Claim Missing Document
Check
Articles

Found 33 Documents
Search

Suhu dan Salinitas Permukaan Merupakan Indikator Upwelling Sebagai Respon Terhadap Angin Muson Tenggara di Perairan Bagian Utara Laut Sawu (Surface Temperature and Salinity are Indicators of Upwelling In Response to Southeast Moonson in the Savu Sea) Simon Tubalawony; Edi Kusmanto; Muhadjirin Muhadjirin
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 17, No 4 (2012): Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1242.396 KB) | DOI: 10.14710/ik.ijms.17.4.226-239

Abstract

Laut Sawu merupakan bagian perairan Indonesia yang secara langsung berbatasan dengan Samudera Hindia. Di bagian utara, terutama perairan selatan Selat Flores, Selat Lamakera dan Selat Alor merupakan perairan dinamik dengan perubahan suhu dan salinitas permukaan yang signifikan pada musim angin muson tenggara. Dinamika perairan tersebut terutama di lapisan permukaan sangat dipengaruhi pola tiupan angin muson. Pada bulan Juni-Juli angin muson tenggara bertiup dengan kekuatan maksimum di sebagian wilayah Indonesia termasuk di bagian utara Laut Sawu. Tiupan angin tersebut menyebabkan pergerakan massa air permukaan cenderung bergerak ke arah barat. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya pengangkatan massa air lapisan dalam ke permukaan di bagian utara Laut Sawu. Suhu permukaan laut di laut Flores berkisar antara 27,45-27,79 oC dengan rerata 27,62±0,14 oC, sedangkan pada stasiun pengamatan di bagian selatan dan berhubungan langsung dengan Laut Sawu, suhu perairan berkisar 25,25-26,75 oC dengan rerata 25,90±0,43oC. Secara umum sebaran suhu pada lapisan permukaan laut pada kedalaman 0-5 m menunjukkan semakin ke selatan massa air permukaan laut semakin dingin. Pusat konsentrasi massa air dengan suhu terendah di selatan Selat Alor berkisar antara 25,25-25,89oC. Dinginnya massa air perairan bagian utara Laut Sawu mengindikasikan kemungkinan terjadi pengangkatan massa air dalam ke permukaan pada perairan tersebut.Kata kunci: Laut Sawu, upwelling, salinitas, suhu permukaan laut, termoklinSavu Sea waters are part of Indonesia waters which is located directly adjacent to Indian Ocean. The northern part of Savu Sea particularly in the south of Flores Strait, Lamakera Strait and the Strait of Alor waters are dynamic with changes in temperature and salinity of the surface which is significant at southeast monsoon season. The dynamics of these waters, especially in the surface layer is strongly influenced by the monsoon wind patterns. In June-July, the monsoon winds blowing from southeast with maximum strength in parts of Indonesia, including in the waters of the northern Sea Savu. The wind causes the movement of surface water masses tend to move westward. These circumstances would to bring deeper and colder waters to the surface layer in the northern part of Savu Sea. Sea surface temperature in the Flores Sea ranged from 27.45 to 27.79°C with a mean 27.62 ± 0.14°C, whereas the observation stations located in the south and deal directly with the Savu Sea, water temperatures in the range 25.25 to 26.75°C with a mean 25.90 ± 0.43°C. In general, the temperature distribution on the surface layer of the ocean at a depth of 0-5 m to the south indicates that the mass of sea water gets colder. Central mass concentration of water with the lowest temperature in the southern Strait of Alor range from 25.25 to 25.89°C. The cold waters of the northern part of the Savu Sea water mass indicates the possibility upwelling of water mass in the Savu waters.Key words: Savu sea, upwelling, salinity, sea surface temperature, thermocline
ANALISIS DINAMIKA DAERAH PENANGKAPAN IKAN BERDASARKAN MUSIM DI LAUT SERAM Yulian Yudha Dwi Pamungkas; Delly Dominggas Paulina Matruty; Simon Tubalawony
Jurnal Inovasi Penelitian Vol 2 No 7: Desember 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Pariwisata Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47492/jip.v2i7.1055

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa variabilitas DPI berdasarkan dinamika gelombang suhu dan klorofil-a. Penelitian ini menggunakan software SeaDAS aplikasi pengolahan angka dan perangkat lunak SIG sebagai pengolahan system geospasial yang akan memberikan gambaran tentang kondisi wilayah penelitian dan menampilkan hasil penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data klorofil-a, data suhu permukaan laut, data arah dan kecepatan angin, data gelombang laut dan data penangkapan ikan. Suhu permukaan laut, klorofi-a, gelombang dan angin memiliki pengaruh terhadap daerah penangkapan ikan di Laut Seram. Diperlukan peningkatan pengetahuan dalam sampling data dan diadakan penelitian lebih lanjut guna menambah informasi dan penambahan parameter penelitian.
Distribusi Spasial Suhu dan Salinitas di Perairan Selat Haruku Simon Tubalawony; Degen Erasmus Kalay; Wiwien Gaby Hukubun; Ronald Darlly Hukubun
Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik Vol 7 No 1 (2023): Februari
Publisher : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46252/jsai-fpik-unipa.2023.Vol.7.No.1.213

Abstract

The waters of the Haruku Strait have very fluctuating water mass movements caused by various oceanographic factors, making the water column very dynamic. This study aims to study and analyze the physical oceanographic characteristics of the waters in the form of temperature and salinity distribution. Research data was taken and recorded by CTD on each transect then tabulated and analyzed using Microsoft Excel, Surfer and Ocean Data View (ODV). The results of data analysis showed that the temperature value at the observation station, from sea surface to a depth of 25 meters, ranged from 28.71–29.6 oC, while at a depth of 50–100 meters, the temperature ranged from 24.68–28.11 oC. The distribution of salinity values ​​in sea surface waters to a depth of 25 m ranges from 33,12–33,60 psu while at a depth of 50–100 m the temperature ranges from 33,83–34,38 psu. The characteristics of the water mass are influenced by the mass of water from the Banda Sea and the Seram Sea, freshwater input from the mainland, and community activities on the coast. In general, the water column has a different temperature and salinity stratification for each depth. The temperature conditions will decrease, and the salinity value will increase with increasing depth.
Study of Purse Seine Fishing Ship Trimaran Seakeeping with Axe-Bow and Without Axe-Bow Model Using Computational Fluids Dynamics Fella Gaspersz; Agustinus Tupamahu; Richard Benny Luhulima; Simon Tubalawony
Kapal: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelautan Vol 20, No 1 (2023): February
Publisher : Department of Naval Architecture - Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/kapal.v20i1.47092

Abstract

Maluku waters are dominated by extreme weather conditions with wave heights of 1-5 meters. Purse seine fishingvessel is one type of fishing vessel that has very poor transverse stability. One way to improve the stability of theship is to change the shape of the monohull ship to a ship with a trimaran hull type. This research was focused onexamining the movement characteristics of purse seine fishing vessels with trimaran hull type with Axe-Bowmodification on the bow and without Axe-bow, through computational fluid dynamics. The use of Axe-bow ontrimaran is able to significantly reduce RMS Pitch, which is an average of 13.35% smaller when compared to Trimaranwithout Axe-bow. On the RMS Heave Trimaran Axe-bow can reduce an average of 5.27% if the Trimaran is withoutAxe-bow. Furthermore, the Trimaran Axe-bow is also able to reduce the RMS Roll by an average of 3.98% comparedto the Trimaran without Axe-bow. The results of this study can provide an initial description of the advantages ofusing the Axe-Bow on the Purse seine fishing trimaran ship.
STRATIFIKASI DAN STRUKTUR MASSA AIR LAUT BANDA SAAT MUSIM TIMUR: STRATIFICATION AND STRUCTURE OF THE BANDA SEA WATERMASS DURING THE EAST MONSOON AWAYAL, DION DOLLAN; Simon Tubalawony; Yunita A Noya
JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research) Vol. 7 No. 1 (2023): JFMR on March
Publisher : Faculty of Fisheries and Marine Science, Brawijaya University, Malang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jfmr.2023.007.01.4

Abstract

Laut Banda termasuk jalur Arlindo bagian timur, sebagai reservoir sementara massa air, dan merupakan wilayah Upwelling yang bervariasi secara musiman tergantung dari arah musim. Penelitian ini merupakan bagian dari Ekspedisi Jala Citra 2-2022 Banda yang bertujuan untuk mengkaji stratifikasi massa air di Laut Banda. Proses sampling menggunakan CTD Rosette pada 6 Stasiun pengamatan yang meliputi data suhu, salinitas dan densitas. Analisa stratifikasi massa air untuk melihat pelapisan massa air, sedangkan analisa lapisan Gumbar (Core Layers), analisis isopiknal dan analisis diagram TS untuk analisa struktur massa air. Hasil penelitian menunjukan variasi suhu, salinitas dan densitas cukup besar di lapisan permukaan. Pada lapisan termoklin ditemukan massa air dengan salinitas maksimum (Smax) mencapai 34,79 Psu, kisaran suhu 17,09-230C dengan isopiknal 23,99-25,45 Kg/m3 yang berada di kedalaman 106-187 m. Pada lapisan bawah termoklin ditemukan massa air dengan salinitas maksimum (Smax) mencapai 34,81 Psu, kisaran suhu 8,67-12,790C dan isopiknal 26,41-27,01 Kg/m3 dengan kedalaman 230-402 m. Salinitas minimum (Smin) berada pada isopiknal 26,11-26,56 Kg/m3 dengan salinitas mencapai 34,36 Psu di kedalaman 234-324 m dengan kisaran suhu 10,60-12,580C. Lapisan dalam ditemukan massa air dengan kisaran salinitas 33,48-34,74 Psu yang berada di kedalaman 674-1000 m dengan kisaran suhu 4,59-6,940C serta isopiknal >27 Kg/m3. Massa air lapisan termoklin yang memiliki Smax diyakini adalah massa air NPSW. Pada lapisan bawah termoklin merupakan karakter dari massa air SPLTW (Smax) sedangkan massa air yang memiliki Smin adalah massa air NPIW. Pada lapisan yang lebih dalam merupakan karakter dari massa air AAIW.   The Banda Sea, a part of the Eastern Arlindo line which is also an area of upwelling that varies seasonally depending on the season's direction, plays an important role as a temporary reservoir of water masses. This research is part of the Jala Citra 2-2022 Banda Expedition which aims to study the stratification of water masses in the Banda Sea. The sampling process uses CTD Rosette at 6 observation stations which includes temperature, salinity and density data. Water mass stratification analysis is used to see the layering of water mass, while the core layers analysis, isopicnal analysis, and TS diagram analysis is used for water mass structure analysis. The results showed that the variations in temperature, salinity and density are quite large in the surface layer. In the thermocline layer, a mass of water with maximum salinity (Smax) is found reached 34,79 Psu, the temperature range is 17,09-230C with isopicnal 23,99-25,45 Kg/m3 which is at a depth of 106-187 m. At the bottom of the thermocline, a mass of water with maximum salinity (Smax) is found reached 34,81 Psu, the temperature range is 8,67-12,790C and isopicnal 26,41-27,01 Kg/m3 with a depth of 230-402 m. The minimum salinity (Smin) is found at isopicnal 26,11-26,56 Kg/m3 with salinity reaching 34,36 Psu at a depth of 234-324 m with a temperature range of 10,60-12,580C. In the deep layer, water masses are found with a salinity range of 33,48-34,74 Psu at a depth of 674-1000 m with a temperature range of 4,59-6,940C and isopicnal more than 27 Kg/m3. The mass of water in the thermocline layer which has Smax believed to be the NPSW water mass. In the lower layer the thermocline is the character of the SPLTW water mass (Smax) while the mass of water which has Smin is the mass of water NPIW. In a deeper layer is the character of the AAIW water mass.
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PESISIR MELALUI AKSI BERSIH PANTAI DI DESA RUMAH TIGA KOTA AMBON: The Improvement Of Coastal Environment Quality Through Beach Clean-Up Program In Rumah Tiga Village, Ambon City Marlin Chrisye Wattimena; Junita Supusepa; Frijona Fabiola Lokollo; Krisye Krisye; Eva Susan Ratuluhain; Juliana Wihelmina Tuahatu; Irma Kesaulya; Simon Tubalawony; Valentine Domaris Saleky; Fahrul Rozy Fakaubun; Imanuel Villian Trayanta Soukotta
MESTAKA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 2 No. 2 (2023): April 2023
Publisher : Pakis Journal Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58184/mestaka.v2i2.52

Abstract

Contaminants entering marine systemts have become environmental issues because of their significantly negative impacts. Coasts of Rumah Tiga Village are connected to Ambon Bay and provide marine habitats and tourist attractions due to their location close to Merah Putih Bridge (including recreations, restaurants and aquaculture sites). These human related activities contribute to the discharge of wastes into marine waters. Due to their location at inshore outer Ambon Bay, marine pollutants from the bay tend to be applied at the location. Because of the concentrated pollutants at the location, the coasts of Rumah Tiga Village are a suitable location to conduct beach clean-ups in Ambon Bay. The beach clean-up activities also aim to allow Study Program of Marine Science of Faculty of Fisheries and Marine Sciences, Pattimura University to raise awareness to its students and local community to care for environment.
KEDALAMAN KONSENTRASI KLOROFIL MAKSIMUM PERAIRAN SELATAN MALUKU BARAT DAYA DAN SEKITARNYA Simon Tubalawony; Matheos D Sahuleka; Juliana W Tuahatu; Degen E Kalay
Pattimura Proceeding 2020: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KELAUTAN DAN PERIKANAN 2019
Publisher : Pattimura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/PattimuraSci.2020.SNPK19.83-95

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kedalaman klorofil maksimum pada perairan selatan Maluku Barat Daya dan Sekitarnya. Penelitian dilakukan dengan menganalisa data hasil Ekspedisi ATSEA pada bulan Mei 2010. Data suhu, salinitas, oksigen dan klorofil perairan diamati dengan menggunakan CTD tipe SBE911+ pada lima stasiun pengamatan untuk setiap kedalaman hingga 500 m. Data dianalisis untuk mengkaji Pola sebaran vertikal dan melintang suhu, salinitas, oksigen dan klorofil, stratifikasi massa air, kedalaman klorofil maksimum dengan menggunakan perangkat lunak ODV versi 4 dan Mircosoft Office Excel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batas atas lapisan termoklin perairan berada pada kedalaman 44-60 m dan batas bawah lapisan termoklin pada kedalaman 325-409 m dengan ketebalan lapisan termoklin berkisar antara 267-352 m. Klorofil maksimum berada pada kedalaman 50-68 m yang berkisar antara 0,47-0,81 mg/m3 dengan rerata 0,59±0,13 mg/m3. Kedalaman klorofil maksimum dicirikan dengan suhu perairan 27,10-28,50 oC, salinitas 23,09-34,27 psu, dan konsentrasi oksigen 3,68-5,68 mg/l. Dengan demikian kedalaman klorofil maksimun berada pada bagian atas lapisan termoklin yakni beberapa meter di bawah batas atas lapisan termoklin
KELAYAKAN PENGGUNAAN DATA SUHU PERMUKAAN LAUT AVHRR PATHFINDER DAN AQUA MODIS DI PERAIRAN PASIFIK BARAT WARM POOL Harold J D Waas; Simon Tubalawony; Ronald D Hukubun
Jurnal Laut Pulau: Hasil Penelitian Kelautan Vol 1 No 1 (2022): Jurnal Laut Pulau
Publisher : Prodi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/jlpvol1iss1pp11-23

Abstract

Kelayakan penggunaan data set citra AVHRR Pathfinder Day and Night dan Aqua MODIS (SSTSkin) sebagai model telah diuji melalui validasi data in situ SST(SSTBulk) Triton Bouy Mooring yang terekam pada kedalaman 1,5 meter di bawah air permukaan laut selama periode monsun barat (2002 - 2003 tahun) di Warm Pool Pasifik Barat. Hasil analisis menunjukkan bahwa meskipun resolusi spasial yang berbeda, akurasi dan variasi pengukuran SSTSkin kedua model relatif sama dan memiliki korelasi yang kuat dengan SSTBulk (AVHRR RMSE = 0,51C, Cv = 2%, r = 0,63 ; MODIS RMSE = 0, 55 C, Cv = 2% , r = 0, 84) dan berada pada kisaran sintesis penelitian sebelumnya di perairan yang berbeda. Respons AVHRR dan MODIS SSTSkin terhadap SSTBulk sangat berbeda di mana MODIS SSTSkin selalu lebih besar dari SSTBulk (Bias ± STD ; 0,72 ± 0,44 C). Kecepatan angin > 3 m/s meningkatkan kedua nilai SSTSkin and SSTBulk sebaliknya kecepatan angin < 2.5 m/s menyebabkan efek pendinginan pada permukaan. Periode peningkatan SSTSkin akan terjadi di bawah pengaruh anomali angin barat (WWBs) atau anomali angin timur (EWBs). Tidak seperti MODIS, AVHRR SSTSkin selalu lebih rendah dari SSTBulk (Bias ± STD; -0.14 ± 0.69 C) dan SSTSkin > hanya terjadi di bawah pengaruh WWBs dan EWBs. Hasil uji Test-t (paired) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara hasil pengukuran model dengan SSTBulk in situ diindikasikan oleh tcal < ttab (AVHRR tcal = -1.383 < ttab = 2.010 ; MODIS tcal = -4.133 < ttab = 2.010). Dengan demikian, kedua data model dapat digunakan untuk penelitian oseanografi dan aplikasi lainnya menggunakan SST sebagai parameter kunci di perairan tersebut.
KEMIRINGAN LERENG PANTAI DAN DISTRIBUSI SEDIMEN PANTAI BARAT PULAU WAMAR DI KEPULAUAN ARU PROVINSI MALUKU Degen E Kalay; Simon Tubalawony; Juliana W Tuahatu; Abdulah Basalamah
Jurnal Laut Pulau: Hasil Penelitian Kelautan Vol 1 No 1 (2022): Jurnal Laut Pulau
Publisher : Prodi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/jlpvol1iss1pp33-41

Abstract

Pantai merupakan wilayah yang sangat dinamis sebab tekanan yang tinggi dari darat, laut dan udara. Dampaknya adalah kawasan pantai selalu mengalami perubahan secara terus menurus, dimana hal itu dianggap sebagai proses keseimbangan pantai. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kemiringan pantai pada perairan pantai barat Pulau Wamar dan menganalisis pola distribusi sedimen dasar pada perairan pantai barat Pulau Wamar. Penelitian dilakukan pada pantai barat Pulau Wamar (Durjela, Wangel dan Pantai Batu Kora) tahun 2017. Data kemiringan lereng pantai diukur langsung dilapang, sedangkan sedimen dilakukan pencuplikan pada 17 transek. Analisis kelas kemiringan lereng pantai didasarkan pada kriteria Zuidam dan analisis sedimen terkait dengan dominansi butiran dan distribusi sedimen berdasarkan analisis statistik. Kelas kemiringan lereng pantai rata-rata berkisar antara landai sampai miring. Sedimen pantai didominasi oleh katagori lumpur sampai kerikil. Kisaran nilai mean berkisar dari kerikil halus (granule) hingga pasir sangat halus, tapi ukuran butiran yang lebih mendominasi adalah pasir sedang, Nilai sorting adalah very well sorted (terpilah sangat baik) hingga very poorly sorted (terpilah sangat buruk), tapi lebih didominasi oleh poorly sorted. Nilai skewness adalah symmetrical, fine skewed dan very coarse skewed. Kurtosisnya lebih didominasi oleh very platykurtic yang artinya pola sebaran yang menunjukkan tendensi pemusatan pada ukuran butiran hampir sama
Variasi Parameter Oseanografi di Utara Laut Arafura pada Tahun Super La Nina 2010 dan El Nino 2015 Marlin C. Wattimena; Simon Tubalawony
Journal of Coastal and Deep Sea Vol 1 No 1 (2023): Journal of Coastal and Deep Sea
Publisher : Pattimura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/jcds.v1i1.11325

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui variasi parameter oseanografi di Utara Laut Arafura selama kejadian ekstrim super La Nina 2010 dan El Nino 2015. Data yang digunakan bersumber dari multi-dataset model CMEMS Copernicus, yang telah divalidasi dengan data observasi satelit. Hasil penelitian menunjukkan suhu permukaan dan tinggi muka laut ditemukan lebih rendah selama kejadian super El Nino 2015. Sebaliknya, salinitas permukaan dan ketebalan lapisan tercampur mengalami peningkatan selama kejadian La Nina 2010. Arus lapisan dalam yang mengarah ke timur menyebar sepanjang slope pada periode Monsun Tenggara mengalami penguatan selama kejadian El Nino.