Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

HAK MANTAN ISTERI MENOLAK RUJUK MANTAN SUAMI MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM Dwi Dasa Suryantoro; Ainur Rofiq
AHSANA MEDIA:  Jurnal Pemikiran, Pendidikan dan Penelitian Ke-Islaman Vol 8 No 1 (2022): Ahsana Media: Jurnal Pemikiran, Pendidikan dan Penelitian Ke-Islaman
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Islam Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31102/ahsanamedia.8.1.2022.24-34

Abstract

Menurut pasal 16 ayat 1 KHI, yaitu bahwa perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai, maka begitu juga dengan rujuk, haruslah didasarkan atas persetujuan mantan suami dan mantan isteri yang bersangkutan. Ketentuan rujuk dalam KHI merupakan aturan yang sangat bijaksana karena mengambil jalan tengah antara suami isteri, yakni suami mempunyai hak untuk rujuk dan isteri mempunyai hak untuk menolak atau menerima rujuk sesuai dengan pasal 165 KHI. Penolakan rujuk oleh istri terjadi karena ajakan suami untuk rujuk bukan untuk kebaikan dua belah pihak melainkan untuk kebaikannya sendiri, dan mengakibatkan kemudharatan atau teraniayanya istri. Istri menolak rujuk suami karena pihak suami tidak dapat berubah menjadi lebih baik setelah diberi banyak kesempatan sehingga kehidupan rumah tangga yang akan mereka jalani tetap tidak akan harmonis dan hanya menyiksa fisik lebih-lebih psikis satu sama lain jika tetap rujuk.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP NOODWEER SEBAGAI UPAYA PEMBELAAN YANG SAH Dwi Dasa Suryantoro
Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 2, No 2 (2019): Yurispruden : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (127.228 KB) | DOI: 10.33474/yur.v2i2.2747

Abstract

ABSTRACTOne of the reasons is Criminal Defense removal emergency/Noodweer, in this author's analysis on how to review judicially against Noodweer legitimate defense effort as legally. The analysis in this research article using normative juridical approach to legal materials-based good literature as well as legislation. Noodweer is any act or conduct of a person to conduct the defence in an emergency due to an attack that is immediately or are against the law, where such attacks could threaten the safety of the body, lives, property and honor. It is also set forth in the book of the law of criminal law on article 49 paragraph 1 of the criminal code regulates about deeds/emergency Defense for oneself as well as others, honor, decency, or the property itself or others, due to an attack or the threat of attack is very close. But the emergency Defense must satisfy the elements of a defense emergency and not contrary to the purposes of the law i.e. fairness, certainty and benefit.Key words : Lawful Defense Noodweer.ABSTRAKSalah satu alasan penghapusan pidana adalah Pembelaan secara darurat/noodweer, dalam hal ini penulis melakukan analisa mengenai bagaimana tinjauan yuridis terhadap noodweer sebagai upaya pembelaan yang sah secara hukum. Analisa dalam artikel penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif berbasis bahan hukum baik literatur maupun perundang-undangan. Noodweer adalah segala tindakan atau perbuatan seseorang untuk melakukan pembelaan secara darurat karena adanya serangan yang bersifat seketika atau bersifat melawan hukum, dimana serangan tersebut dapat mengancam keselamatan pada tubuh, nyawa, harta benda dan kehormatan. Hal ini juga diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada Pasal 49 ayat 1 KUHP mengatur tentang perbuatan/pembelaan darurat untuk diri sendiri maupun orang lain, kehormatan, kesusilaan, atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena adanya serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat. Namun pembelaan secara darurat tersebut harus memenuhi unsur-unsur pembelaan darurat dan tidak bertentangan dengan tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan.Kata Kunci : Noodweer Pembelaan yang Sah. 
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP NOODWEER SEBAGAI UPAYA PEMBELAAN YANG SAH Dwi Dasa Suryantoro
Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 2 No 2 (2019): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/yur.v2i2.2747

Abstract

ABSTRACTOne of the reasons is Criminal Defense removal emergency/Noodweer, in this author's analysis on how to review judicially against Noodweer legitimate defense effort as legally. The analysis in this research article using normative juridical approach to legal materials-based good literature as well as legislation. Noodweer is any act or conduct of a person to conduct the defence in an emergency due to an attack that is immediately or are against the law, where such attacks could threaten the safety of the body, lives, property and honor. It is also set forth in the book of the law of criminal law on article 49 paragraph 1 of the criminal code regulates about deeds/emergency Defense for oneself as well as others, honor, decency, or the property itself or others, due to an attack or the threat of attack is very close. But the emergency Defense must satisfy the elements of a defense emergency and not contrary to the purposes of the law i.e. fairness, certainty and benefit.Key words : Lawful Defense Noodweer.ABSTRAKSalah satu alasan penghapusan pidana adalah Pembelaan secara darurat/noodweer, dalam hal ini penulis melakukan analisa mengenai bagaimana tinjauan yuridis terhadap noodweer sebagai upaya pembelaan yang sah secara hukum. Analisa dalam artikel penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif berbasis bahan hukum baik literatur maupun perundang-undangan. Noodweer adalah segala tindakan atau perbuatan seseorang untuk melakukan pembelaan secara darurat karena adanya serangan yang bersifat seketika atau bersifat melawan hukum, dimana serangan tersebut dapat mengancam keselamatan pada tubuh, nyawa, harta benda dan kehormatan. Hal ini juga diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada Pasal 49 ayat 1 KUHP mengatur tentang perbuatan/pembelaan darurat untuk diri sendiri maupun orang lain, kehormatan, kesusilaan, atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena adanya serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat. Namun pembelaan secara darurat tersebut harus memenuhi unsur-unsur pembelaan darurat dan tidak bertentangan dengan tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan.Kata Kunci : Noodweer Pembelaan yang Sah. 
MEWUJUDKAN SEKOLAH RAMAH ANAK TANPA PERUNDUNGAN DAN KEKERASAN DIKALANGAN PELAJAR Dwi Dasa suryantoro
Al Busyro : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 1 No 2 Agustus 2023
Publisher : STAI Nurul Huda Kapongan Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52491/busyro.v1i2.85

Abstract

Sekolah sebagai tempat menimba ilmu, mengajarkan ilmu pengetahuan dan membangun karakter sangat rentan terhadap tindakan bullying, anak dalam proses pendidikan sebagai pelajar harus mempunyai lingkungan yang mendukung perkembangannya, oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk menjamin perlindungan anak dalam dunia pendidikan sejak belajar di sekolah. Perundungan dalam cakupan yang lebih luas, yaitu bullying yang tidak hanya menyerang mental namun juga bullying yang menyebabkan luka fisik pula, karena pelajar rentan untuk terlibat dalam situasi intimidasi, sementara yang lain tidak tahu bagaimana cara menghilangkannya. Perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana pelecehan diatur dalam Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang pada hakekatnya memuat larangan untuk melakukan perbuatan tersebut. Bagi anak korban perundungan tidak hanya dapat dilakukan melalui upaya penindasan saja, namun akan jauh lebih efektif. Jika ada upaya preventif dan peran aktif sekolah, orang tua dan masyarakat sekitar sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di rumah dan. di lingkungan sekolah dalam rangka mewujudkan sekolah ramah anak, bebas dari perundungan dan kekerasan.
Pertanggungjawaban Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga Dwi Dasa Suryantoro
Al Busyro : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 2 No 1 Februari 2024
Publisher : STAI Nurul Huda Kapongan Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52491/busyro.v2i1.121

Abstract

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran atau suatu kejahatan yang dialami manusia serta merupakan bentuk diskriminasi. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan kejahatan yang sering dimenimpah perempuan, yang akan berakibat timbul penderitaan baik secara fisik, psikis, seksual maupun psikologi, dan pelantaran juga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan dan perampasan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi. Saat ini dengan berlakunya undang-undang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga Nomor 23 tahun 2004, maka tindak kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya urusan suami istri tetapi sudah menjadi urusan publik.
PENCEGAHAN KEKERASAN DAN KENAKALAN REMAJA DI KALANGAN PELAJAR: PENCEGAHAN KEKERASAN DAN KENAKALAN REMAJA DI KALANGAN PELAJAR Dwi Dasa Suryantoro; Taufiq, Muhammad
Al Busyro : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 2 No 2 Agustus 2024
Publisher : STAI Nurul Huda Kapongan Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52491/busyro.v2i2.136

Abstract

Kenakalan remaja adalah semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja, perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang sekitarnya. Remaja adalah mereka yang berusia 13-18 tahun, Masa ini merupakan masa transisi, dimana seseorang sudah melampaui masa kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Kenakalan remaja merupakan bagian dari masalah sosial yang serius karena akan mengancam kehidupan suatu bangsa. Juvenile delinquency yang merupakan perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak terutama remaja yang disebabkan oleh bentuk pengabaian sosial sehingga mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.
Mentoring and Guidance for Islamic Gender Schools on Islamic Law in Indonesia: Pendampingan dan Pembinaan Sekolah Islam Gender tentang Hukum Islam di Indonesia Dwi Dasa Suryantoro; Rofiq, Ainur
Al Busyro : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 03 No 01 Februari 2025
Publisher : STAI Nurul Huda Kapongan Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52491/busyro.vi.201

Abstract

Pengabdian kepada masyarakat ini membahas program pendampingan dan pembinaan yang dilakukan terhadap Sekolah Islam Gender dalam rangka memberikan pemahaman mendalam mengenai hukum Islam di Indonesia. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan wawasan peserta didik dan pendidik tentang prinsip-prinsip hukum Islam, penerapannya dalam konteks keindonesiaan, dan pentingnya perspektif gender dalam memahami hukum Islam. Program ini melibatkan berbagai kegiatan seperti pelatihan, diskusi interaktif, serta penyediaan materi edukatif berbasis inklusi dan kesetaraan gender. Hasil dari kegiatan ini menunjukkan peningkatan pemahaman hukum Islam berbasis gender dan terbentuknya kesadaran kritis di kalangan peserta.
Peran Pondok Pesantren Dalam Implementasi Pasal 26 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Kewajiban dan Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak: (Studi Kasus Santri Pondok Pesantren Nurul Huda Peleyan Kapongan Situbondo) Rizki Eka Damayanti; Dwi Dasa Suryantoro
Al-Qawaid : Journal of Islamic Family Law Vol 1 No 1 Desember 2022
Publisher : Al-Qawaid Research Centre of the Department of Islamic Family Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52491/qowaid.v1i1.4

Abstract

Keluarga bermuara pada sebuah ikatan yakni pernikahan.yang terdiri dari orang tua, orang tua memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipenuhi terhadap anak yang tidak dapat dicabut maupun dirampas oleh orang lain. Dalam pasal 26 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap anak. Namun, hal tersebut tidak dapat diterapkan dalam wilayah pondok pesantren yang mewajibkan seorang anak menetap. Kementerian Agama mencatat ada sebanyak 4.452 Pondok Pesantren di Jawa Timur dengan jumlah santri mukim mencapai 323,3 ribu orang. Situbondo Merupakan salah satu Kabupaten di JawaTimur yang menominasi sepuluh besar dengan jumlah Pondok Pesantren Terbanyak dengan jumlah 186 Pondok Pesantren. Diperlukan peran pondok pesantren dalam mewujudkan regulasi di atas. Sebab anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup sebuah bangsa dan negara. Metode penelitian ini adalah menggunakan pendekatan yuridis sosiologis dan pendekatan kasus (Case Appoarch).Hasil penelitian ini: 1. Peran pondok pesantren dalam implementasi pasal 26 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap anak telah sangat maksimal dan dapat dikatakan telah berhasil dalam mengimplementasikan kecuali dalam hal perlindungan terhadap seorang anak yang masih kurang maksimal. 2. adapun faktor pendukung dalam pengimplementasian pasal 26 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap anak ada empat poin yakni aturan, pengurus, sarana prasarana pendidikan dan pengajaran hingga kondisi pesantren itu sendiri. Sedangkan, faktor penghambat yang ada yakni faktor internal seperti kemalasan dan faktor eksternal berupa budaya, kegiatan yang padat dan tingkat kesadaran orang tua yang rendah.
Analisis Hukum Terhadap Permohonan Dispensasi Nikah Oleh Orang Tua Pasangan Nikah Dibawah Umur Perspektif Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Sadewo, Imron; Dwi Dasa Suryantoro; Fatholla
Al-Qawaid : Journal of Islamic Family Law Vol 1 No 2 Juli 2023
Publisher : Al-Qawaid Research Centre of the Department of Islamic Family Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52491/qowaid.v1i2.82

Abstract

Faktor orang tua melakukan permohonan dispensasi nikah diantaranya adalah kurangnya perhatian orang tua terhadap pergaulan anak-anaknya sehingga terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan seperti hamil di luar nikah akibat pergaulan nya yang terlalu bebas. Tujuan penelitian artikel untuk mendeskripsikan faktor-faktor apa saja orang tua melakukan dispensasi nikah di Kecamatan Cerme yang terdiri dari 15 Desa. Metode penelitian kualitatif yuridis sosiologis sebagai jenis dan pendekatan dalam penelitian ini, dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik triangulasi melalui sumber sebagai teknik analisis pembahasan yang dapat menemukan hasil penelitian pada artikel ini. Hasil penelitian menyebutkan bahwa Pertama, yang menjadi faktor orang tua dalam mengajukan permohonan dispensasi nikah adalah, faktor ekonomi keluarga, faktor pendidikan, faktor paksaan orang tua, dan faktor tradisi atau kebiasaan yang ada di masyarakat. Hal inilah yang menjadi pemicu pertama bagi setiap orang tua untuk mengajukan permohonan dispensasi nikah ke penagdilan agama. Kedua, dari perbuatan tersebut ada hukum terhadap orang tua yaitu sangsi moral dan sosial yang di terimanya apabila anak tersebut mengalami penceraian dini karena sejauh ini masih belum ada aturan yang mengatur terkait sanksi yang tertulis dari pemerintah yang kemudian hal itu bisa mengurangi angka permohonan dispensasi nikah dan angka penceraian dini. Tiga, dalam hal dispensasi nikah tidak boleh ada paksaan kepada kedua calon mempelai agar hukum pernikahan nya tidak di hukumi makruh karena dari salah satu mempelai belum siap di dalam memikul tanggung jawab serta kewajiban di dalam menjalani rumah tangganya.
PROBLEMATIKA PEMBAYARAN UANG PANJAR DALAM SISTEM JUAL BELI KUNYIT PERSPEKTIF SOSIOLOGI HUKUM: Studi Kasus di Desa Bandilan Prajekan Bondowoso haqqi, Abdul; Dwi Dasa Suryantoro
Al-Qawaid : Journal of Islamic Family Law Vol 2 No 1 Desember 2023
Publisher : Al-Qawaid Research Centre of the Department of Islamic Family Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52491/qowaid.v2i1.102

Abstract

Jual beli panjar (‘urbun) adalah jual beli dengan memberikan sebagian uang kepada penjual sebagai bentuk keseriusan dan tanda jadi pembeli dalam suatu transaksi. Jual beli dengan sistem panjar telah menjadi kebiasaan masyarakat desa Bandilan Prajekan, khususnya dalam jual beli Kunyit. Berdasarkan kenyataan yang ada, transaksi tersebut mengandung unsur kebathilan karena petani melakukan cidera janji dan dari pihak pembeli tidak jelas kapan akan melunasi sisa pembayaran. Topik bahasan dalam ppenelitian ini adalah praktik jual beli kunyit dengan sistem panjar serta dampak positif dan negatif sebagai akibat dari praktik jual beli kunyit dengan sistem panjar. Penelitian yang dilakukan penulis tergolong dalam jenis penelitian empiris, sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mengobservasi, wawancara, dan dokumentasi. Langkah yang dilakukan untuk menganalisis data dalam penelitian ini yaitu redaksi data, paparan atau sajian data, dan penarikan kesimpulan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Proses transaksi jual beli panjar dilakukan secara langsung antara petani dan pembeli setelah mendekati masa panen. Dalam transaksi ini, tidak ada patokan harga untuk besaran uang panjar yang harus diberikan, bahkan dalam perjanjian tersebut hanya berupa perjanjian lisan tanpa bukti otentik seperti kwitansi. Salah satu dampak positif jual beli kunyit dengan system panjar adalah mempermudah Pembeli dalam membeli hasil panen Kunyit (tanpa butuh uang banyak) dan mempermudah petani dalam mendapatkan pembeli kunyit tanpa mencari, karena pembeli kunyit yang datang atas inisiatifnya sendiri. Di sisi lain, hal ini dapat menimbulkan perselisihan dan kerugian materi apabila jual beli tidak terselesaikan atau gagal karena beberapa faktor seperti, pembeli tidak mempunyai cukup uang untuk melunasi sisa pembayaran, petani mengalihkan hasil panen kunyit untuk dibeli orang lain, dan lain sebagainya.