Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

MAKNA SIMBOLIS GUTI FU DI DESA BHERAMARI KECAMATAN NANGAPANDA KABUPATEN ENDE Rero, Dentiana; Kusi, Josef
Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah Vol 6, No 1 (2021): Juni
Publisher : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/historis.v6i1.5101

Abstract

Abstrak: Permasalahan dalam penelitian ini adalah tentang makna simbolis dari upacara Guti fu bagi masyarakat Nangakeo. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna simbolis dari upacara Guti fu bagi masyarakat Nangakeo. Permasalahan ini diteliti dengan menggunakan teori interaksi simbolik yang digagaskan oleh Stryker. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yakni pengumpulan data, reduksi data, pemaparan data, penarikan kesimpulan atau verifikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebudayaan potong rambut (Guti fu) yang harus dilaksanakan setiap keluarga baru yang dikarunia keturunan namun bagi anak bayi pertama dalam satu keluarga sebagai tanda simbolis untuk  melindungi anak dari pengaruh dunia luar sepreti dari aspek pergaulan, mentalitas, karakter, kesehatan dan lain-lain. Dan adapun makna yang terkandung dalam upacara Guti fu yaitu makna religius, makna sosial, dan makna pelestarian. Untuk melaksanakan upacara yang berkaitan dengan budaya guti fu di butuhkan perlengkapan yang memiliki makna khusus, agar anak bayi tidak mengalami hambatan-hambatan untuk kelancaran upacara guti fu, karena upacara ini adalah salah satu wujud kepercayaan yang diturunkan secara turun-temurun. Dalam hal ini upacara guti fu menjadi salah satu tradisi kebudayaan adat istiadat masyarakat Nangakeo yang harus laksanakan dalam keluarga.Abstract: The problem in this study is about the symbolic meaning of the Guti fu ceremony for the Nangakeo people. The purpose of this research is to find out the symbolic meaning of the Guti fu ceremony for the Nangakeo people. This problem was examined using the theory of symbolic interaction initiated by Stryker. The method used in this study is the qualitative method. With a qualitative descriptive approach. Data collection techniques are observation, interview, and documentation. While data analysis techniques are data collection, data reduction, data exposure, conclusion drawing, or verification. The results of this study showed that the culture of haircuts (Guti fu) must be implemented in every new family that is blessed with offspring but for the first baby in one family as a symbolic sign to protect the child from the influence of the outside world as a result of the aspects of the association, mentality, character, health, and others. And the meaning contained in the ceremony Guti fu is religious, social meaning, and the meaning of preservation. To carry out the ceremony related to guti fu culture in need of equipment that has a special meaning, so that the baby does not experience obstacles to the smoothness of the ceremony guti fu, because this ceremony is one form of belief that is passed down through generations. In this case, the guti fu ceremony became one of the traditional cultural traditions of nangakeo people that must be carried out in the family.
KAMPUNG ADAT WOLOTOPO SEBAGAI DESTINASI PARIWISATA KABUPATEN ENDE FLORES Jose Kusi; Dentiana Rero
Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah Vol 5, No 2 (2020): DECEMBER
Publisher : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/historis.v5i2.3438

Abstract

Abstrak: Masyarakat  Kabupaten  Ende  hidup  bersama  di kampung-kampung (Nua). Orang–orang yang  hidup  bersama  dalam  kampung itu secara umum berasal dari nenek moyang atau leluhur yang sama. Mereka hidup dan berbuat sesuai dengan adat isitadat warisan nenek moyang yang masih kental hingga kini. Sebagaimana perkampungan adat lainnya,Wolotopo merupakan salah satu kampung adat yang kaya dengan nuansa budayanya dan tersimpan berbagai seni budaya daerah sebagai potensi yang mesti dipertahankan keberadaannya bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat adat Wolotopo adalah bagian dari kelompok manusia yang mampu menghasilkan karyanya, yang mencerminkan nilai-nilai dan pandangan hidup yang dianutnya.  Berbagai  hasil  karya  masyarakat adat Wolotopo yang terungkap dan diwujudkan secara nyata menjadi ciri khusus  bahwa Wolotopo merupakan kampung tradisional dan tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat adat yang bersifat komunal.Abstract: The people of Ende Regency live together in the villages (Nua). The people who live together in the village generally come from the same ancestors or ancestors. They live and do according to the customs of the heritage of ancestors still strong today. Like other traditional villages, Wolotopo is one of indigenous villages rich with cultural nuances and stored various regional cultural arts as a potential that must be maintained for present and future generations. This proves that the Wolotopo indigenous people are part of a group of people who are able to produce his work, which reflects the values and views of life that attentive. Various product creation community tradition Wolotopo indigenous peoples work is revealed and manifested to be a distinctive feature that Wolotopo is a traditional village and not inseparable from the communal life of communal peoples.
MAKNA SIMBOLIS GUTI FU DI DESA BHERAMARI KECAMATAN NANGAPANDA KABUPATEN ENDE Dentiana Rero; Josef Kusi
Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah Vol 6, No 1 (2021): JUNE
Publisher : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/historis.v6i1.4754

Abstract

Abstrak: Permasalahan dalam penelitian ini adalah tentang makna simbolis dari upacara Guti fu bagi masyarakat Nangakeo. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna simbolis dari upacara Guti fu bagi masyarakat Nangakeo. Permasalahan ini diteliti dengan menggunakan teori interaksi simbolik yang digagaskan oleh Stryker. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yakni pengumpulan data, reduksi data, pemaparan data, penarikan kesimpulan atau verifikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebudayaan potong rambut (Guti fu) yang harus dilaksanakan setiap keluarga baru yang dikarunia keturunan namun bagi anak bayi pertama dalam satu keluarga sebagai tanda simbolis untuk  melindungi anak dari pengaruh dunia luar sepreti dari aspek pergaulan, mentalitas, karakter, kesehatan dan lain-lain. Dan adapun makna yang terkandung dalam upacara Guti fu yaitu makna religius, makna sosial, dan makna pelestarian. Untuk melaksanakan upacara yang berkaitan dengan budaya guti fu di butuhkan perlengkapan yang memiliki makna khusus, agar anak bayi tidak mengalami hambatan-hambatan untuk kelancaran upacara guti fu, karena upacara ini adalah salah satu wujud kepercayaan yang diturunkan secara turun-temurun. Dalam hal ini upacara guti fu menjadi salah satu tradisi kebudayaan adat istiadat masyarakat Nangakeo yang harus laksanakan dalam keluarga.Abstract: The problem in this study is about the symbolic meaning of the Guti fu ceremony for the Nangakeo people. The purpose of this research is to find out the symbolic meaning of the Guti fu ceremony for the Nangakeo people. This problem was examined using the theory of symbolic interaction initiated by Stryker. The method used in this study is the qualitative method. With a qualitative descriptive approach. Data collection techniques are observation, interview, and documentation. While data analysis techniques are data collection, data reduction, data exposure, conclusion drawing, or verification. The results of this study showed that the culture of haircuts (Guti fu) must be implemented in every new family that is blessed with offspring but for the first baby in one family as a symbolic sign to protect the child from the influence of the outside world as a result of the aspects of the association, mentality, character, health, and others. And the meaning contained in the ceremony Guti fu is religious, social meaning, and the meaning of preservation. To carry out the ceremony related to guti fu culture in need of equipment that has a special meaning, so that the baby does not experience obstacles to the smoothness of the ceremony guti fu, because this ceremony is one form of belief that is passed down through generations. In this case, the guti fu ceremony became one of the traditional cultural traditions of nangakeo people that must be carried out in the family.
KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT STRATA BAWAH PADA SUKU ENDE Dentiana Rero; Josef Kusi
Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah Vol 5, No 2 (2020): DECEMBER
Publisher : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/historis.v5i2.1959

Abstract

Abstrak: Permasalahan yang diangkat dalam  penelitian ini adalah apa yang mendasari adanya klasifikasi identitas  sosial masyarakat strata bawah pada suku Ende Kabupaten Ende dan bagaimana kehidupan sosial masyrakat strata bawah pada suku Ende Kabupaten Ende. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dasar adanya klasifikasi identitas sosial masyarakat strata bawah pada suku Ende Kabupaten Ende dan juga mengetahui kehidupan sosial masyarakat strata bawah pada suku Ende kabupaten Ende.Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori fungsional struktural oleh Davis dan Moore. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu  observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan teknik data yakni reduksi data, pemaran data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat strata bawah merupakan  suatu golongan dalam suatu masyarakat kebudayaan di suku Ende yang dalam arti golongan yang di perhatikan oleh  tua adat (mosalaki). Selain itu pula golongan tersebut diberi sebagian tanah dari mosa laki untuk dijadikan tempat tinggal maupun untuk usaha pertanian dalam menunjang kehidupan ekonomi mereka.Abstract: The issues raised in this research is what the underlying causes of the existence of community social identity classification under strata in the tribe of the Ende Districts Ende and how social life indigenous strata down on the tribe of Ende Districts Ende. The objective of this research is to know the basis of social identity classification society under strata in the tribe of the Ende Ende District and also know the public social life strata down on the tribe of Ende districts Ende. The theory that is used in this research is the structural functional theory by Davis and Moore. The research method used in this research is a qualitative research method with data collection technique namely observation, interview and documentation. While the technique of data is  data reduction, pemaran data and the withdrawal of the conclusion. The research results show that the community strata below is a the in a cultural community in the tribe of Ende which in the meaning of the note by indigenous elders (mosalaki). Besides that also the is given some land from mosa man to live as well as to the business of agriculture in support of their economic life.
Strategi Bertahan Hidup Dalam Komunitas Nelayan Di Desa Bheramari Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende Dentiana Rero
Ekspektasi: Jurnal Pendidikan Ekonomi Vol. 2 No. 2 (2017): September
Publisher : Program Studi Pendidikan Ekonomi, Universitas Flores

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The life of the fishing community of the village of Bheramari depends solely on seafood. These fishermen, arrested in two ways. For large fishermen, they make arrests using motorized boats so it easy to sail in the sea. With modern tools used to boost income. Viewed from the economic factor for the big fishermen is inversely proportional to the income of small fishermen. While small fishermen commonly called traditional fishermen in fishing only rely on rowing boats. The purpose of this research is 1) to know the constraints faced by fishermen in Bheramari village; 2) to find out the survival strategy of fishing communities in Bheramari village. The method of research used is qualitative method with data collection technique is interview, observation and documentation. To analyze the data there are 4 steps used (1) Data collection, (2) Data reduction, (3) Presentation of data or display data, and (4) draw conclusion. The result of the research shows that: (1) the constraints faced by fishermen in Bheramari village are four obstacles, namely natural condition canstraints, capital business constraints. (2) The survival strategy of fishermen community in Bheramari village is done by fishermen to survive by job diversification.
The Culture of Tolerance From Ende Ethnic in Interfaith Aspect Rero, Dentiana; Malihah, Elly; Sapriya, Sapriya; Ratmaningsih, Neiny; Asnimawati, Asnimawati
Aulad: Journal on Early Childhood Vol. 8 No. 1 (2025): January-April 2025
Publisher : Perkumpulan Pengelola Jurnal PAUD Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/aulad.v8i1.1006

Abstract

Masyarakat Ende yang hidup bertoleransi dengan umat yang berbeda agama dan hidup berdampingan satu sama lain. Toleransi terhadap keberagaman yang dimaksud adalah toleran bukan berarti menganut kepercayaan orang lain, melainkan bagaimana menjalankan kepercayaan agama lain dengan baik tanpa mengganggu agama sendiri. Kenyataannya, masyarakat Indonesia pada umumnya sangat rentan terhadap konflik akibat isu-isu yang beredar di media elektronik. Penelitian ini merupakan kajian sosiologi yang dilakukan oleh Bikhu Parekh yang menemukan tiga hal yaitu budaya, pluralitas, dan solusinya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksplanatori dan deskriptif. Toleransi budaya masyarakat suku Ende terbukti dimana toleransi terhadap keberagaman agama merupakan realitas kehidupan sehari-hari. Sebagaimana agama Islam yang merayakan hari besar keagamaan. Hal tersebut meliputi membersihkan masjid, menata bagian dalam masjid, menjaga keamanan bagi yang berbeda agama. Agama Katolik merayakan hari raya, begitu pula agama Islam melakukan hal yang sebaliknya. Berbeda halnya dengan pembangunan gereja dan masjid, kontribusi masyarakat lintas agama, mulai dari ide, biaya, hingga tenaga pembangunan. Dapat dikatakan bahwa masyarakat Ende terdiri dari berbagai suku dan agama. Masyarakat Ende telah berhasil menerapkan toleransi di masyarakat. Mereka tidak pernah melakukan hal-hal negatif terhadap perbedaan agama dan hidup saling toleransi dan gotong royong.
Effectiveness of Social Studies Learning Through Tik Tok Media to Improve Students' Understanding Daniati, Nia; Mulyana , Eldi; Rero, Dentiana
SAHUR Journal Vol. 2 No. 2 (2023): Volume 2 Nomor 2 Tahun 2023
Publisher : Institut Pendidikan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The development of government policies that require taking steps to close educational facilities from the highest level to the lowest level and require the world of education to implement distance learning with the aim of breaking the chain of transmission of Corona Virus Deseas-19 (Covid-19) The purpose of this study was to find out how far the learning interest of students could increase in understanding the material in social studies learning after the application of learning media through Tik Tok videos to students. The research method used is a quantitative method with an experimental design. The data collection technique used was the pretest and posttest, and the data analysis process to identify increases was carried out by the normalized N-Gain test. The results of this study indicate that there is a significant increase in students' understanding of social studies learning by using tick-tock-based learning media in social studies learning.
Myth and Ritual of Ine Pare: An Anthropolinguistic Study of Ende-Lio Ethnic Culture, Flores Rero, Dentiana; Hasanuddin, Hasanuddin; Malihah , Elly; Sapriya, Sapriya; Ratmaningsih, Neiny
Jurnal Arbitrer Vol. 12 No. 3 (2025)
Publisher : Masyarakat Linguistik Indonesia Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/ar.12.3.383-400.2025

Abstract

This research on the myth and ritual of Ine Pare among the Ende-Lio community in Nida Village, Flores, Indonesia, aims to reveal how linguistic expressions encode local wisdom amid cultural marginalization. An ethnographic approach and linguistic anthropological theory are employed as the formal framework of the study. Data were collected through 16 weeks of participant observation and in-depth interviews with the traditional elder (Mosalaki) and five other key informants. Thematic data analysis found that the myth and ritual of Ine Mbu—the Rice Mother—represent a socio-ecological knowledge system supported by local rationality and religiosity. Socio-ecological knowledge is reflected in communal solidarity, equitable resource distribution, and environmental taboos. Local rationality is expressed through agricultural and nutritional knowledge. Religiosity is manifested in ancestor veneration, ritual obligations, and moral ethics enforced through communal sanctions. In this context, the Lio language, used in myths and ritual mantras, functions as the preserver and transmitter of these local wisdom values. The Nida-Ende community and its oral traditions and local wisdom remain relatively resilient due to geographic isolation. However, youth migration, digital and social media influx, and tourism commodification threaten these traditions. The implication of this research is strengthening linguistic anthropological scholarship regarding the relationship between oral traditions and local competencies (knowledge, skills, and attitudes) in sustaining ecological balance and social cohesion. These findings recommend undertaking cultural revitalization efforts, including documentation of local cultural heritage, integration of local wisdom into formal education curricula, and development of cultural tourism.
TRANSFORMASI NILAI DALAM PERKAWINAN ADAT PADA MASYARAKAT TRADISIONAL WOLOTOPO KECAMATAN NDONA KABUPATEN ENDE Kusi, Yosef; Rero, Dentiana; Maria, Emi Angelina
Sajaratun : Jurnal Sejarah dan Pembelajaran Sejarah Vol 5 No 1 (2020): Sajaratun : Jurnal Sejarah dan Pembelajaran Sejarah
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Flores

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37478/sajaratun.v5i1.1355

Abstract

Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengapa terjadi pergeseran nilai dalam sistem perkawinan adat pada masyarakat tradisional Wolotopo Kecamatan Ndona Kabupaten Ende. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya pergeseran nilai. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Metode yangdigunakan adalah reduksi data, pemaparan data, dan penarikan kesimpulan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam sistem perkawinan adat pada masyarakat tradisional Wolotopo mengalami perubahan baik dalam bentuk, proses maupun nilai-nilai. Perubahan ini sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam gereja Katolik, nilai yang diwariskan dalam sistem perkawinan adat, dipandang sebagai salah satu model utama bagi perkembangan dan keberlangsungan hidup gereja lokal, karena proses perkawinan adat sangat relevan dengan proses perkawinan dalam gereja Katolik walaupun ada unsurunsur kecil yang dianggap kurang sesuai. Nilai-nilai kebudayaan asli merupakan harta kekayaan yang harus diterima dan dilestarikan keberadaannya sejauh tidak bertentangan dengan aspek religiositas masyarakat.
MAKNA SYAIR LAGU PADA TARIAN GAWI DALAM UPACARA SYUKURAN PANEN DI DESA NDUARIA KECAMATAN KELIMUTU KABUPATEN ENDE Tidha, Maria Velisitas; Rero, Dentiana; Sulaiman, Hasti
Sajaratun : Jurnal Sejarah dan Pembelajaran Sejarah Vol 7 No 1 (2022): Sajaratun : Jurnal Sejarah dan Pembelajaran Sejarah
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Flores

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37478/sajaratun.v7i1.1958

Abstract

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa makna syair lagu pada tarian Gawi dalam upacara syukuran panen di desa Nduaria Kecamatan Kelimutu Kabupaten Ende. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui makna syair lagu pada tarian Gawi dalam upacara syukuran panen di desa Nduaria Kecamatan Kelimutu Kabupaten Ende. Teori yang digunakan adalah teori estetika yang dikemukakan oleh Sutrisino menjelaskan bahwa melalui tubuh dengan geraknya, termasuk mulut yang berucap atau gerak tangan dan kaki, manusia mengungkapkan siapa dia “sejatinya” siapa dirinya. Melalui tubuh yang berekspresi entah lewat mulut atau tangan yang berkarya, manusia mau menampilkan kehendaknya, pikirannya dan rasa. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tarian Gawi sangat berarti bagi masyarakat desa Nduaria karena mengandung pesan-pesan moral yang membawa dampak perubahan tingkah masyarakat desa Nduaria itu sendiri. Syair lagu pada tarian Gawi bermakna religius, makna persatuan, makna sosiologis, makna kebersamaan, makna pengharapan akan keberhasilan. Peneliti menyimpulkan bahwa tarian Gawi merupakan suatu rangkaian dari upacara syukuran panen yang dilaksanakan setiap tahun dalam bulan Oktober. Dalam syair lagu pada tarian Gawi ini menggambarkan tentang kisah nenek moyang yang sedang memanen padi di ladang dengan cara tradisional.