Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

PERLUNYA IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) PADA BANGUNGAN GEDUNG Elsi Kartika Sari
PROSIDING SEMINAR NASIONAL CENDEKIAWAN PROSIDING SEMINAR NASIONAL CENDEKIAWAN 2018 BUKU II
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/semnas.v0i0.3428

Abstract

Realisasi dari pembangunan yang telah dilaksanakan di Indonesia dapat kita temui dari adanya pembangunan sarana dan prasarana seperti pembangunan perumahan rakyat, jembatan, jalan raya, pelabuhan dan lain sebagainya. Oleh karena itu penyelengaraan bangunan gedung diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan khidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan bangunan yang fungsional, andal, berjati diri serta seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya. Untuk menuju kehidupan masyarakat yang lebih baik, pada hakekatnya masyarakat memiliki tiga kebutuhan yang paling mendasar, yaitu pangan, sandang, dan papan. Dalam memenuhi kebutuhan papan, masyarakat harus mengikuti beberapa peraturan yang berlaku di daerah masing-masing untuk izin mendirikan bangunan. Untuk memperoleh izin tersebut masyarakat harus berperan aktif dalam pengajuannya ke instansi terkait yakni Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) dengan persyaratan yang sudah ditentukan.  Izin mendirikan bagunan diatur pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang persyaratan dan sanksi administrasi dan sanksi pidana apabila melanggar Undang-undang tersebut.
KEPASTIAN HUKUM HAK MENDAHULU NEGARA DALAM MEMPEROLEH PELUNASAN UTANG PAJAK DARI DEBITUR PAILIT Muh. Najib; Elsi Kartika Sari
PROSIDING SEMINAR NASIONAL CENDEKIAWAN PROSIDING SEMINAR NASIONAL CENDEKIAWAN 2019 BUKU II
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/semnas.v0i0.5868

Abstract

Pajak merupakan penerimaan negara terbesar di Indonesia yang bertujukan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Mengingat pentingnya penerimaan pajak bagi kemakmuran rakyat Indonesia, maka pemerintah harus mengoptimalkan penerimaan pajak, baik dari aspek regulasi maupun implementasinya. Pasal 21 ayat (3a) UU KUP telah mengatur secara tegas hak mendahulu negara dalam memperoleh pelunasan utang pajak dari debitur pailit, dimana kurator dilarang membagikan harta Wajib Pajak (debitor) dalam pailit kepada kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Normatif. Ketentuan hak mendahulu negara yang diatur Pasal 21 ayat (3a) UU KUP tidak diadopsi dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sehingga dalam penerapannya di Pengadilan menimbulkan ketidakpastian hukum.
PERATURAN PEMBANGUNAN PENGINAPAN/HOTEL DI KABUPATEN BOGOR Selly Marlianti; Elsi Kartika Sari
Prosiding Seminar Nasional Pakar Prosiding Seminar Nasional Pakar 2019 buku II
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/pakar.v0i0.4333

Abstract

Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatudengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atasdan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusiamelakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatankeagamaan, usaha, sosial, budaya, maupun khusus. Berkembangnyaperekonomian disuatu negara dapat memberikan pengaruh terhadap daerah-daerahnya, seperti daerah Bogor menjadi tempat parawisata sehinggameningkatkan pembangunan terutama pembangunan penginapan/hotel.Bagaimana peraturan pembangunan Penginapan/Hotel Di Kabupaten Bogorberdasarkan UU Bangunan Gedung. Metode penelitian ini yang digunakanadalah Normatif, dengan penelitian deskriptif analitis. Pembangunan KabupatenBogortelah mengeluarkan Perda Kabupaten Bogor No. 12 Tahun 2009 TentangBangunan Gedung yang mengatur persyaratan administratif maupun teknisberupa IMB dan SLF dalam melakukan pembangunan, penggunaan ruang diatas dan/atau dibawah tanah dan/atau air untuk memiliki izin pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 108PerdaKabupaten Bogor No. 12 Tahun 2009 mengenai sanksi yang dapatdikenakan sebagai akibat pembangunan yang tidak sesuai dengan persyaratan-persyaratan dapat berupa sanksi administratif ataupun sanksi pidana ringan atauberatnya pelanggaran yang dilakukan.
RESTRUKTURISASI SEBAGAI PENYELAMATAN KREDIT BERMASALAH PADA BANK Biner Sihotang; Elsi Kartika Sari
Prosiding Seminar Nasional Pakar Prosiding Seminar Nasional Pakar 2019 buku II
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/pakar.v0i0.4376

Abstract

Risiko yang sering terjadi dalam usaha perbankan pada umumnya adalah risiko kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). Faktor penyebab risiko kredit bermasalah antara lain kesalahan penggunaan kredit, manajemen pengggunaan kredit yang buruk, serta kondisi perekonomian yang mempengaruhi iklim usaha sehingga terjadi wanpretasi pada debitur. Akibat krisis terhadap sektor perkreditan besarnya Non Performing Loan (NPL) pada bank menimbulkan alternatif baru dalam menurunkan NPL dengan melakukan Restrukturisasi Kredit.Metode penelitian ini yang digunakan adalah Normatif, dengan penelitian deskriptif analitis.Restrukturisasi Kredit upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.11/POJK.03/2015 dan PBI Nomor 14/15/PBI/2012. Keuntungan restrukturisasi kredit bagi bank adalah dengan selamatnya usaha debitur yang direstrukturisasi maka nilai NPL Bank dapat berkurang serta CKPN yang seharusnya dianggarkan untuk potensi kredit bermasalah dapat terselamatkan dan dapat digunakan untuk pembiayaan lainnya.
TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN NOMOR 38/PID.SUS/2019.MTK DALAM USAHA PERTAMBANGAN RAKYAT (TIMAH) YANG DILAKUKAN SIN HO ALIAS AHO DI KABUPATEN BANGKA BARAT Widya Natalia Halim; Elsi Kartika Sari
Metrik Serial Humaniora dan Sains Vol. 1 No. 1 (2020): Metrik Serial Humaniora dan Sains
Publisher : Konsorsium Cendekiawan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51616/huma.v1i1.103

Abstract

Pengambilan kekayaan alam dalam perut bumi diatur khusus dalam UU No. 4 Tahun 2009. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang, supaya mendapatkan izin pertambangan, pemohon harus memenuhi persyaratan administrasi, teknis lingkungan dan finansial. Usaha petambangan diperlukan Izin Usaha Pertambangan. Metode penelitian yuridis, menggunakan data sekunder, dianalisis secara kualitatif, keseimpulan secara logika dedutif. Dalam pekara Nomor 38/PID.SUS/2019.MTK terhadap SIN HO alias AHO. Pertambangan rakyat yang dilakukan di Dusun Suntai Desa Air Gantang Kecamatan Parittiga, Kabupaten Bangka Barat, telah beroperasi kurang lebih selama 3 hari menggunakan alat sederhana (mesin pompa, pipa, dan selang). Majelis Hakim menyatakan perbuatan Penambangan yang dilakukan Sin Ho tanpa memiliki IUP, IUPR dan IUPK dalam ketentuan berikut: Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 4 Tahun 2009. Oleh Karena itu Hakim menggunakan Perda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung No, 7 Tahun 2014 jo Pasal 158 UU No. 4 Tahun 2009, namun memberi sanksi pidana 10 (sepuluh) bulan penjara dan denda sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) tidak sesuai yang diatur dalam peraturan yang berlaku.
IZIN USAHA PERTAMBANGAN (TIMAH) DALAM KAWASAN HUTAN YANG DI WILAYAH KUBU KECAMATAN TOBOALI KABUPATEN BANGKA SELATAN Fransisca Chatharina Yulian; Elsi Kartika Sari
Metrik Serial Humaniora dan Sains Vol. 1 No. 1 (2020): Metrik Serial Humaniora dan Sains
Publisher : Konsorsium Cendekiawan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51616/huma.v1i1.104

Abstract

Di Indonesia banyak sekali sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Secara sederhana pertambangan, adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan penggalian ke dalam tanah (bumi) untuk mendapatkan sesuatu yang berupa hasil tambang (mineral, minyak, gas bumi, dan batubara). Dalam kegiatan pertambangan dapat memanfaatan tanah yang terdapat dalam Kawasan Hutan, pada prinsipnya harus sesuai dengan fungsi dan peruntukkannya, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan penggunaannya yang menyimpang dengan fungsi dan peruntukkanya. Metode yang digunakan penelitian hukum normatif menggunakan data sekunder,diolah secara kualitatif menggunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif. Pertambangan kawasan hutan harus mempunyai Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sesuai Pasal 6 ayat (1) serta Pasal 7 PP No 24 Tahun 2010. Pertambangan timah dalam kawasan hutan di Kabupaten Bangka Selatan, diatur Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung No 7 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral, untuk melakukan kegiatan pertambangan mineral timah harus memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan oleh Gubernur, dan harus memiliki Izin Penggunaan Kawasan Hutan. Apabila tidak memiliki naik Izin Usaha Pertambangan serta tidak ada IPPKH, dikenakan sanksi Pasal 158UU No. 4 Tahun 2009 hukuman kurungan penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) jo Pasal 78 ayat (6) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
PERTAMBANGAN BATU KAPUR OLEH I MADE SUKARAJA DI KABUPATEN BADUNG, BALI (Studi Kasus: Nomor 1105/Pid.Sus/2016PN.Dps) Natasha Elza Jauhara; Elsi Kartika Sari
Metrik Serial Humaniora dan Sains Vol. 1 No. 1 (2020): Metrik Serial Humaniora dan Sains
Publisher : Konsorsium Cendekiawan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51616/huma.v1i1.105

Abstract

Seluruh bahan tambang yang terdapat di wilayah Indonesia dikuasai oleh Negara dan dimanfaatkan untuk seluruh Bangsa Indonesia sebagaimana tercantum sebgai pelaksanaan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan dijabarkan dalam Pasal (2) jo Pasal 8 UUPA menyatakan bahwa Negara memiliki wewenang untuk menguasai dan mengatur segala kekayaan atas sumber daya alam yang terkandung di dalam Indonesia untuk dikelola dengan sebaik-baiknya agar mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Untuk melakukan suatu usaha pertambangan diperlukannya Izin Usaha Pertambangan. Izin Usaha Pertambangan (IUP) merupakan izin untuk melakukan usaha pertambangan berdasarkan Pasal 1 Angka 7 UU No. 4 Tahun 2004. Metode penelitian Normatif, menggunakan data sekunder, dianalisis secara kualitatif, kesimpulan secara logika dedutif. Dalam perkara Nomor 1105/Pid.Sus/2016/PN.Dps. Pertambangan Batu Kapur yang dilakukam I Made Sukaraja tanpa memilik Izin Usaha Pertambangan dapat dikatakan sebagai perbuatan Ilegal, dapat dikenakan Pasal 158 UU No. 4 Tahun 2009 “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK diatur dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) jo Pasal 29 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2017 jo Peraturan Gubernur Bali Nomor 37 Tahun 2018, namun Majelis Hakim memberikan sanksi Pidana selama 8 (delapan) bulan dan denda sebesar Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)
The Influence of Legal Culture on Business Actors' Compliance in Hazardous Cosmetic Products in Indonesia Sofia; Dede Mulyanah; Elsi Kartika Sari
Da'watuna: Journal of Communication and Islamic Broadcasting Vol. 5 No. 1 (2025): Da'watuna: Journal of Communication and Islamic Broadcasting
Publisher : Intitut Agama Islam Nasional Laa Roiba Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47467/dawatuna.v5i1.5865

Abstract

This study aims to analyze the influence of legal culture on business actors' compliance in producing cosmetics that are safe and free from hazardous materials. Legal culture that includes norms, values ​​and traditions in the application of law has an important role in determining the level of business actors' compliance with existing regulations. In the context of the cosmetics industry, compliance with regulations is highly dependent on legal awareness, effective supervision, and strict sanctions for violations. A strong legal culture accompanied by an understanding of business ethics and consistent law enforcement can encourage business actors to prioritize consumer safety. Conversely, a weak or ineffective legal culture tends to reduce the seriousness of business actors in complying with safety standards that can pose a risk to public health. The formulation of the problem obtained from this study is How is business actors' compliance with hazardous cosmetic regulations? ⁠And how is the BPOM regulation for hazardous cosmetics in Indonesia?. Therefore, a supportive legal culture and a strict law enforcement system are very important in creating a safe and sustainable cosmetics industry. This study is expected to provide a deeper understanding of the relationship between legal culture and compliance of cosmetic business actors.
BUDAYA HUKUM DALAM PENERAPAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Kara Morinka; Erna Rahma Balgis; Elsi Kartika Sari
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 7 No. 11 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v7i11.7109

Abstract

Budaya hukum perlindungan anak di Indonesia menghadapi berbagai hambatan yang bersifat kompleks dan luas, termasuk kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya hak anak, lemahnya penegakan hukum, dan pengaruh tradisi yang tidak mendukung. Rumusan masalah dalam penulisan ini, yaitu apa faktor penyebab budaya hukum perlindungan anak belum bisa diterapkan? dan apa solusi atas faktor yang menjadi hambatan penerapan budaya hukum perlindungan anak? Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian normatif yang menggambarkan permasalahan dalam budaya hukum dalam penerapan tentang perlindungan anak. Penelitian Normatif yang menggunakan bahan-bahan mengenai literatur-literatur atau jurnal tentang budaya hukum dalam penerapan tentang perlindungan anak serta dikaitkan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Faktor ekonomi seperti kemiskinan memperburuk kerentanan anak terhadap eksploitasi, kekerasan, dan minimnya akses pendidikan. Selain itu, fasilitas perlindungan seperti rumah aman dan layanan rehabilitasi masih terbatas, terutama di daerah terpencil. Budaya yang menganggap kekerasan fisik sebagai disiplin juga menjadi tantangan dalam mengubah pola pikir masyarakat. Untuk mengatasi hambatan ini, diperlukan langkah strategis seperti edukasi publik, penguatan kapasitas aparat penegak hukum, penerapan sanksi tegas, serta pemberdayaan ekonomi melalui program sosial. Sinergi antara pemerintah, masyarakat, lembaga swadaya, dan media sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung perkembangan anak secara optimal.
Membangun Budaya Hukum Yang Kuat Untuk Mendukung Supremasi Hukum Haekal Amalin Firdany Putra; Jeremy Arnold Christian Bangun; Firwanda Sandi Pradipta; Elsi Kartika Sari
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 2 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i2.1256

Abstract

Budaya hukum yang kuat menjadi fondasi penting dalam mendukung supremasi hukum yang adil dan berkeadilan di Indonesia, karena budaya hukum mencerminkan sikap, nilai, dan perilaku masyarakat dalam mematuhi dan menghormati hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan budaya hukum dalam mendukung supremasi hukum di Indonesia serta mengidentifikasi upaya-upaya strategis untuk membangun budaya hukum yang kokoh. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif-deskriptif dengan tiga pendekatan utama, yaitu pendekatan konsep, pendekatan kasus, dan pendekatan perundang-undangan. Data penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya hukum yang baik dapat menjadi kontrol sosial yang efektif dalam mencegah pelanggaran hukum dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap hukum, sedangkan lemahnya budaya hukum tercermin pada fenomena ketimpangan penegakan hukum, rendahnya keteladanan aparat, dan tingginya praktik permisif masyarakat terhadap pelanggaran hukum. Implikasinya, penguatan budaya hukum harus dilakukan melalui pendidikan hukum yang komprehensif, keteladanan aparat penegak hukum, pemanfaatan media massa dan teknologi informasi, serta sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait agar tercipta sistem hukum nasional yang demokratis, adil, dan berintegritas