Pembiasaan shalat dhuha dipilih oleh sekolah umum dan dasar agama sebagai metode pendidikan karakter dengan cara yang berbeda. Dengan penelitian etnografi komunikasi dengan teori komunikasi religious dan teori aktivitas, bertujuan merumusan metode dan model kegiatan shalat dhuha sebagai bagian pendidikan karakter yang terintegrasi dan efektif dan dapat dirujuk sekolah-sekolah. Menghasilkan: Keragaman metode komunikasi spiritual pembiasaan shalat dhuha didasarkan konsep spiritual UU No 20 tahun 2013, kurtilas, dan visi-misi yang dipengaruhi oleh status sekolah, guru, siswa, sarana, prasarana, keragaman agama dan dibungkus oleh faktor kepemimpinan. Dan status sekolah (sekolah rujukan, jawara MTQ, sekolah madrasah) menjadi faktor utamanya dan menjalankan metode Qishah, uswah dan pembiasaan) shalat dhuha secara berbeda, disesuaikan dengan target efek di dalam UU, kurikulum, visi misi, dan tujuan tiap program yang melalui model khas (suplemen, otonomi, integrasi, kolaboratif) tiap sekolah. SMPN 1 Serang sebagai sekolah rujukan pengembangan karakter meniadakan kewajiban shalat dhuha bersama, karena nroomm interrasi dari kebijakan, visi misi, kurikulum dan ekstrakurikuler dinilai cukup untuk mengantarkan pelaksanaan shalat dhuha mandiri. Hal yang sama pada MTSN 1 Kota Serang sebagai sekolah madrasah, dengan model otonom pelajaran Aqidah Akhlak yang dikolaborasikan dengan kurikulum dan ekstrakulrikuler, sehingga hanya mewajibkan pelaksanaan shalat dhuha bersama satu minggu sekali. Hal yang berbeda dilakukan oleh SMPN 8 Serang sebagai jawara MTQ, yang melaksanakan metode pembiasaan shalat dhuha sebanyak 4 hari dalam seminggu yang dilaksanakan dilapangan secara berjemaah sebagai fokusnya.