Pasar Minggu District. The program was attended by the immunization and Maternal and Child Health (KIA) personnel of the Pasar Minggu District Health Center, as well as 20 postpartum mothers with neonates aged 0-28 days. The program targeted postpartum mothers with infants aged 0-1 month. The program included two educational materials: screening for early detection of neonates at risk of stunting and providing supplementary feeding to mothers after delivery. Evaluation of program achievement is assessed by analyzing the risk level of babies experiencing stunting, measuring the level of ability of postpartum mothers to implement stunting prevention programs. Results: Shows that the majority of neonates who participated in the early detection of stunting screening were male, namely 12 (60.0%) and female neonates were 8 (40.0%). The majority of maternal delivery histories were carried out by caesarean section (CS) namely 14 (70.0%) and vaginal delivery history as many as 6 (30.0%). Meanwhile, for the risk status of neonatal stunting, most were in the low category as many as 19 (95.0%) and only 1 (5.0%) was in the moderate category. Meanwhile, the average age of neonates who participated in the early detection of stunting screening was 19.5 days from the age range of 1-28 days. Meanwhile, the average stunting risk score in neonates was 1.4, with a range of 0 to 5. Conclusion: Community service activities, including education on stunting prevention through early neonatal detection, education about stunting, and providing supplementary food to postpartum mothers, were highly effective in increasing mothers' knowledge and understanding of meeting the balanced nutritional needs during the neonatal period. Increasing postpartum mothers' knowledge and understanding of appropriate food choices for neonates will positively impact the early prevention of stunting. Suggestion: It is hoped that early detection of stunting in neonates will be integrated into integrated health post (Posyandu) activities, with a clear pathway for high-risk infants. It is also hoped that future Community Service Program (PKM) activities will provide training for cadres and health workers in early detection of stunting in neonates, lactation counseling, and postpartum education for mothers. Keywords: Early detection; Health education; Neonates; Nutrition; Postpartum mothers; Stunting Pendahuluan: Masalah stunting hingga saat ini masih menjadi topik masalah kesehatan balita di Indonesia. Kejadian ini masih menjadi tantangan yang masih belum teratasi pada kelompok balita. Stunting yang terjadi pada neonatus disebabkan oleh faktor multi dimensi. Rendahnya asupan gizi dan status kesehatan pada saat kehamilan merupakan penyebab langsung dari terjadinya stunting. Tujuan: Untuk meningkatkan pengetahuan ibu pasca melahirkan tentang pencegahan deteksi dini stunting pada neonatus dan pemberian makanan tambahan bagi ibu paska melahirkan sebagai upaya dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi Air Susu Ibu (ASI). Metode: Kegiatan dilaksanakan pada bulan Mei-Oktober 2025 di Wilayah Kerja Puskesmas Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu. Kegiatan diikuti oleh penanggung jawab imunisasi dan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu serta 20 peserta ibu paska melahirkan dengan neonatus berusia 0 – 28 hari. Sasaran dalam kegiatan program adalah ibu paska melahirkan dengan bayi 0-1 bulan. Kegiatan dilakukan dengan dua materi edukasi yaitu skrining deteksi dini neonatus berisiko stunting dan pemberian makanan tambahan untuk ibu paska melahirkan. Evaluasi pencapaian program dikaji dengan menganalisis tingkat risiko bayi yang mengalami stunting, mengukur tingkat kemampuan ibu paska melahirkan menerapkan program pencegahan stunting. Hasil: Menunjukkan bahwa sebagian besar jenis kelamin neonatus yang mengikuti skrining deteksi dini stunting adalah laki-laki, yaitu sejumlah 12 (60.0%) dan neonatus yang berjenis kelamin perempuan sejumlah 8 (40.0%). Mayoritas riwayat persalinan ibu dilakukan dengan sectio caessarea (SC) yaitu sebanyak 14 (70.0%) dan riwayat persalinan pervaginam sebanyak 6 (30.0%). Sedangkan untuk status risiko stunting neonatus, sebagian besar dalam kategori rendah yaitu sebanyak 19 (95.0%) dan hanya 1 (5.0%) yang dalam kategori sedang. Sementara itu, untuk rerata usia neonatus yang mengikuti skrining deteksi dini stunting adalah 19.5 hari dari rentang usia 1-28 hari. Sedangkan rata-rata skor risiko stunting pada neonatus adalah 1.4 dari rentang skor terendah 0 hingga skor tertinggi 5. Simpulan: Kegiatan pengabdian masyarakat berupa edukasi pencegahan stunting melalui deteksi dini neonatus, edukasi tentang stunting dan pemberian makanan tambahan pada ibu paska melahirkan sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman para ibu tentang pemenuhan gizi seimbang yang dibutuhkan selama periode neonatus. Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman para ibu paska melahirkan tentang jenis makanan yang sesuai kebutuhan neonatus akan berdampak positif terhadap pencegahan terjadinya stunting sejak dini. Saran: Diharapkan untuk tindakan deteksi dini stunting pada neonatus perlu diintegrasikan dalam kegiatan posyandu dengan alur yang jelas untuk bayi berisiko tinggi. Diharapkan juga dalam kegiatan PKM berikutnya untuk memberikan pelatihan pada kader dan tenaga kesehatan dalam melakukan deteksi dini stunting pada neonatus, konseling laktasi, dan edukasi bagi ibu paska melahirkan.