Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

AJA WERA, ANTARA LARANGAN DAN TUNTUNAN I Gusti Ketut Widana
DHARMASMRTI: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan Vol 19 No 1 (2019): Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan
Publisher : Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.739 KB) | DOI: 10.32795/ds.v10i1.330

Abstract

Umat Hindu dikenal taat dan disiplin dalam menjalankan ajaran agamanya, terutama yang berkaitan dengan ritual (yadnya). Sehingga, walaupun relatif tidak menguasai landasan tattwa- jnananya, seperti teologi dan filosofinya, umat Hindu merasa mantap dan penuh keyakinan melaksanakan kewajiban ritualnya. Penyebabnya adalah kepatuhannya pada adagium ‘gugon tuwon’, yang biasanya disertai anak kalimat ‘nak mulo keto’ (memang sudah demikian adanya). Sehingga umat tinggal melaksanakan kewajiban ritual itu tanpa perlu bertanya apalagi mempertanyakan landasan kebenarannya. Konsekuensinya, kebanyakan umat Hindu relatif “awidya” (awam pengetahuan) dalam hal pemahaman tattwa (filsafat), tetapi disiplin dalam hal melaksanakan ritual (upacara). Kondisi keawaman pengetahuan itu semakin ajeg dengan adanya sesanti Aja Wera, yang dipahami sebagai bentuk “larangan” mempelajari atau mendalami ajaran agama. Jika larangan itu dilanggar, konon katanya akan menyebabkan orang bisa “inguh” (galau), yang apabila dibiarkan lama-lama bisa “buduh” (gila). Padahal, jika diselami sejatinya Aja Wera itu adalah konsep pembelajaran yang memberikan tuntunan kepada umat Hindu bahwa jika belajar atau mendalami ajaran agama diwajibkan untuk tidak mabuk atau sombong lantaran merasa telah pintar menguasai ajaran agama. Inilah kondisi dilematis konsep Aja Wera, berada di anatara larangan dan tuntunan.
FILOSOFI RITUAL HINDU, PERGESERAN ANTARA KONSEP DAN KONTEKS I Gusti Ketut Widana
DHARMASMRTI: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan Vol 19 No 2 (2019): Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan
Publisher : Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (291.507 KB) | DOI: 10.32795/ds.v19i2.435

Abstract

Mayadnya adalah kewajiban (mutlak) bagi umat Hindu. Landasan teologi Hindu mendoktrin bahwa dunia beserta segenap isinya diciptakan Tuhan (Prajapati) melalui yadnya. Sehingga sebagai salah satu wujud bhakti umat Hindu kehadapan Tuhan adalah dengan melaksanakan yadnya. Sebenarnya ada beberapa pengertian yadnya, di antaranya pengorbanan, pemberian, pengabdian, pelayanan, namun yang lumrah dipahami dan dilaksanakan umat Hindu adalah dalam bentuk ritual. Aktivitas ritual itu sendiri dikemas dalam pelaksanaan upacara lengkap dengan sarana upakara bebantennya (sesaji). Sampai pada titik ini, pengertian yadnya mengalami penyempitan makna, seolah sebatas atau terbatas pada kegiatan ritual semata. Terjadi kemudian pergeseran antara konsep dalam konteks pelaksanaannya, dimana filosofi mayadnya cenderung berkembang lebih ke arah materialisasi ide-ide ketuhanan, dibandingkan dengan transendensi ke arah penguatan sikap dan perilaku berketuhanannya.
URGENSI LAGU KIDS BERBASIS TRI HITA KARANADIIMPLEMENTASIKAN DI SEKOLAH TK SARI MEKAR SUKAWATI DAN TK SUTHA DHARMA UBUD I Gusti Ayu Suasthi; I Gusti Ketut Widana; Ni Made Surawati
DHARMASMRTI: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan Vol 20 No 2 (2020): Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan
Publisher : Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32795/ds.v20i2.1028

Abstract

Artikel ini membahasUrgensi Lagu Kids Berbasis Tri Hita Karana Diimplementasikan di sekolah tk sari Mekar sukawati dan tk sutha Dharma Ubud. Di samping studi dokumen, data penelitian ini diperoleh melalui observasi dan wawancara dengan para guru di sekolah tK sari Mekar sukawati dan tK sutha Dharma Ubud. Data yang terkumpul kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk deskriptif-kualitatif. hasil kajian menunjukkan bahwa: pertama, mengenalkan konsep-konsep ajaran agama hindu khususnya ajaran tri hita karana akan lebih mudah bila diintegrasikan dalam kegiatan bernyanyi sambil belajar. Kedua, membangun kecerdasan emosi anak sejak usia dini akan membantu anak lebih mudah memahami pesan-pesan yang ada dalam lagu. lirik pada lagu anak-anak banyak mengandung pesan untuk mencerdaskan akal pikiran dan kecerdasan iman. sebagai contoh lagu Pelangi-pelangi menanamkan anak-anak untuk percaya akan kebesaran dan kemahakuasaan ida Sang Hyang Widhi/t uhan dalam konsep tri hita karana termasuk dalam aspekparhyangan.lagu satu-satu Aku sayang Ibu mengandung makna saling menyayangi antar sesama, hal ini bagian dari ajaran pawongan. serta lagu lihat Kebunku mengajarkan pada anak-anak untuk merawat tumbuhan, hal ini mencerminkan sikap menyayangi tumbuhan/alam sebagai bagian dari ajaran palemahan
DEGRADASI ETIKA BUSANA SEMBAHYANG UMAT HINDU DI PURA AGUNG JAGATNATHA DENPASAR I Gde Widya Suksma; I Gusti Ketut Widana
DHARMASMRTI: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan Vol 21 No 1 (2021): Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan
Publisher : Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Secara evolutif, apapun yang menyangkut diri manusia sejak jaman prehistoris (purba) sampai posmodern selalu bergerak dinamis mengikuti kecenderungan perubahan. Oleh karena itu diperlukan pandangan yang lebih lunak mengenai kemajuan manusia sejak jaman purba, bila ingin mempunyai pengertian tentang diri manusia. Mempelajari manusia, sebenarnya adalah mempelajari diri kita sendiri dalam berbagai bentuknya, mulai dari yang primitif, sederhana hingga modern atau postmodern. Semua perkembangan itu menggambarkan betapa perubahan dari bentuk satu ke bentuk lain, cenderung bergerak ke arah yang semakin bebas. Termasuk bebas dalam arti lepas dari aturan norma dalam berbusana sembahyang, yang pada akhirnya bermuara pada terjadinya degradasi etika. Hal ini berkaitan dengan bahwa secara biologis tubuh manusia adalah konstruk fisikal-material yang meliputi bermacam organ dengan berbagai jenis dan fungsinya yang kemudian menjadi satu kesatuan membentuk keutuhan anatomis manusia. Ketika tubuh biologis atau anatomis manusia hendak ditampilkan dalam kerangka relasi atau interaksi sosial, maka muncullah apa yang dinamakan sebagai “penampilan fisik”. Tubuh fisikal yang didesain sedemikian rupadengan unsur-unsur material yang artifisial sesuai dengan perkembangan tren mode, dengan kecenderungan menyimpang dari tuntunan etika Hindu.
RELASI PSIKOLOGI DAN AKTIVITAS RITUAL DALAM PENGUATAN SRADHA BHAKTI UMAT HINDU I GUSTI KETUT WIDANA; NI WAYAN SADRI; I GDE WIDYA SUKSMA; PUTU DIA ANTARA
VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia Vol. 5 No. 2 (2022): Vidya Wertta: Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia
Publisher : FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32795/vw.v5i2.3408

Abstract

Obsesi tertinggi umat Hindu adalah mencapai Moksa, saat mana Sang Atman meninggalkan materi ketubuhan untuk kembali “menyatu” pada Brahman, sumber asal muasal semua ciptaan. Disebut juga mencapai suka tanpawali duka, kebahagiaan kekal-abadi, tidak lagi mengalami reinkarnasi. Dalam ajaran Hindu, upaya ke arah itu hanya bisa dicapai dengan meningkatkan kualitas sradha bhakti hingga mencapai tingkatan samadhi. Jika kemudian ternyata mengalami kelahiran kembali (numadi), sejatinya hal itu dapat disebut sebagai “kejatuhan”, turun kembali ke dunia lantaran Sang Atman gagal melepaskan diri dari belenggu materi. “Kejatuhan” karena kelahiran kembali ke dunia materi inilah yang disebut sebagai samsara. Usaha mengelak dari samsara yang secara sakala identik dengan keadaan sengsara, antara lain dilakukan melalui aktivitas ritual yang secara psikologi dapat mensublimasi umat mencapai atau menikmati rasa suka/senang, tenang, tentram, bahkan bahagia. Artikel ini hendak mengungkap permasalahan tersebut melalui pendekatan psikologi dengan menggunakan kajian kualitatif deskriptif interpretatif.
AKTIVITAS RITUAL SEBAGAI MEDIA MEMBANGUN RELASI SOSIOLOGIS i gusti ketut widana; i ketut winantra; I Putu Diantra; I Gde Widya Suksma; Ni Wayan Sadri
WIDYANATYA Vol 5 No 1 (2023): WIDYANATYA: JURNAL PENDIDIKAN AGAMA DAN SENI
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Bagi umat Hindu pelaksanaan aktivitas ritual, tidak semata-mata dilandasi oleh konsep teologi, filosofi dan mitologi, tetapi didasari juga oleh dorongan psikologi dan sosiologi. Landasan teologi dan filosofi membuat umat Hindu begitu tunduk dan taat atas kuasa dan ajaran Tuhan. Landasan mitologi menjadikan umat Hindu merasa takut jika melanggar ketentuan Tuhan. Sedangkan landasan psikologi mendorong umat Hindu dapat merasakan ketenangan, ketenteraman dan kebahagiaan. Sementara itu melalui landasan sosiologi mengarahkan umat Hindu agar senantiasa membangun dan menjalin relasi sosial, oleh sebab tidak ada ritual apapun yang dapat dilaksanakan tanpa solidaritas sosial. Artikel ini hendak mengungkap bahwa terdapat hubungan erat antara aktivitas ritual dengan upaya membangun relasi sosial di tengah kehidupan masyarakat Hindu berbasis tradisional yang bersifat komunal dan kolegial. Kata kunci : ritual, media, sosial Abstract For Hindus, the implementation of ritual activities is not solely based on theological, philosophical and mythological concepts, but also based on psychological and sociological motivations. Theological and philosophical foundations make Hindus so submissive and obedient to God's power and teachings. The basis of mythology makes Hindus feel afraid if they violate God's provisions. While the psychological basis encourages Hindus to feel calm, peaceful and happy. Meanwhile, through a sociological basis directing Hindus to always build and establish social relations, because there is no ritual that can be carried out without social solidarity. This article wants to reveal that there is a close relationship between ritual activities and efforts to build social relations in the midst of communal and collegial Hindu community life. Keywords : Ritual, Media, sosial
IMPLIKASI AKTIVITAS RITUAL YADNYA UMAT HINDU PADA ASPEK SOSIAL DAN EKONOMI I GUSTI KETUT WIDANA; NI WAYAN SADRI; I GEDE WIDYA SUKSMA; Putu Dia Antara
WIDYANATYA Vol 6 No 1 (2024): Widyanatya: Jurnal Pendidikan Agama dan Seni
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Aktivitas ritual adalah bagian dari praktik atau pengamalan ajaran yadnya. Pelaksanaan Yadnya itu sendiri sebagai bentuk pengorbanan umat Hindu yang dilaksanakan secara tulus ikhlas dan tanpa pamrih, yang ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan beserta segala manifestasi-Nya (Dewa Yadnya), juga kepada para Resi (Resi Yadnya), para leluhur (Pitra yadnya), manusia (Manusa Yadnya), dan juga alam (Bhuta Yadnya). Aktivitas ritual dalam konteks artikel ini adalah segala bentuk kegiatan dan perilaku umat Hindu dalam mayadnya (persembahan suci) yang dalam praktiknya membawa implikasi, khususnya pada aspek sosial dan ekonomi. Pada aspek sosial menimbulkan rasa solidaritas/kebersamaan dalam melakukan tindakan simbolik keagamaan. Sedangkan pada aspek ekonomi menunjukkan keterkaitannya dengan urusan pembiayaan secara finansial (keuangan), bahkan berimplikasi juga pada tingkat inflasi lantaran kebutuhan ritual sudah dimasukkan sebagai barang konsumsi. Tidak lagi sebagai konsumsi tersier tetapi sudah meningkat menjadi konsumsi sekunder bahkan primer, karena setiap hari material ritual (bebanten) dibutuhkan sebagai persembahan untuk dihaturkan oleh keluarga Hindu.
UPACARA NGENTEG LINGGIH DI PURA DUTA DHARMA SEBAGAI MEDIA EDUKASI PENGUATAN SRADDHA BHAKTI UMAT HINDU DISTRIK TANAH MIRING KABUPATEN MERAUKE I Gusti Ketut Widana; Ni Wayan Sadri; I Wayan Suasta
WIDYANATYA Vol. 7 No. 01 (2025): Widyanatya: Pendidikan Agama dan Seni
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendirian sebuah Pura sebagai tempat suci peribadatan mutlak diperlukan meskipun berada jauh di tanah rantau seperti yang dilakukan umat Hindu transmigran di Distrik Miring Kabupaten Merauke Papua yang berhasil membangun sebuah Pura dengan nama Pura Duta Dharma. Namun setelah 40 tahun pendirian baru bisa dilaksanakan Upacara Ngenteg Linggih, yang sekaligus juga dapat digunakan sebagai media edukasi bagi penguatan sraddha bhakti umat Hindu setempat. Atas dasar itulah penelitian ini dilakukan dengan rumusan masalah : 1) Mengapa Upacara Ngenteg Linggih dilaksanakan di Pura Duta Dharma Distrik Tanah Miring Kabupaten Merauke ?, 2) Bagaimakah prosesi pelaksanaan Upacara Ngenteg Linggih di Pura Duta Dharma sebagai media edukasi bagi umat Hindu di Distrik Tanah Miring Kabupaten Merauke ?, 3) Bagaimana implikasi pelaksanaan Upacara Ngenteg Linggih di Pura Duta Dharma sebagai media edukasi terhadap penguatan sraddha bhakti umat Hindu Distrik Tanah Miring Kabupaten Merauke ?. Penelitian ini merupakan kajian kualitatif deskripstif interpretatif dengan pendekatan sosial, agama dan pendidikan. Kajian ini menggunakan teori Religi, teori Struktural Fungsional dan teori Penguatan (Reinforcement). Adapun hasil penelitian ini menyimpulkan : 1) pelaksanaan upacara Ngenteg Linggih memiliki landasan/alasan konsepsi, baik teologi, filosofi maupun mitologi; 2) pelaksanaan upacara Ngenteg Linggih memfungsikan seluruh unsur dalam struktur masyarakat Hindu Distrik Tanah Miring; dan 3) pelaksanaan upacara Ngenteg Linggih memiliki implikasi edukasi terhadap pendidikan agama Hindu, baik Tattwa, Susila maupun Acara.
LANDASAN TEOLOGI PRAKTIK RITUAL HINDU Widana, I Gusti Ketut; Suasthi, I Gusti Ayu
WIDYANATYA Vol. 1 No. 2 (2019): WIDYANATYA
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32795/jznxz383

Abstract

Basically, ritual activities are a series of sacred (sacred / sacred) actions carried out by Hindus using certain tools, places, and certain ways. Its main function is as a medium to surrender by worshiping God along with His manifestations accompanied by various offerings while accompanied by prayers (mantras) in order to obtain a gift of salvation. The rituals that are often encountered and experienced and carried out in daily life are generally life cycle rituals such as the rituals of birth, marriage, until death that are religiously believed by followers. Hinduism itself as a religion constructed by three basic frameworks positions "ritual" (event) as a supplement of material (skin / packaging) to support the element of "ethics" (moral) as part of an essence that is strengthened as well as to strengthen the foundation of "philosophy" (tattwa) as substance.