Julia Windi Gunadi
Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung-Indonesia

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Effect of Exercise Duration on Klotho and GluN2B Gene Expressions in Hippocampus of Wistar Rats with Moderate Intensity Exercise Hanna Goenawan; Bela Ita Karina; Titing Nurhayati; Julia Windi Gunadi; Setiawan Setiawan; Ronny Lesmana
Majalah Kedokteran Bandung Vol 52, No 3 (2020)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15395/mkb.v52n3.2026

Abstract

Exercise could delay the degeneration process by increasing Klotho, which is an endogen antioxidant. Klotho protects against oxidative damages, regulates hippocampal synaptic plasticity, and enhances GluN2B expression. This study aimed to analyze the effect of 14-day and 8-week moderate-intensity exercise on Klotho and GluN2B mRNA expressions in rat hippocampus. This study was an animal experimental study using Wistar rats that was performed from June to September 2019 at the Central Laboratory, Universitas Padjadjaran, Indonesia. Rats were divided into 4 groups: control (14-day control and 8-week control) and exercise group (14-day exercise and 8-week exercise).  The exercise groups ran at a moderate intensity (20m/min) for 30min/day, 5x/week. Hippocampus was then subjected to klotho and GluN2B gene expression analysis. The exercise groups showed a higher Klotho expression, both in 14 days (0.844±0.124 vs. 1.057±0.013) and 8 weeks (0.897±0.072 vs. 1.380±0.168) although statistically insignificant (p=0.24). No difference in GluN2B gene expression was observed between control and exercise groups on 14 days (1±0.09 vs. 1.22±0.09) and 8 weeks (1.24±0.03 vs. 1.38±0.05; p=0.11). In conclusion, 14-day and 8-week moderate-intensity exercise did not alter Klotho and GluN2B expressions in rat hippocampus. Pengaruh Durasi Olahraga terhadap Perubahan Ekspresi Gen Klotho dan GluN2B di Hipokampus Tikus Galur Wistar yang Mendapatkan Perlakuan Lari Intensitas SedangOlahraga dapat menghambat proses degenerasi saraf dengan meningkatkan salah satu antioksidan endogen, yaitu Klotho. Klotho dapat melindungi sel neuron dari kerusakan oksidatif dan meningkatkan sinaptik plasticity pada hipokampus.  Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh olahraga lari pada hewan coba pada 14 hari dan 8 minggu terhadap perubahan ekspresi gen Klotho and GluN2B di hipokampus. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dilaksanakan pada bulan Juni hingga September 2019 di Laboratorium Sentral Universitas Padjadjaran. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur wistar. Tikus dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan dan kontrol. Olahraga dilakukan dengan treadmill tikus, kecepatan 20m/min, 30 menit perhari selama 5 kali perminggu. Kemudian, mRNA otak digunakan untuk PCR dengan menggunakan primer klotho dan GluN2B. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=0.24) pada ekspresi gen Klotho pada 14 hari (0.844±0.124 vs 1.057±0.013) dan 8 minggu (0.897±0.072 vs 1.380±0.168) antara kelompok kontrol dan kelompok lari. Ekspresi gen dari GluN2B juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p=0.11) pada 14 hari (1±0.09 vs 1.22±0.09)  dan 8 minggu (1.24±0.03 vs 1.38 ± 0.05). Simpulan, bahwa 8 minggu olahraga tidak meningkatan ekspresi Klotho dan GluN2B yang signifikan
Effect of Acute Physical Exercise with Moderate Intensities on FGF23 Gene Expression in Wistar Rat Heart Vita Murniati Tarawan; Julia Windi Gunadi; Tiodora Arimenda Br. Subekti; Wahyu Widowati; Hanna Goenawan
Majalah Kedokteran Bandung Vol 51, No 4 (2019)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.265 KB) | DOI: 10.15395/mkb.v51n4.1844

Abstract

A myokine is one of the proteins that are produced and released by myocytes in response to muscular contractions when doing physical exercise. One protein that is thought to function as myokine is FGF23.The purpose of this study was to determine the effect of acute physical exercise with moderate intensity on the expression of FGF23 gene in Wistar rat heart. This was an animal experimental study using 24 male Wistar rats that were divided into 4 groups:treatment groups that performed 30 minute acutephysical exercise with moderate intensity (20 m/min) for 3 days, 6 days, and 15 days and a control group without physical exercise. The study was conducted in the Animal Laboratory and Central Laboratory of Universitas Padjadjaran during the period of February to July 2019. Data observed were the FGF23 gene expressions in Wistar rats heart. Data were analyzed using Kruskal-Wallis and Mann-Whitney tests. The results from the Kruskal-Wallis test showed that acute physical exercise with moderate intensity did not increase the FGF23 gene expression in Wistar rat heart (p>0.05), and the average of relative ratios of FGF23/GAPDH gene expression were as follows: control (0.970±0,03), 3 days (0.992±0.03), 6 days (1.014±0.05), and 15 days (1.056±0.02). GAPDH was used in this study as a housekeeping gene since its expression is very constant. This study proves that FGF23 is more likely to take a role in the cardiac remodeling process, especially those associated with cardiac hypertrophy after chronic exercise with no effect observed after acute physical exercise with moderate intensity in Wistar rat heart. Pengaruh Latihan Fisik Akut Intensitas Sedang terhadap Ekspresi Gen FGF23 pada Jantung Tikus Galur WistarMiokin diproduksi dan dilepaskan oleh miosit sebagai respons terhadap latihan fisik. Salah satu protein yang diduga berfungsi sebagai miokin adalah FGF23. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh latihan fisik akut intensitas sedang terhadap ekspresi gen FGF23 pada jantung tikus galur Wistar. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan tikus galur Wistar jantan yang berjumlah 24 tikus. Tikus dibagi menjadi 4 kelompok untuk diberi perlakuan latihan fisik intensitas sedang (20 meter/menit) dengan durasi 30 menit, selama 3 hari, 6 hari, dan 15 hari serta kelompok tanpa latihan fisik. Penelitian ini dilakukan di Lab Hewan dan Lab Sentral Universitas Padjadjaran pada bulan Februari hingga Juli 2019. Ekspresi gen FGF23 pada jantung tikus galur Wistar dilihat dengan PCR. Analisis data menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney. Uji statistik tidak mendapatkan peningkatan ekspresi gen FGF23 setelah dilakukan latihan fisik akut intensitas sedang selama 3 hari, 6 hari dan 15 hari (p>0,05) dan didapatkan rasio relatif ekspresi gen FGF23/GAPDH otot jantung pada : kontrol (0,970±0,03), hari 3 (0,992±0,03), hari 6 (1,014±0,05), hari 15 (1,056±0,02). GAPDH digunakan dalam studi ini sebagai gen ‘housekeping’ karena ekspresinya yang sangat konstan. Studi ini membuktikan bahwa FGF23 mungkin lebih berperan dalam proses remodeling jantung, terutama yang berhubungan dengan hipertrofi jantung setelah latihan fisik kronik. Simpulan, tidak terdapat pengaruh latihan fisik akut intensitas sedang terhadap ekspresi gen FGF23 pada jantung tikus galur Wistar.
Robusta Extract Cream Ameliorated Ultraviolet B-induced Wrinkle Skin of Mice by the Regulation of Epidermal Thickness and Inhibition of MMP-1 Dimpuulina Erna Mariati; Sunarjati Sudigdoadi; Ronny Lesmana; Astrid Feinisa Khairani; Julia Windi Gunadi; Vita Murniati Tarawan; Unang Supratman; Hanna Goenawan
The Indonesian Biomedical Journal Vol 13, No 1 (2021)
Publisher : The Prodia Education and Research Institute (PERI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18585/inabj.v13i1.1428

Abstract

BACKGROUND: Recently, coffee is widely used for preventing photoaging because of its antioxidant capacity. Among two kinds of coffee, robusta coffee has higher content of antioxidant such as chlorogenic acid (CGA) and caffeine. Researchs about robusta coffee bean effect on photoaging due to UVB radiation is still limited. Therefore, the aim of this study was to examine the effect of robusta extract cream (RE cream) on preventing wrinkle in mice induced by ultraviolet-B (UVB) radiation.METHODS: RE cream was made by mixing RE coffee with moisturizing cream in different concentration (10%, 20%, and 40%). Twenty-five male of Mus musculus Balb/c strain mice aged 4 weeks were divided into five groups; control group, UVB group, UVB + 10% RE group, UVB + 20% RE group, and UVB + 40% RE group. The UVB groups were given UVB radiation three times a week with an exposure duration of 100 seconds per time for ten weeks. At the end of the treatment, skin samples were excised and statined histologically, also were analyzed for their protein expression. Evaluation of wrinkles was carried out using the Bissete method before and after treatment. To evaluate the thickness of the epidermis, HE staining was performed, while masson Trichome staining was performed to determine the collagen content.RESULTS: RE cream-treated groups showed lower wrinkle score compared to the control group. Furthermore, in UVB + 10% RE group, the RE cream application reduce wrinkle formation. In UVB + 10% RE group and UVB + 20% RE group, the RE cream application increased epidermal thickness and collagen content (p=0.00). While collagenase, matrix metalloproteinase-1 (MMP-1) expression was lower in UVB + 20% RE group compared to the UVB group (p<0.05), however the MMP1 expression in UVB + 40% RE group was higher than other treatment group.CONCLUSION: RE cream prevents wrinkle by maintaining epidermal thickness and collagen contain. RE cream also decreases MMP-1 expression in mice.KEYWORDS: coffee, collagen, MMP-1, robusta, wrinkle
Efek Konsumsi Suplemen Kalsium dan Magnesium terhadap Dismenore Primer dan Sindrom Premenstruasi pada Perempuan Usia 19–23 Tahun Fen Tih Fen Tih; Cherry Azaria; Julia Windi Gunadi; Rizna Tyrani Rumanti; Alfred Tri Susanto; Alissa Amelia Santoso; Firsty Tasya Evitasari
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (164.515 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v5i3.2161

Abstract

Dismenore merupakan gangguan menstruasi dengan prevalensi terbesar diikuti gejala sindrom premenstruasi yang mencakup gejala fisik dan psikologis. Asupan mikronutrien kalsium dan magnesium dapat membantu mengatasi keluhan ini. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsumsi suplemen kalsium dan magnesium terhadap dismenore dan gejala sindrom premenstrual pada perempuan berusia 19–23 tahun. Penelitian ini merupakan eksperimental kuasi dengan rancangan pretes dan postes. Penelitian dilakukan di Universitas Kristen Maranatha Bandung pada bulan Juli–Desember 2016. Subjek penelitian adalah 60 orang perempuan berusia 19–23 tahun, dibagi menjadi dua kelompok secara acak untuk pemberian bahan uji kalsium (1.000 mg/hari) atau magnesium (250 mg/hari) yang diberikan mulai hari kedua menstruasi sampai siklus menstruasi yang berikutnya. Kadar kalsium atau magnesium serum diukur dengan metode spektrofotometri. Dismenore diukur dengan skala nyeri visual analog scale (VAS), sedangkan skor sindrom premenstrual diukur dengan shortened premenstrual assessment form sebelum dan sesudah pemberian bahan uji. Konsumsi kalsium menurunkan skor skala VAS rata-rata pada dismenore dari 6,97 menjadi 3,80 (p=0,000) dan skor total gejala sindrom premenstrual rata-rata dari 15,07 menjadi 10,80 (p=0,000). Konsumsi magnesium mengurangi skor skala VAS rata-rata pada dismenore dari 7 menjadi 4 (p=0,000) dan skor total gejala sindrom premenstrual rata-rata dari 12,27 menjadi 9,87 (p=0,001). Simpulan penelitian ini adalah konsumsi suplemen kalsium atau magnesium mengurangi keluhan dismenore dan gejala sindrom premenstrual pada perempuan usia 19–23 tahun.EFFECT OF CALCIUM AND MAGNESIUM SUPPLEMENTS ON PRIMARY DYSMENORRHEA AND PREMENSTRUAL SYNDROME IN 19–23 YEARS OLD WOMENDysmenorrhea is a menstrual disorder with the greatest prevalence followed by premenstrual syndrome that includes physical and psychological symptoms. Micronutrients intake of calcium and magnesium can help overcome these complaints. This research was conducted to find out the effect of calcium and magnesium supplements consumption on dysmenorrhea and premenstrual syndrome symptoms in 19–23 years old women. This was quasi experimental research with pre- and post-test design. The research was conducted in Maranatha Christian University Bandung from July to December 2016. The subjects of research were 60 women aged 19–23 years old, divided into two groups randomly. One group given calcium (1,000 mg/day) or magnesium (250 mg/day), which was given at the second day of menstruation until the next menstrual cycle. Serum levels of calcium or magnesium were measured with spectrophotometry method. Dysmenorrhea was measured with visual analog scale (VAS), whereas score of premenstrual syndrome was measured with shortened premenstrual assessment form, before and after treatment. The consumption of calcium lowers the VAS score average on dysmenorrhea from 6.97 to 3.80 (p=0.000) and the mean score of premenstrual syndrome from 15.07 to 10.80 (p=0.000). Consumption of magnesium reduces the VAS score average on dysmenorrhea from 7 to 4 (p=0.000) and the mean score of premenstrual syndrome from 12.27 to 9.87 (p=0.001). In conclusion, consumption of calcium or magnesium supplements reduce dysmenorrhea and premenstrual syndrome in women aged 19–23 years old.
Modulation of Autophagy and Mitochondrial Dynamics Gene Expression by Turmeric and Mangosteen Peel Extract Diana Krisanti Jasaputra; Julia Windi Gunadi; Cliff Aaron Sutiono; Ronny Lesmana
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma Vol 12, No 1 (2023): March 2023
Publisher : Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30742/jikw.v12i1.2637

Abstract

High fat diet (HFD) induces oxidative stress and mitochondrial dysfunction which culminates in fatty liver disease. Autophagy and mitochondrial dynamics are affected by HFD. Turmeric and mangosteen have potential roles as antioxidants and regulators of mitochondrial function in the liver. The study aims to examine the effect of turmeric and mangosteen peel extract on autophagy and mitochondrial dynamics in the liver after HFD induction. Five groups of animals (n=5) as used: negative control, positive control (HFD), turmeric (HFD + 270 mg/kg BW turmeric extract), mangosteen (HFD + mangosteen 270 mg/kg BW peel extract), and fenofibrate (HFD + 15 mg/kg BW fenofibrate). HFD was given for 7 weeks, continued by another 7 weeks plus treatment. Liver sections were extracted to conduct semi-quantitative PCR. Autophagy (LC3, p62), mitophagy (Pink1, Parkin, Bnip3), mitochondrial fission (Drp1, Fis1), and mitochondrial fusion (Opa1, Mfn1, Mfn2) gene expression were measured. LC3 (p=0.048), p62 (p=0.043), Pink1 (p=0.012), Bnip3 (p=0.010), Mfn1 (p=0.015), and Mfn2 (p=0.035) gene expressions were differed significantly, while Parkin (p=0.098) Drp1 (p=0.962), Fis1 (p=0.570), and Opa1 (p=0.055) gene expressions did not differ between groups. Both turmeric and mangosteen peel extract have positive effects by activating autophagy, mitophagy, and mitochondrial fusion in rat liver induced by HFD.
CLINICAL SIGNIFICANCE OF INTRAOPERATIVE NEUROPHYSIOLOGICAL MONITORING DURING SCOLIOSIS SURGERY: A LITERATURE REVIEW Sylvia Tanumihardja; Dedeh Supantini; Julia Windi Gunadi; Ardo Sanjaya; Katherine Marcella
MNJ (Malang Neurology Journal) Vol. 9 No. 2 (2023): July
Publisher : PERDOSSI (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia Cabang Malang) - Indonesian Neurological Association Branch of Malang cooperated with Neurology Residency Program, Faculty of Medicine Brawijaya University, Malang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.mnj.2023.009.02.14

Abstract

Mechanical damage to nerve fibers during scoliosis correction can result in severe neurological disorders. It has been demonstrated that intraoperative neurophysiological monitoring during spinal surgery reduces the risk of motor deficits or paraplegia. Despite significant advances in the technique and application of IONM (intraoperative neurophysiological monitoring), data reporting the impact of implementing intraoperative neurophysiological monitoring on scoliosis surgery intervention remains very limited. Therefore, this review aims to investigate the correlation between the application of IONM and the risk of neurologic deficits in scoliosis patients undergoing surgery. The database sourced from PubMed (Jan 2010 to Jan 2022) was used to identify all studies evaluating the effectiveness and impact of intraoperative neurophysiological monitoring during scoliosis surgery and reducing the risk of postoperative complications. This systematic review included five studies. Multimodal IONM, with its high sensitivity and specificity, provides an objective benchmark that surgeons can implement to review surgical strategies to reduce the risk of permanent neurologic deficits. Multimodal IONM can be considered the gold standard of IONM in scoliosis surgery to prevent neurological damage and provide a more satisfactory result of surgical intervention.
Comparison of Several Indonesian Medicinal Plants Effects on LDL-C and IL-6 Levels in Wistar Rats After High Fat Feeding Penny Setyawati Martioso; Diana Krisanti Jasaputra; Julia Windi Gunadi; Ronny Lesmana; Pinkan Al Shabrina
Majalah Kedokteran Bandung Vol 55, No 2 (2023)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

High-fat diet habits lead to an increase in LDL-C levels that eventually influence the atherosclerotic plaque formation and progression, causing coronary heart disease. Atherosclerosis is a chronic inflammatory process that releases various pro-inflammatory cytokines, including IL-6. Indonesians often use medicinal plants to decrease cholesterol levels. This study aimed to compare the LDL-C and IL-6 levels after treatments of ethanol extracts from Java ginger (EEJG), turmeric (EET), garlic (EEG), and pomegranate flowers (EEPF) in a hypercholesterolemia animal model. This study was conducted at the Maranatha Biomedical Research Laboratory from June–December 2020. Male Wistar rats were divided into six groups (n=5 per group) and received high-fat feeding and 0.01% propylthiouracil. The following treatments were given for 28 days: oral carboxymethylcellulose 1% for negative control; 35 mg/200g of oral  EEJG, EET, EEG, EEPF for respective treatment groups (n=5 groups); and 0.36 mg/200 g of oral Rosuvastatin for positive control. It was demonstrated that the mean  LDL-C levels were 65.75 mg/dL, 55.25 mg/dL, 56.75 mg/dL, and 59.60 mg/dL for EEJG, EET, EEG, EEPF groups, respectively, which were significantly different from that of the negative control (81.73 mg/dL). The IL-6 levels of the EEJG (27.55 pg./mL) and EEG (27.54 pg./mL) group were significantly different from the EEPF group (24.5 pg./mL) but not significantly different from the negative control (25.58 pg./mL), EET (25.60 pg./mL), and rosuvastatin (26.09 pg./mL) groups. The administration of ethanol extracts of Java ginger, turmeric, garlic, and pomegranate flower decreases the C-LDL levels; however, only the ethanol extract of pomegranate flowers administered for 28 days decreases the IL-6 levels of Wistar rat hypercholesterolemia model, albeit insignificantly.
STUDI PUSTAKA: PERBANDINGAN STREAK RETINOSKOPI DAN AUTOREFRAKTOMETER DALAM MENENTUKAN KELAINAN REFRAKSI Abraham Adiwidjaja Sutjiono; Jeremi Christianto Jalil Tanggulungan; Ardo Sanjaya; Julia Windi Gunadi
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN Vol 10, No 3 (2023)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32539/JKK.V10I3.22204

Abstract

Kelainan refraksi atau ametropia adalah penyebab umum gangguan penglihatan yang dibagi menjadi miopi, hipermetropi, astigmatisma, dan presbiopia. Kelainan refraksi tidak dapat dicegah, namun dapat didiagnosis dari pemeriksaan mata dan dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa kacamata, lensa kontak dan juga dengan tindakan operasi. Sampai saat ini standar baku emas untuk menghitung status refraksi seseorang masih menggunakan retinoskopi dan refraksi subjektif. Studi pustaka ini bertujuan untuk membahas mengenai perbandingan keakuratan antara hasil retinoskopi dan autorefraktometer untuk menentukan status refraksi seseorang. Retinoskopi merupakan suatu metode objektif yang paling sering digunakan oleh dokter mata dalam menentukan optical power seseorang dengan menggunakan alat yaitu retinoskop. Namun, sekarang ini autorefraktometer telah digunakan secara luas untuk menghitung status refraktif seseorang. Autorefraktometer atau automated objective refractor adalah metode elektronik otomatis untuk mengukur kelainan refraksi secara objektif yang telah banyak digunakan di klinik maupun toko-toko kacamata dikarenakan hanya membutuhkan waktu yang singkat dan prosedur pemeriksaan yang sederhana. Terdapat 5 penelitian yang membandingkan keakuratan retinoskopi dan autorefractometer dalam menentukan status refraksi. Studi Pustaka ini ini menyimpulkan bahwa pemeriksaan dengan menggunakan retinoskopi memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan autorefraktometer dalam menentukan status refraksi seseorang.
Evaluasi Efektivitas Sambiloto (Andrographis paniculata) sebagai Hepatoprotektor terhadap Jejas Hati Imbas Obat Mariska Elisabeth; Gerardo Vico Fernando Budiono; Fanny Rahardja; Julia Windi Gunadi
Jurnal Kedokteran Meditek Vol 28 No 3 (2022): SEPTEMBER-DESEMBER
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v28i3.2457

Abstract

Jejas hati imbas obat ditandai dengan peningkatan kadar enzim hati dan kerusakan jaringan hati. Jejas hati imbas obat sering disebabkan oleh konsumsi beberapa obat seperti parasetamol dan rifampisin. Jejas hati imbas obat dapat dibagi menjadi jejas hati imbas obat tipe intrinsik dan jejas hati imbas obat tipe idiosinkratik. Penatalaksanaan jejas hati imbas obat adalah dengan menghentikan konsumsi obat terkait. Salah satu obat herbal asli Indonesia adalah tanaman sambiloto (Andrographis paniculata) yang memiliki banyak manfaat salah satunya sebagai hepatoprotektor dan agen antiinflamasi. Pemberian sambiloto (Andrographis paniculata) pada mencit maupun tikus yang mengalami jejas hati imbas obat menyebabkan penurunan kadar enzim hati di dalam darah dan memperbaiki gambaran histologis hati sehingga sambiloto dapat menjadi salah satu terapi adjuvant untuk mengatasi jejas hati imbas obat.
PERBANDINGAN STREAK RETINOSKOPI DAN AUTOREFRAKTOMETER DALAM MENENTUKAN KELAINAN REFRAKSI Abraham Adiwidjaja Sutjiono; Jeremi Christianto Jalil Tanggulungan; Ardo Sanjaya; Julia Windi Gunadi
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan : Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Vol. 10 No. 3 (2023): Jurnal Kedokteran dan Kesehatan : Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokteran Univers
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32539/jkk.v10i3.365

Abstract

Kelainan refraksi atau ametropia adalah penyebab umum gangguan penglihatan yang dibagi menjadi miopi, hipermetropi, astigmatisma, dan presbiopia. Kelainan refraksi tidak dapat dicegah, namun dapat didiagnosis dari pemeriksaan mata dan dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa kacamata, lensa kontak dan juga dengan tindakan operasi. Sampai saat ini standar baku emas untuk menghitung status refraksi seseorang masih menggunakan retinoskopi dan refraksi subjektif. Studi pustaka ini bertujuan untuk membahas mengenai perbandingan keakuratan antara hasil retinoskopi dan autorefraktometer untuk menentukan status refraksi seseorang. Metode yang digunakan adalah literature review dengan mencari artikel dengan kata kunci retinoscopy, autorefractometer, dan refractive errors dengan kriteria inklusi meliputi artikel dalam 10 tahun terakhir, akses teks lengkap, baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Kami menemukan 5 penelitian yang membandingkan keakuratan retinoskopi dan autorefraktometer dalam menentukan status refraksi. Autorefraktometer dapat menentukan status refraksi dengan cepat, namun hasilnya dapat overestimated, sedangkan retinoskopi dengan siklopegik memberikan hasil yang lebih akurat namun memerlukan keterampilan dan pengalaman pemeriksa. Studi pustaka ini menyimpulkan bahwa pemeriksaan dengan menggunakan retinoskopi memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan autorefraktometer dalam menentukan status refraksi seseorang.