Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN OBYEK WISATA GANTOLE (STUDI KASUS DESA SENDANG KECAMATAN WONOGIRI KABUPATEN WONOGIRI) Setyorini, Ayu
ISSN.2252-8407
Publisher : SOSIALITAS; Jurnal Ilmiah Pend. Sos Ant

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (11.553 KB)

Abstract

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN OBYEK WISATA GANTOLE (Studi Kasus Desa Sendang Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri) Ayu Indri Setyorini, Sigit Pranawa, Siany Indria Liestyasari Pendidikan Sosiologi Antropologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidiakn Universitas Sebalas Maret ayuindri.setyorini97@gmail.com ABSTRAK Obyek Wisata Gantole merupakan obyek wisata yang dijadikan tujuan wisata karena memiliki cikal bakal sebagai obyek wisata dikarenakan menjadi lokasi penerbangan paralayang dengan standar nasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji partisipasi masyarakat dalam pengembangan Obyek Wisata Gantole melalui berbagai elemen masyarakat Desa Sendang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan strategi penelitian bersifat studi kasus. Teknik pengambilan informan dilakukan dengan cara purposive sampling. Data dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Validitas data yang digunakan adalah triangulasi sumber dan metode. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif yang terdiri dari reduksi data, penyajian, dan penarikan kesimpulan. Hasil temuan dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Sendang yang ikut berpartisipasi dalam pengembangan Obyek Wisata Gantole tergabung dalam pengurus BUMDes, karang taruna, dan masyarakat sekitar lokasi wisata. Manajemen pengelolaan Obyek Wisata Gantole dipegang oleh BUMDes. Untuk pengelolaan teknis lapangan di lokasi obyek wisata dipegang oleh karang taruna. Menurut konsep Comunnity Based Tourism pengembangan yang dilakukan sudah terlaksana karena pengembangan dikerjakan oleh masyarakat lokal dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Partisipasi pengembangan ini menurut Ife terjadi karena adanya demokrasi partisipasif dan demokrasi deliberatif. Kata kunci : Partisipasi, Masyarakat, Pengembangan Obyek Wisata, Demokrasi
PREVALENSI RAWAT INAP AKIBAT GEJALA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA USIA DI BAWAH LIMA TAHUN YANG DITITIPKAN DI TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA) KOTA DENPASAR Alvin Alvelino Putra Sutrisna; Ayu Setyorini Mestika Mayangsari; Eka Gunawijaya
E-Jurnal Medika Udayana Vol 9 No 2 (2020): Vol 9 No 02(2020): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/MU.2020.V09.i2.P18

Abstract

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) salah satunya pneumonia, merupakan salah satu penyebab tertinggi kematian pada balita usia di bawah lima tahun. Berkurangnya waktu antara anak dan orang tua akibat tuntutan ekonomi dan pekerjaan membuat pengawasan terhadap anak, terutama mengenai tumbuh kembang dan kesehatan anak mulai berkurang. Alasan ini membuat orang tua memilih Taman Penitipan Anak (TPA) sebagai salah satu solusi tempat anak tumbuh dan berkembang. TPA diduga mampu menjadi risiko tempat penyebaran penyakit pada balita, salah satunya adalah ISPA. Atas dasar tersebut penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui prevalensi dan karakteristik faktor balita, lingkungan, dan TPA pada balita yang di rawat inap akibat gejala ISPA yang dititipkan di TPA Kota Denpasar. Penelitian deskriptif potong lintang dengan sampel sebanyak 120 sampel didapat melalui data primer berupa kuesioner yang telah dilakukan di 12 TPA, tersebar di empat wilayah administratif Kota Denpasar. Sampel diambil menggunakan metode Multi Stage Random Sampling. Prevalensi balita yang dirawat inap menunjukkan angka total 10,8%, di mana empat balita dirawat inap akibat gejala ISPA (3,3%) yang diduga seluruhnya menderita pneumonia. Karakteristik balita berupa usia, jenis kelamin, berat lahir, status gizi, rirwayat imunisasi, dan riwayat ASI eksklusif, serta karakteristik lingkungan balita seperti kepadatan hunian, pendidikan ibu, penghasilan, adanya anggota keluarga yang merokok, dan kepadatan TPA pun dievaluasi untuk dapat dijadikan acuan penelitian lebih lanjut. Kata kunci: prevalensi, rawat inap, ISPA, pneumonia, TPA, penitipan anak
Perbandingan Keamanan dan Konversi Tuberkulin dari Vaksin BCG Strain Moskow dan Vaksin BCG Strain Pasteur pada Bayi Ni Putu Siadi Purniti; Novilia Sjafri Bachtiar; Ida Bagus Subanda; Ayu Setyorini; Putu Junara Putra; Wayan Gustawan; IGA Trisna Windiani; Julitasari S; Rini Mulia Sari
Sari Pediatri Vol 17, No 3 (2015)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (91.504 KB) | DOI: 10.14238/sp17.3.2015.169-74

Abstract

Latar belakang. Pemberian vaksin BCG pada bayi masih menjadi kebijakan pemerintah Indonesia dan WHO.Tujuan. Membandingkan keamanan dan konversi tuberkulin vaksin BCG strain Moskow dengan strain Pasteur.Metode. Tergabung dalam penelitian ini 220 bayi 0-1 bulan, kelompok A menerima vaksin BCG strain Pasteur, dan kelompokB menerima strain Moskow dengan randomisasi tersamar tunggal. Reaksi lokal dan sistemik yang timbul diamati hingga 30 haripasca imunisasi. Uji tuberkulin dilakukan pada hari ke-90 pasca imunisasi, dengan pembacaan 48-72 jam kemudian.Hasil. Terdapat 205 anak berhasil menyelesaikan studi. Pembesaran kelenjar getah bening ditemukan pada kedua kelompok,masing-masing 2 bayi, yang sembuh sendiri tanpa pengobatan. Tidak ditemukan kejadian ikutan pasca imunisasi serius karenavaksin BCG. Jumlah bayi yang mempunyai jaringan parut dan konversi tuberkulin tidak berbeda signifikan, p=0,578 dan p=0,205(p>0.05).Kesimpulan.Vaksin BCG strain Pasteur dan strain Moskow mempunyai profil keamanan dan konversi tuberkulin yang relatifsama.
Kadar Feritin Serum Terhadap Fungsi Paru pada Pasien Talasemia β Mayor Luh Gde Ayu Pramitha Dewi; Ayu Setyorini Mestika Mayangsari; Ida Bagus Subanada; Putu Siadi Purniti; AANKP Widnyana
Sari Pediatri Vol 21, No 3 (2019)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp21.3.2019.183-8

Abstract

Latar belakang. Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter akibat defek genetik pembentukan rantai globin. Tata laksana talasemia dengan transfusi darah dapat menimbulkan penumpukan besi di berbagai jaringan seperti paru. Tujuan. Untuk mengetahui korelasi kadar feritin serum terhadap fungsi paru pada anak talasemia β mayor.Metode. Studi analitik potong lintang dilakukan di RSUP Sanglah sejak Juli-Agustus 2017. Subjek diambil secara konsekutif dengan kriteria inklusi semua anak talasemia usia ≥6 tahun, mendapatkan transfusi darah rutin dan kelasi besi. Kriteria eksklusi adalah anak penderita talasemia dengan penyakit paru kronis dan tidak kooperatif saat spirometri.Hasil. Dari total 31 pasien talasemia di RSUP Sanglah, 28 subjek memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada yang memenuhi kriteria eksklusi. Pada penelitian ini median usia pasien talasemia 12,5 tahun dengan kadar rerata feritin serum 3196,5 g/dL. Hasil spirometri dengan median vital capacity (VC) 75%, force vital capacity (FVC) 82,5%, force expiratory volume in one second (FEV1) 80,6%, FEV1/FVC 101,9%. Korelasi kadar feritin serum terhadap semua parameter fungsi paru yaitu VC, FVC, FEV1, dan FEV1/FVC adalah sangat lemah dengan masing-masing nilai r adalah (r=0,016; p=0,936), (r=0,181; p=0,357), (r=0,305; p=0,114), (r=0,158; p=0,42).Kesimpulan. Korelasi kadar feritin serum terhadap semua parameter fungsi paru didapatkan korelasi lemah dan tidak bermakna secara statistik.
Faktor Risiko Infeksi Tuberkulosis Milier dan Ekstraparu pada Anak Penderita Tuberkulosis Dewi Aryawati Utami; Ni Putu Siadi Purniti; Ida Bagus Subanada; Ayu Setyorini MM
Sari Pediatri Vol 22, No 5 (2021)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp22.5.2021.290-6

Abstract

Latar belakang. Infeksi Mycobacterium tuberculosis dapat bermanifestasi klinis sebagai penyakit tuberkulosis (TB) paru maupun TB ekstraparu dan TB milier. Saat ini terdapat kekurangan data mengenai faktor risiko TB ekstraparu dan milier pada anak TB. Tujuan. Untuk mengetahui faktor risiko TB milier dan TB ekstraparu pada anak penderita TB.Metode. Penelitian analitik potong-lintang menggunakan data sekunder. Sampel direkrut secara konsekutif dari pasien TB anak yang rawat inap dan rawat jalan di RSUP Sanglah, Denpasar mulai dari Januari 2017 hingga Agustus 2019. Selama periode penelitian didapat 120 pasien rawat inap maupun rawat jalan yang memenuhi kriteria inklusi. Tigapuluh enam subyek dieksklusi karena data rekam medik tidak lengkap sehingga didapat 84 sampel, terdiri dari 42 subyek TB paru dan 42 TB milier/TB ekstraparu. Seluruh sampel adalah pasien TB yang terbagi menjadi TB paru dan TB ekstraparu.Hasil. Tuberkulosis paru ditemukan 42 kasus (50%), 35 kasus (41,7%) menderita TB ekstraparu, dan 7 kasus (8,3%) menderita TB milier. Status HIV positif [OR= 3,71, IK 95% 1,21 sampai 11,33, p=0,022] dan tanpa parut BCG [OR=5,02, IK 95% 1,18 sampai 21,26, p=0,029] merupakan faktor risiko TB milier dan TB ekstraparu. Kesimpulan. Status HIV positif dan tanpa parut BCG merupakan faktor risiko TB milier dan TB ekstraparu.
Hubungan Jumlah Leukosit serta Kadar Cluster of Differentiation-4 dengan Derajat Keparahan Pneumonia pada Anak dengan Infeksi Human Immmunodeficiency Virus I Nyoman Supadma; Putu Siadi Purniti; Ida Bagus Subanada; Ayu Setyorini Mestika Mayangsari; Ketut Dewi Kumara Wati; Komang Ayu Witarini
Sari Pediatri Vol 19, No 1 (2017)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (82.269 KB) | DOI: 10.14238/sp19.1.2017.36-40

Abstract

Latar belakang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak usia di bawah 5 tahun di seluruh dunia, terutama pada infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Parameter yang mudah diukur dan dikerjakan diperlukan untuk memprediksi derajat keparahan pneumonia pada anak dengan HIV.Tujuan. Mengetahui hubungan jumlah leukosit dan kadar CD4 dengan derajat keparahan pneumonia pada anak dengan infeksi HIV.Metode. Penelitian analitik dengan desain potong lintang, dilibatkan 42 anak HIV dengan pneumonia berat dan sangat berat. Pemeriksaan penunjang yang rutin dikerjakan adalah darah lengkap dan kadar CD4.Hasil. Nilai median (minimal-maksimal) kadar CD4 pneumonia sangat berat lebih rendah [19,5 (12,5-26,0)]% dibandingkan dengan pneumonia berat [35,3 (14,0-56,5)]%. Analisis bivariat menunjukkan derajat keparahan pneumonia tidak dipengaruhi oleh jumlah leukosit [RO 0,63 (IK 95% 0,09 sampai 4,23), P=0,63], tetapi dipengaruhi oleh kadar CD4 [RO 0,10 (IK 95% 0,02 sampai 0,46), P=0,01]. Kesimpulan. Kadar CD4 berhubungan dengan derajat keparahan pneumonia pada anak dengan infeksi HIV.
Pencegahan Osteoporosis dengan Suplementasi Kalsium dan Vitamin D pada Penggunaan Kortikosteroid Jangka Panjang Ayu Setyorini; IKG Suandi; I Gst Lanang Sidiartha; Wayan Bikin Suryawan
Sari Pediatri Vol 11, No 1 (2009)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp11.1.2009.32-8

Abstract

Osteoporosis merupakan salah satu efek samping tersering pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang, namun masih sedikit mendapat perhatian. Kortikosteroid dapat menginduksi osteoporosis dalam 6-12 bulan pertama pemakaian melalui mekanisme langsung maupun tidak langsung. Osteoporosis harus selalu dipikirkan pada anak yang menggunakan kortikosteroid jangka panjang dengan fraktur setelah trauma minimal atau tanpa trauma, nyeri tulang kronik, dan gambaran radiografi menunjukkan penipisan tulang. Efek samping ini dapat dihindari dengan pembatasan dosis kortikosteroid pada dosis minimal yang masih efektif dan mempertahankan nutrisi yang berperan dalam pembentukan tulang seperti kalsium, vitmin D, protein, dan magnesium. Suplementasi kalsium dan vitamin D memiliki efek moderat terhadap penipisan masa tulang, perlu dipertimbangkan pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
Cognitive outcome in late preterm babies Ayu Setyorini; Soetjiningsih Soetjiningsih; Ekawaty L. Haksari
Paediatrica Indonesiana Vol 50 No 4 (2010): July 2010
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/pi50.4.2010.239-244

Abstract

Background Late preterm babies are at risk for delayed cognitive outcome, but little attention has been paid on this issue. There has been a general assumption that this group of babies will have the same development as full-term babies.Objective To compare the cognitive development between late preterm babies and full-term babies.Methods A prospective cohort study was conducted at the Department of Child Health Medical School of Udayana University/Sanglah Hospital. Babies with 34 to 42 weeks of gestational age who were born in Sanglah Hospital between November 1st 2007 and December 31st 2008, were recruited to the study. Cognitive development of each baby was measured by Mullen Scale’s of Early Learning twice, at 7 days and 3 months of age. We used corrected age for late preterm babies and chronological age for fullterm babies.Results The incidence of under-average development for late preterm babies at three months corrected age was 47.8% compared to 4.1% among fullterm babies (P < 0.0001). The relative risk for under-average development among late preterm babies was 11.8 (95%CI 9.95 to 13.75). Multivariate analysis revealed late preterm influenced cognitive significantly with OR 17.01 (95%CI 1.15 to 32.87).Conclusions Cognitive outcome of late preterm babies was delayed compared to full-term babies.
Lung function in athletes and non-athletes aged 13-15 years Ni Komang Diah Saputri; Ayu Setyorini Mestika Mayangsari; Ida Bagus Subanada
Paediatrica Indonesiana Vol 58 No 4 (2018): July 2018
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (216.251 KB) | DOI: 10.14238/pi58.4.2018.170-4

Abstract

Background Regular sports or physical training contributes in increasing the body's pulmonary function. The increase of pulmonary function is determined by the strength of respiratory muscle, thoracic compliance, upper respiratory system resistance, and pulmonary elasticity. Objective To compare pulmonary function between athletes and non-athletes aged 13-15 years. Methods This is a cross-sectional analytical study conducted onnior high school students aged 13-15 years throughout June to August 2017. Participants are classified as athletes from particular sports and non-athletes. Assessment of pulmonary function was done using a spirometry test, in which each subject was asked to inhale and exhale in a particular method. Parameters assessed include vital capacity (VC), forced vital capacity (FVC), expiratory volume in 1 second (FEV1), forced expiratory flow (FEF) and FEV1/FVC. Differences in lung function between athletes and non-athletes were analyzed using independent T-test. Results There were 60 athletes and 60 non-athletes included in this study. The mean age of athletes and non-athletes were 13.38 (SD 0.99) years old and 13.70 (SD 0.76) years old, respectively. The statistically significant differences in mean lung function parameters between athletes and non-athletes were as follows: VC: 85.03% vs. 79.41%, respectively (P=0.035); FVC: 95.66% vs. 88.43%, respectively (P=0.016); FEV1: 102.10% vs. 94.28%, respectively (P=0.016); and FEV1/FVC: 105.95% vs. 102.69%, respectively (P=0.011). However, there were no statistically significant differences in the means of FEF 25-75% between the two groups (P>0.05). Conclusions Parameters of lung function in athletes are in general significantly higher than in non-athletes.
Phototherapy and serum calcium levels in full term neonates with hyperbilirubinemia Carissa Lidia; I Made Kardana; Gusti Ayu Putu Nilawati; Ida Bagus Subanada; I Gusti Agung Ngurah Sugitha Adnyana; Ayu Setyorini Mestika Mayangsari
Paediatrica Indonesiana Vol 61 No 1 (2021): January 2021
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/pi61.1.2021.8-11

Abstract

Background Hyperbilirubinemia is one of the most common problems in newborns. Severe hyperbilirubinemia, known as kernicterus, can suppress O2 consumption and oxidative phosphorylation, as well as damage brain cells, resulting in neuronal dysfunction and encephalopathy. Phototherapy is a common therapy for neonatal hyperbilirubinemia, but may rarely lead to the adverse effect of hypocalcemia. Objective To investigate serum calcium levels in full term neonates with hyperbilirubinemia, before and after phototherapy. Methods This cohort study compared total serum calcium level before and after phototherapy in full term neonates with hyperbilirubinemia. Subjects were full term neonates aged 2-14 days with high total serum bilirubin levels, according to the Bhutani curve, and were treated with phototherapy at Sanglah Hospital, Denpasar, Bali, Indonesia. Paired T-test was used to compare serum calcium levels before and after phototherapy. Results There were 35 subjects in this study. Paired T-test revealed that subjects’ serum calcium significantly decreased after phototherapy [before: 9.47 mg/dL vs. after: 9.23 mg/dL; mean difference 0.24; (95%CI 0.03 to 0.46; P=0.025)]. None of our subjects had hypocalcemia after phototherapy. Conclusion Full term neonates with hyperbilirubinemia have reduced serum calcium levels after phototherapy.