Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

SEKOLAH GERAKAN SAYA BERANI SOLUSI PENGHAPUSAN KEKERASAN DAN PELECEHAN SEKSUAL PADA ANAK DIMASA PANDEMI COVID-19 Herli Antoni; Hj. Lilik Prihatini; Melisa Berliana
PALAR (Pakuan Law review) Vol 8, No 1 (2022): Volume 8, Nomor 1 Januari-Maret 2022
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (747.295 KB) | DOI: 10.33751/palar.v8i1.4677

Abstract

   Kekerasan dan pelecehan seksual pada anak sudah menjadi fenomena yang sering ditemui. Bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun emosional, penyalahgunaan seksual, penelantaran, komersial yang menyebabkan cedera menjadi contoh bentuk konkret adanya kekerasan seksual yang terjadi pada anak. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk mengacu dan melindungi anak dan hak-haknya agar hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Mengutip dari Rape, Abuse Incest National Network contoh perilaku yang termasuk, namun tidak terbatas pada pelecehan seksual salah satunya ialah sentuhan dan kontak fisik yang tidak diinginkan. Sehingga tujuan penelitian kepada masyarakat ini adalah memberikan pengetahuan kepada anak usia dini maupun para orang tua mengenai bahayanya kekerasan dan pelecehan seksual pada anak usia dini, yang nantinya tentu akan berpengaruh terhadap psikologis sang anak. Metode pelaksanaan kegiatan dengan bertatap muka namun tetap mematuhi protokol kesehatan. Selain itu implikasi dari adanya kegiatan pengabdian kepada masyarakat ialah para anak dan orang tua memahami pentingnya upaya pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual pada anak. Kata Kunci: Kekerasan, Pelecehan, Perlindungan Anak                                                                                         ABSTRACT Violence and sexual abuse of children has become a common phenomenon. Forms of physically or emotionally painful treatment, sexual abuse, neglect, commercial harm that causes injury are examples of concrete forms of sexual violence that occur in children. Referring to Law Number 23 of 2002 concerning Child Protection, that child protection is all activities to refer to and protect children and their rights so that they live, grow, develop, and participate optimally in accordance with human dignity and protection from violence and discrimination. Quoting from Rape, Abuse Incest National Network examples of behavior that includes, but is not limited to sexual harassment, one of which is unwanted physical touch and contact. So the purpose of this research to the community is to provide knowledge to early childhood and parents about the dangers of violence and sexual harassment in early childhood, which will certainly affect the child's psychology. The method of carrying out activities is face-to-face but still adheres to health protocols. In addition, the implication of community service activities is that children and parents understand the importance of preventing violence and sexual abuse in children. Key words: Violence, Harassment, Child Protection
ASPEK HUKUM PIDANA TERHADAP PENEGAKAN HUKUM PERLINDUNGAN HEWAN DI INDONESIA Lilik Prihatini; Mustika Mega Wijaya; Debby Novanda Romelsen
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 2 (2021): Volume 7, Nomor 2 April-Juni 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1066.729 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i2.3582

Abstract

Abstrak             Satwa liar Indonesia dalam hukum dibagi dalam dua golongan yaitu jenis dilindungi dan jenis yang tidak dilindungi. Menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistemnya, perdagangan satwa dilindungi adalah tindakan kriminal yang bisa diancam hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta. Tindak pidana hewan  diatur dalam KUHP maupun di luar KUHP karena seringkali terjadi tindakan kekerasan terhadap hewan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Perilaku masyarakat yang dapat mengancam kepunahan dari hewan langka yang mana ambisi manusia ingin memiliki tetapi tidak memperdulikan populasinya di habitat asalnya. Kasus demi kasus pun mencuat terkait dengan peningkatan kekejaman terhadap hewan oleh manusia, baik hewan dilindungi, hewan liar, dan hewan peliharaan melalui perburuan liar, perdagangan, penangkapan, pembunuhan, penganiayaan dan perusakan habitat, dengan tidak adanya sanksi hukum secara tegas. Kekerasan yang dilakukan oleh pelaku biasanya bertujuan untuk keuntungan mereka sendiri seperti membunuh hewan untuk dimakan, diambil bulunya atau gadingnya dan kemudian dijual.  Kata Kunci : Perlindungan, Hewan, Tindak Pidana. Abstract Indonesian wildlife is legally divided into two groups, namely protected species and unprotected species. According to Law Number 5 of 1990 concerning the Conservation of Biological Natural Resources and Their Ecosystems, trading in protected animals is a criminal act that carries a 5-year prison sentence and a fine of Rp. 100 million. Animal crimes are regulated in the Criminal Code as well as outside the Criminal Code because there are often acts of violence against animals committed by irresponsible persons. Community behavior that can threaten the extinction of endangered animals which human ambition wants to have but does not care about the population in their original habitat. Case after case has emerged related to the increase in cruelty to animals by humans, both protected animals, wild animals, and pets through poaching, trade, capture, killing, abuse and habitat destruction, in the absence of strict legal sanctions. Violence perpetrated by perpetrators is usually aimed at their own gain, such as killing animals for food, taking their fur or tusks and then selling them.   Keywords: Protection, Animals, Crime.
PERSPEKTIF MEDIASI PENAL DAN PENERAPANNYA DALAM PERKARA PIDANA Lilik Prihatini
PALAR (Pakuan Law review) Vol 1, No 1 (2015): Volume 1 Nomor 1 Januari - Juni 2015
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (998.427 KB) | DOI: 10.33751/palar.v1i1.922

Abstract

Abstrak Berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat ini (hukum positif) pada prinsipnya kasus pidana tidak dapat diselesaikan di luar pengadilan, walaupun dalam hal-hal tertentu, dimungkinkan adanya penyelesaian kasus pidana di luar pengadilan. Walaupun pada umumnya penyelesaian sengketa di luar pengadilan hanya ada dalam sengketa perdata, namun dalam praktek sering juga kasus pidana diselesaikan di luar pengadilan melalui berbagai diskresi aparat penegak hukum atau melalui mekanisme musyawarah/perdamaian atau lembaga permaafan yang ada di dalam masyarakat (musyawarah keluarga, musyawarah desa, musyawarah adat dan lain sebagainya). Dalam perkembangan wacana teoritik maupun perkembangan pembaharuan hukum pidana di berbagai negara, ada kecenderungan kuat untuk menggunakan mediasi pidana/penal sebagai salah satu alternatif penyelesaian masalah di bidang hukum pidana. Kata Kunci: Perundang-undangan, mediasi, Perkara pidanaAbstractBased on the existing legislation in Indonesia (positive law), in principle, criminal cases cannot be resolved outside the court, although in certain cases, it is possible to settle criminal cases outside the court. Although in general the resolution of disputes outside the court is only in civil disputes, in practice often criminal cases are resolved outside the court through various discretion of law enforcement officers or through deliberation / peace mechanisms or institutions of forgiveness that exist in the community (family consultation, deliberation villages, traditional meetings and so on). In the development of theoretical discourse as well as the development of criminal law reform in various countries, there is a strong tendency to use criminal mediation / punishment as an alternative to solving problems in the field of criminal law.Keywords: Legislation, mediation, criminal cases
Analisis Tindak Pidana Kejahatan Siber “Studi Kasus Penipuan Tiket Konser NCT Dream the Dream Show 2” Karunia; Muhammad Fauzan Al Fikri; Lilik Prihatini
DOKTRINA: JOURNAL OF LAW Vol. 7 No. 2 (2024): Doktrina:Juornal of Law Oktober 2024
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31289/doktrina.v7i2.11269

Abstract

Cybercrime can be defined as "An offense committed against a person or group of people with criminal motives to intentionally damage the victim's reputation or cause physical or mental harm or loss to the victim". The Indonesian government has passed a cybercrime law known as ITE Law Number 11 of 2008 which has been amended to Law Number 19 of 2016. NCT Dream is the third sub-unit of the South Korean boy band, NCT which was founded by SM Entertainment in 2016.The research method used by the author is a qualitative research method. The South Korean boy band, NCT Dream held a concert entitled The Dream Show 2 in Jakarta which was held on March 4, 5 and 6, 2023 at the Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD. However, at the time of ticket sales, there were many fraudulent events in the sale of concert tickets sold on the Twitter platform. One of the perpetrators of the fraud, as found in the tweet of the @kumiglow account. In Indonesia, the laws and regulations governing fraud both conventionally and online are contained in article 378 of the old Criminal Code (KUHP) and articles 492 to 493 of the new Criminal Code and are also contained in article 28 paragraph (1) of the ITE Law.
The New Criminal Code And Personal Data Protection In The Digital Era A Critical Analysis Of The Concept Of The Application Of The New Criminal Code Nugraha, Roby Satya; Hosnah, Asmak Ul; DP, Sapto Handoyo.; Antoni, Herli; Prihatini, Lilik; Saleh, Weldy Jevis; Parreño, Jasmin L.
PALAR (Pakuan Law review) Vol 11, No 2 (2025): Volume 11, Nomor 2 April-June 2025
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/palar.v11i2.11849

Abstract

 AbstractThe purpose of this study is to explain and describe that storing personal data in digital form is considered practical and makes everyone's activities easier, but it has a negative impact in the form of increased crime that follows technological developments, protecting electronic information such as personal data is an important action to protect personal data that is very vulnerable to criminal acts. This journal examines the concept of implementing the 2023 Criminal Code in protecting personal data in the digital era. This study uses a normative legal method with an analysis of statutory regulations. The results of the study show that protecting personal data is the responsibility of the government so that the 2023 Criminal Code has regulated the protection of personal data stored in digital form in criminal acts against informatics and electronics, the implementation of the 2023 Criminal Code will be the basis for regulations that strengthen positive law in protecting personal data that is electronic and stored digitally, law enforcement and written regulations can minimize criminal acts against personal data. In addition to the rules written in the 2023 Criminal Code, real actions are also needed to implement these rules, so that all parties providing justice need to pay attention to the law and provide justice, the public is also expected to be careful in using personal data so that it is not misused by irresponsible parties. Key Words: Criminal Code 2023, Protection of personal data.
ANALISIS KASUS PERUSAKAN DATA KEJAKSAAN AGUNG RI (2021) Febriansyah, Zidan; Farisqi, M Reval Alfiadi; Anindya, Vania; Prihatini, Lilik
Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora Vol. 1 No. 5 (2023): Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora
Publisher : Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.572349/kultura.v1i5.564

Abstract

Jurnal ini berfokus pada analisis kasus perusakan data yang terjadi di Kejaksaan Agung Republik Indonesia pada tahun 2021. Kejadian ini memiliki dampak yang signifikan terhadap lembaga penegak hukum dan keamanan data nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan asal-usul perusakan data, dan konsekuensi yang timbul sebagai akibat dari kejadian tersebut. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa serangan tersebut memiliki tautan dengan upaya korupsi yang melibatkan pejabat tinggi di Kejaksaan Agung. Perusakan data tersebut bertujuan untuk menghapus jejak pelanggaran hukum yang sedang diselidiki. Konsekuensi dari perusakan data ini mencakup hilangnya bukti penting dalam penyelidikan, yang menghambat proses penegakan hukum. Studi ini juga menyoroti kerentanan keamanan data dalam lembaga pemerintah dan menekankan perlunya peningkatan langkah-langkah keamanan informasi. Penelitian ini memberikan wawasan yang mendalam tentang ancaman perusakan data terhadap kejaksaan dan lembaga serupa serta menekankan pentingnya melindungi integritas data dan memperkuat keamanan siber di sektor publik.
ANALISIS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PASIF DALAM UNDANG-UNDANG TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Djarkasih Putro, Sapto Handoyo; Lathif, Nazaruddin; Wijaya, Mustika Mega; Prihatini, Lilik
PALAR (Pakuan Law review) Vol 10, No 3 (2024): Volume 10, Nomor 3 July-September 2024
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/palar.v10i3.10419

Abstract

ABSTRAK Tindak pidana pencucian uang pasif menurut adalah tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh pelaku pasif, yaitu orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Tindak pidana pencucian uang pasif diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dimana pelakunya dapat dijerat dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah. Diperlukan keberanian dari aparat penegak hukum untuk mengusut secara tuntas tindak pidana pencucian uang, meskipun aliran dana masuk ke rekening pejabat tinggi di negeri ini. Selain itu perlu dibuktikan secara serius dalam persidangan tindak pidana pencucian uang, agar pelaku pencucian uang pasif tidak lolos dari jerat hukum. Kata kunci: Tindak Pidana, Pencucian Uang, Pasif. ABSTRACT Passive money laundering crime, it is a money laundering crime committed by a passive actor, namely a person who receives or controls the placement, transfer, payment, grant, donation, custody, exchange or use of assets which he knows or reasonably suspects are the proceeds of a criminal act. . The crime of passive money laundering is regulated in Article 5 of Law Number 8 of 2010 concerning Prevention and Eradication of the Crime of Money Laundering, where the perpetrator can be charged with imprisonment for a maximum of 5 years and a fine of a maximum of one billion rupiah. It takes courage from law enforcement officers to thoroughly investigate money laundering crimes, even though the flow of funds goes to the accounts of high-ranking officials in this country. Apart from that, it needs to be proven seriously in a money laundering criminal trial, so that passive money launderers do not escape the law. Keywords: Crime, Money Laundering, Passive.
PENERAPAN SANKSI PIDANA DALAM TINDAK PIDANA DESERSI Djakarsih Putro, Sapto Handoyo; Lathif, Nazaruddin; Simanjuntak, John p.; Prihatini, Lilik
PALAR (Pakuan Law review) Vol 9, No 4 (2023): Volume 9, Nomor 4 Oktober-Desember 2023
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/palar.v9i4.9411

Abstract

ABSTRAK                                                          Prajurit Tentara Nasional Indonesia (disingkat TNI) telah dipersiapkan secara khusus untuk menjaga, melindungi dan mempertahankan keamanan serta kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam pelaksanaan tugasnya, anggota TNI dibatasi oleh undang-undang dan peraturan militer, sehingga semua perbuatan yang dijalani harus berlandaskan pada undang-undang dan peraturan yang berlaku. Dalam menjamin dan mendukung terlaksananya peran serta tugas penting TNI maka telah dibuatkan peraturan-peraturan khusus yang berlaku bagi anggota TNI, disamping aturan yang sifatnya umum. Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya terhadap negara, seorang anggota TNI tidak luput dari permasalahan hukum, misalnya terdapat oknum TNI yang melakukan tindak pidana, yaitu tindak pidana desersi. Desersi merupakan  perbuatan menarik diri dari pelaksanaan kewajiban dinas TNI yang diatur dalam Pasal 87 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). Penerapan sanksi pidana dalam tindak pidana desersi yang dilakukan oleh prajurit TNI secara sengaja dalam waktu damai lebih lama dari 30 (tiga puluh) hari, maka terhadapnya dapat dijatuhi hukuman sebagaimana diatur dalam Pasal 87 ayat (1) ke-2 juncto ayat (2) KUHPM dengan ancaman maksimum pidana penjara selama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan.  Kata kunci: Sanksi Pidana; Desersi; Tentara Nasional Indonesia ABSTRACT Soldiers of the Indonesian National Army (abbreviated as TNI) have been specially prepared to guard, protect and defend the security and sovereignty of the Unitary State of the Republic of Indonesia (NKRI). In carrying out their duties, TNI members are limited by military laws and regulations, so that all actions they carry out must be based on applicable laws and regulations. In order to guarantee and support the implementation of the TNI's important roles and tasks, special regulations have been made that apply to TNI members, in addition to general regulations. In carrying out their duties and obligations towards the state, a member of the TNI is not free from legal problems, for example there are members of the TNI who commit criminal acts, namely the crime of desertion. Desertion is the act of withdrawing from carrying out TNI service obligations as regulated in Article 87 of the Military Criminal Code (KUHPM). The application of criminal sanctions in criminal acts of desertion committed by TNI soldiers intentionally during peacetime longer than 30 (thirty) days, then they can be sentenced as regulated in Article 87 paragraph (1) 2nd in conjunction with paragraph (2) of the Criminal Code with a maximum threat of imprisonment for 2 (two) years and 8 (eight) months. Keywords: Criminal Sanctions; Desertion; Indonesian national army