Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Legal analysis of the application of raw clause in an agreement Rustam, Rustam
Jurnal Hukum Volkgeist Vol 3 No 2 (2019): JUNE
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (588.03 KB) | DOI: 10.35326/volkgeist.v3i2.123

Abstract

The standard agreement for its existence is recognized in trade traffic and has become a habit and need of the community. juridically but the standard agreement does not realize the principle of freedom of contract in full. Because consumers to obtain goods or services needed only have two choices, namely accepting or rejecting the standard agreement. While the principle of freedom of contract prioritizes the freedom and equality of every human being. the principle of freedom of contract also implies that the community has the freedom to make agreements in accordance with their respective interests. The principle of freedom of contract is a principle that gives every person the freedom to make or not make an agreement, make an agreement with anyone, determine the contents of the agreement, the implementation and requirements and determine the form of the agreement, namely written or oral. In general, the form of legal protection against the implementation of the standard agreement has been regulated in Article 18 of Law Number 8 of 1999 concerning consumer protection. The regulation is to provide legal certainty to all the needs of consumers / debtors and to defend their rights if they are harmed by business actors especially in the implementation or implementation of standard agreements.
Legal analysis of the application of raw clause in an agreement Rustam Rustam
Jurnal Hukum Volkgeist Vol 3 No 2 (2019): JUNE
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35326/volkgeist.v3i2.123

Abstract

The standard agreement for its existence is recognized in trade traffic and has become a habit and need of the community. juridically but the standard agreement does not realize the principle of freedom of contract in full. Because consumers to obtain goods or services needed only have two choices, namely accepting or rejecting the standard agreement. While the principle of freedom of contract prioritizes the freedom and equality of every human being. the principle of freedom of contract also implies that the community has the freedom to make agreements in accordance with their respective interests. The principle of freedom of contract is a principle that gives every person the freedom to make or not make an agreement, make an agreement with anyone, determine the contents of the agreement, the implementation and requirements and determine the form of the agreement, namely written or oral. In general, the form of legal protection against the implementation of the standard agreement has been regulated in Article 18 of Law Number 8 of 1999 concerning consumer protection. The regulation is to provide legal certainty to all the needs of consumers / debtors and to defend their rights if they are harmed by business actors especially in the implementation or implementation of standard agreements.
ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN WALI HAKIM DALAM PELAKSANAAN PERKAWINAN Rustam Rustam
Al-'Adl Vol 13, No 1 (2020): Al-'Adl
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31332/aladl.v13i1.1708

Abstract

Kedudukan wali hakim dalam pelaksanaan perkawinan hanya merupakan sebagai wali pengganti jika wali aqrab atau wali nasab tidak ada atau wali aqrab tidak mungkin menghadirkan karena jauh atau wali aqrab sedang ihram atau wali aqrab tidak diketahui keberadaannya atau wali aqrab enggan untuk menikahkan. Sepanjang wali aqrabnya ada danĀ  tidak berhalangan maka wali hakim tidak mempunyai hak untuk melaksanakan perkawinan. Apabila perkawinan tetap dilaksanakan dengan menggunakan wali hakim namun wali aqrabnya masih ada dan wali aqrabnya tersebut tidak berhalangan maka perkawinan yang dilakukan itu adalah tidak sah/ batal.
KEWENANGAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM (BAWASLU) TERHADAP PENYELENGGARAAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH (PILKADA) PADA MASA PANDEMI COVID-19 DI KABUPATEN POHUWATO Fatma Faisal; Halisma Amili; Rustam Rustam
SUPREMASI: Jurnal Pemikiran, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum dan Pengajarannya Vol 17, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Negeri Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26858/supremasi.v17i1.25164

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada masa pandemi Covid-19 di Kabupaten Pohuwato serta untuk mengetahui hambatan Bawaslu dalam penyelenggaraan Pilkada pada masa pandemi Covid-19 di Kabupaten Pohuwato. Penelitian ini sangat penting untuk dilaksanakan dalam mendukung kemajuan pengawasan Bawaslu dalam penyelenggaraan Pilkada di masa pandemi Covid-19. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis empiris, yaitu penelitian yang menitikberatkan pada data-data primer yang diperoleh dari lokasi penelitian sehingga diketahui apakah kondisi yang terjadi telah sesuai dengan apa yang telah diatur oleh Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan terdapat sembilan rekomendasi yang disepakati Bawaslu bersama Satgas yang terdiri dari unsur TNI/Polri, Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Bumi Panua di Kantor Bawaslu Pohuwato, rekomendasi ini dibuat agar pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu tidak mengalami kendala meskipun di masa pandemi. Hambatan yang dialami Bawaslu dalam penyelenggaraan Pilkada pada masa pandemi Covid-19 yaitu keterbatasan anggaran dalam pengadaan peralatan protokol kesehatan, petugas kesehatan yang jumlahnya terbatas, tidak tersedianya rapid test, dan jaringan internet yang belum mendukung.
Penerapan Asas Pemisahan Horisontal dalam Kepemilikan Tanah di Kabupaten Pohuwato Rustam Rustam; Nasrullah Nasrullah
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 6 No. 2 (2022): Agustus 2022
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (0.002 KB) | DOI: 10.31004/jptam.v6i2.4972

Abstract

Hasil penelitin ini menunjukan 1). Praktek kepemilikan tanah terpisah dengan kepemilikan tanaman kelapa dikabupaten pohuwato sejalan dengan konsep asas pemisahan horisontal dimana pemilik tanah dapat berbeda dengan pemilik benda (tanaman, bangunan) yang melekat diatas tanah. Hanya saja di butuhkan pengaturan secara jelas sebagaimana konsep HGU, HGB, Hak Pakai yang terdapat dalam UUPA. 2). Kosep hukum yang ditawarkan dalam penelitian ini dalam rangka memberikan kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum kepada pemilik tanah dan pemilik benda (tanaman Kelapa) yang melekat diatas tanah maka diperlukan suatu konsep hukum yakni, adanya perjanjian tertulis antara pemilik tanah dan pemilik benda (bangunan, tanaman) yang melekat diatas tanah terkait batas waktu, perlu adanya identitas tersendiri bagi benda yang melekat diatas tanah untuk diterbitkan sertifikat sebagai alat bukti yang sah dan kuat, diperlukan lembaga tersendiri untuk pendaftaran benda yang melekat diatas tanah, dan perlu dibuatkan PERDA tentang pendaftaran tanah dan benda yang melekat diatas tanah.
Analisis Yuridis Terhadap Pelaku Modus Investasi Bodong: Juridical Analysis of Perpetrators of Fraudulent Investment Yohanes Pande; Hamzah Mardiansyah; Kalijunjung Hasibuan; Muchamad Taufiq; Rustam
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 6: Juni 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v7i6.5558

Abstract

Pelaku investasi bodong adalah setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang. Bagi pribadi dari pelaku modus investasi bodong dapat mendapat ancaman berupa hukuman penjara karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat tahun) sebagaimana diatur dalam pasal 378 KUHP. Serta hukuman denda Pasal 492 UU Nomor 1 Tahun 2023 (UU 1/2023), pelaku investasi bodong dapat dipidana karena penipuan dengan pidana penjara paling lama lama 4 (empat tahun) atau pidana denda paling banyak kategori V. Sebagai penjelasan lebih lanjut, pidana denda kategori V tertera dalam Pasal 79 UU Nomor 1 Tahun 2023, dimana untuk kategori tersebut ditetapkan sebesar lima ratus juta rupiah. Apabila dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan korporasi, berdasarkan Pasal 20 PERMA 13/2016, kerugian yang dialami oleh korban akibat tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi dapat dimintakan ganti rugi melalui mekanisme restitusi menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau melalui gugatan perdata. Dan bahkan apabila pelaku modus investasi bodong baik yang dilakkan oleh perseorangan atau individu dan juga yang mengatsnamakan korporasi apabila tidak memiliki izin dan tidak diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan, dapat dihukum sesuai dengan Pasal 103 UU No.8/1995.
Analisis Yuridis Pelanggaran Hak Pasien dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional: Legal Analysis of Violations of Patient Rights in the National Health Insurance System Yohanes Don Bosco Watu; Endah Labati Silapurna; Rustam; Ady Purwoto; Tuti Herningtyas
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 12: Desember 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v7i12.6695

Abstract

Artikel ini mengkaji pelanggaran hak pasien yang terjadi dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang merupakan upaya pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa semua orang di Indonesia memiliki akses yang sama ke layanan kesehatan. Meskipun tujuan utama JKN adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang setara, berbagai pelanggaran hak pasien terus terjadi. Empat masalah utama yang dibahas dalam artikel ini adalah diskriminasi dalam pemberian layanan, ketidaksetaraan akses ke layanan kesehatan, kualitas layanan yang buruk, dan masalah pengelolaan klaim dan administrasi JKN. Diskriminasi antara pasien JKN dan non-JKN, kesenjangan fasilitas antara kota dan pedesaan, dan kualitas layanan yang buruk adalah masalah penting yang mempengaruhi pemenuhan hak pasien. Selain itu, pasien yang membutuhkan perawatan medis seringkali dibebani dengan proses administrasi klaim yang rumit dan lambat. Selain itu, artikel ini membahas faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran hak pasien dalam sistem JKN dan menyarankan perbaikan kebijakan, pengelolaan klaim, pengawasan, dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan. Diharapkan upaya ini akan melindungi hak pasien dengan cara yang sesuai dengan prinsip keadilan sosial dan kemanusiaan.