Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

TRANSFORMASI HUJAN HARIAN KE HUJAN JAM-JAMAN MENGGUNAKAN METODE MONONOBE DAN PENGALIHRAGAMAN HUJAN ALIRAN (Studi Kasus di DAS Tirtomoyo) Rahmani, Rosadana Nurir; Sobriyah, Sobriyah; Wahyudi, Agus Hari
Matriks Teknik Sipil Vol 4, No 1 (2016): Maret 2016
Publisher : Program Studi Teknik Sipil FT UNS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (267.576 KB) | DOI: 10.20961/mateksi.v4i1.37126

Abstract

Metode Rasional banyak digunakan untuk memperkirakan debit banjir dengan menggunakan intensitas hujan. Salah satu metode untuk menghitung intensitas hujan adalah metode Mononobe. Perhitungan debit banjir dengan metode Rasional memerlukan koefisien aliran (C). Nilai koefisien aliran (C) dapat diestimasikan berdasarkan pengalihragaman hujan menjadi aliran. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mendapatkan hasil kalibrasi konstanta (m) Mononobe untuk mengubah hujan harian menjadi hujan jam-jaman, (2) Mendapatkan hasil kalibrasi koefisien C pada pengalihragaman hujan menjadi aliran menggunakan data ARR, (3) Mendapatkan hasil kalibrasi konstanta (m) Mononobe pada pengalihragaman hujan menjadi aliran menggunakan intensitas hujan Mononobe. Penentuan nilai konstanta (m) Mononobe dilakukan dengan cara mengubah hujan harian menjadi hujan jam-jaman menggunakan metode Mononobe dan ABM. Selanjutnya dilakukan kalibrasi koefisien (C) dan konstanta (m) Mononobe pada pengalihragaman hujan menjadi aliran. Hidrograf aliran hasil terhitung dibandingkan dengan hidrograf aliran hasil terukur. Jika hasil perbandingan nilainya tidak mendekati sama, maka perhitungan diulangi dengan mencoba-coba mengubah nilai koefisien C dan konstanta (m) Mononobe sampai hasilnya mendekati sama. Berdasarkan hasil kalibrasi konstanta (m) Mononobe untuk mengubah hujan harian menjadi hujan jam-jaman menunjukkan perbedaan selisih volume, debit puncak, dan waktu puncak yaitu antara 21,54% sampai dengan 13876,95%. Untuk hasil kalibrasi koefisien C pada pengalihragaman hujan aliran, perbedaan selisih volume, debit puncak, dan waktu puncak yaitu antara 24,67% sampai dengan 77,81%. Dan kalibrasi konstanta (m) Mononobe pada pengalihragaman hujan aliran menunjukkan perbedaan selisih volume, debit puncak, dan waktu puncak yaitu antara 33,33% sampai dengan 97,69%. Dari hasil perhitungan di atas, tidak bisa diterima karena menurut Sofyan dkk. (1995) kesalahan hidrograf banjir antara terukur dan terhitung sebesar 10-20% masih dapat diterima.
ANALISIS SUNGAI WAY KANDIS KECAMATAN SEKAMPUNG UDIK LAMPUNG TIMUR Wibowo, Andre; Sobriyah, Sobriyah; Wahyudi, Agus Hari
Matriks Teknik Sipil Vol 1, No 1 (2013): Maret 2013
Publisher : Program Studi Teknik Sipil FT UNS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/mateksi.v1i1.37575

Abstract

Sungai Way Kandis terletak di Kabupaten Lampung Timur Provinsi Lampung.Padamusim hujan debit yang mengalir cukup tinggi dan sering melimpas melalui tebing sungai yang rendah dan tanggul yang rusak atau jebol. Kondisi tersebut diindikasikan sebagai penyebab gagalnya panen akibat genangan air banjir yang berlangsung relatif cukup lama. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengetahui debit banjir sungai Way Kandis, (2) Mengetahui tinggi muka air banjir Sungai Way Kandis, (3) Menormalisasi Sungai Way Kandis agar tidak lagi menimbulkan banjir yang mengakibatkan gagal panen.Metode penelitian yang dilaksanakan melalui tahapan-tahapan yang dimulai dengan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan yaitu data hujan harian maksimum, data tata guna lahan Daerah Aliran Sungai (DAS), data profil sungai Way Kandis. Selanjutnya data hujan harian maksimum di uji kepanggahan, dipadukan dengan data tata guna lahan DAS untuk diolah menjadi debit rancangan (Q desain). Debit banjir rancangan yang diperoleh kemudian dimasukan ke program HEC-RAS 4.0.1, Data profil sungai dimodelkan ke dalam program tersebut sehingga dapat disimulasikan kondisi penampang sungai berikut debit yang mengalir. Hasil yang diperoleh berupa ketinggian muka air sehingga dapat diketahui pada lokasi-lokasi mana saja yang terjadi luapan.Hasil penelitian menunjukan bahwa debit banjir rancangan dengan memakai metode time-area diketahui Q 2tahun = 328,54 m3/dtk, Q 5tahun = 493,96 m3/dtk, Q 10 tahun = 662,11 m3/dtk, Q 20tahun = 905,92 m3/dtk, Q 25tahun = 964,54 m3/dtk dan Q 50 tahun = 1275,88 m3/dtk, dan tinggi muka air maksimum yang terjadi limpasan pada debit rancangan 2 tahun antara ruas Sta 33-75, Sta 20-21 dan Sta 15-17 dan limpasan terbesar ada pada Sta 55.dan dengan normalisasi bisa menanggulangi banjir dengan kala ulang tersebut.
ANALISIS HIDROGRAF ALIRAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TIRTOMOYO DENGAN BEBERAPA METODE HIDROGRAF SATUAN SINTETIS Angga Safrida, Muhammad Fajar; Sobriyah, Sobriyah; Wahyudi, Agus Hari
Matriks Teknik Sipil Vol 2, No 3 (2014): September 2014
Publisher : Program Studi Teknik Sipil FT UNS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (565.944 KB) | DOI: 10.20961/mateksi.v2i3.37426

Abstract

Kontribusi air dari DAS Tirtomoyo terhadap Waduk Gajah Mungkur Wonogri belum dapat diketahui cara yang tepat untuk digunakan. Salah satu cara untuk mengetahui besarnya debit banjir di DAS Tirtomoyo adalah dengan memprediksi besarnya aliran dari data hujan yang ada, oleh karena itu data hujan sebagai masukan utama proses pengalihragaman hujan menjadi aliran menjadi suatu hal yang sangat penting dan harus memiliki tingkat ketelitian yang tinggi. Penelitian ini menyajikan suatu pendekatan sederhana untuk membandingkan debit puncak dan bentuk hidrograf aliran antara hidrograf terukur dan hidrograf satuan sintetis pada DAS Tirtomoyo. Beberapa metoda hidrograf satuan sinteteis seperti cara GAMA I, ITB-1, ITB-2, Limantara, Nakayasu, dan Snyder digunakan untuk menghitung debit puncak dan bentuk hidrograf. Dari hasil kalibrasi model didapatkan model hidrograf satuan sintetis yang sesuai dan mendekati karakteristik hidrograf terukur untuk mendapatkan HSS yang tepat untuk karakteristik DAS Tirtomoyo. Hasil penelitian menunjukkan debit puncak dari hidrograf terukur pada tanggal 19 Desember 2012, 19 Februari 2013, 29 Maret 2013, 4 April 2013 dan 20 Mei 2013 berturut-turut yaitu 630,26 m3/dt, 827,32 m3/dt, 726,23 m3/dt, 1140,78 m3/dt, 1806,33 m3/dt. Hasil perhitungan dari setiap metode HSS tidak bisa diputuskan debit puncak yang paling sesuai dengan hidrograf terukur pada DAS Tirtomoyo karena setiap metode memiliki keunggulan berbeda-beda pada tiap kejadian hujan.
Analisis Tren Frekuensi Banjir Kali Mriwong Pradana, Anggara Apriyan; Anggraini, Ellyta; Pambayun, Mahendra Ken; Muhammad, Fuad; Wahyudi, Agus Hari
Majalah Geografi Indonesia Vol 39, No 2 (2025): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/mgi.101954

Abstract

Abstract. Pembangunan berkelanjutan berpegang pada prinsip keadilan antar generasi. Banjir menjadi bencana global paling merusak dalam skala tingkat geografis. Lahan yang berubah fungsi peruntukan dan meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan terganggunya lokasi penyimpanan cadangan air. Perubahan peruntukan lahan andil dalam meningkatnya bencana banjir. Populasi manusia yang mendiami daerah rawan banjir merasakan dampak kerugian materi dan kesehatan yang semakin parah. Kecamatan Pulung termasuk wilayah dengan curah hujan tinggi di Kabupaten Ponorogo. Kali Mriwong menjadi sungai berdebit handal yang dimanfaatkan untuk irigasi. Perkembangan pertanian semusim di hulu daerah tangkapan air mempengaruhi kontinyuitas debit Kali Mriwong. Sepanjang 2020 tercatat 12 bencana banjir dan 1 kekeringan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis ambang batas banjir dan tren frekuensi kejadian banjir Kali Mriwong. Metode yang dipakai adalah analisis persentil dan analisis tren debit. Data yang digunakan adalah debit Kali Mriwong tahun 2014-2020. Hasil Penelitian menunjukkan ambang batas banjir yang sesuai untuk Kali Mriwong adalah Q95. Kemudian pada frekuensi kejadian banjir terdeteksi adanya tren meningkat pada bulan Maret dan tren menurun pada bulan April. Kenaikan dan penurunan frekuensi kejadian banjir pada bulan berurutan menjadi indikasi awal pergeseran musim hujan. Oleh karena itu, penanggulangan banjir Kabupaten Ponorogo perlu mempertimbangkan penelitian yang lebih komprehensif tentang hujan. Pengembangan sistem peringatan dini dalam penanggulangan banjir Kabupaten Ponorogo perlu menganalisis ambang batas banjir di stasiun pantau debit lainnya (Cokromenggalan, Wilangan, Gendol, Ngebel, Kedung Celeng, Watu Putih, Galok dan Sungkur). Saran untuk penelitian selanjutnya, perlu dicoba jenis persamaan lainnya dalam menganalisis R2 untuk menemukan model persamaan yang paling mewakili tren frekuensi banjir Kabupaten Ponorogo.Abstract. Sustainable development adheres to the principle of intergenerational justice. Floods are the most destructive global disasters on a geographical scale. Land use changes and increasing population growth result in the distrution of locations for storing water. Land use changes contribute to the increasing flood disaster. The human population living in flood-prone areas feels the impact of increasingly severe material and health losses. Pulung District is an area with high rainfall in Ponorogo Regency, East Java, Indonesia. Mriwong utilized for irrigation. The development of agriculture in the catchment area of Mriwong River affects the discharge continuity. Throughout 2020, 12 flood disasters and 1 drought were recorded. The intent of this research is to analyze the flood threshold and trend analysis of Mriwong River Flood Frequency. The methods used are percentile analysis and trend analysis. The data utilized are Mriwong River discharges 2014 to 2020. The research results show that the appropriate flood threshold for Mriwong River is Q95. Then, an increasing trend of flood frequency was detected in March, and a decreasing trend occurred in April. The increase and decrease of flood frequency trends is an early indication of rainy season change. Therefore, flood management in Ponorogo Regency needs to consider comprehensive research on rainfall. The flood early warning system management in Ponorogo Regency required analyzing the flood threshold at other discharge monitoring stations (Cokromenggalan, Wilangan, Gendol, Ngebel, Kedung Celeng, Watu Putih, Galok, and Sungkur). Suggestions for further research: It is necessary to try other types of equations in analyzing R2 to find the best equation model that represents the trend of flood frequency in Ponorogo Regency. Submitted: 2024-11-28 Revisions:  2025-03-12 Accepted: 2025-06-20  Published: 2025-08-08   
Evaluasi Kapasitas Bangunan Pelimpah (Spillway) Bendungan Prijetan Lamongan Jawa Timur AL-Khawarizmi, Firman; Wahyudi, Agus Hari; Sobriyah
Sustainable Civil Building Management and Engineering Journal Vol. 2 No. 4 (2025): October
Publisher : Indonesian Journal Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47134/scbmej.v2i4.4945

Abstract

Dalam perencanaan bendungan tentunya kondisi global warming akan mempengaruhi ketinggian permukaan air laut. Sehingga climate change menjadi pertimbangan dalam setiap perencanaan bendungan. Hal ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan perencanaan yang baik dan aman sesuai kaidah hidrologi dan hidrolika. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kapasitas Spillway Bendungan Prijetan yang dibangun pada masa colonial belanda dengan masa operasi pada tahun 2023 adalah 107 tahun. Debit banjir rencana untuk mengevaluasi kapasitas spillway Bendungan Prijetan yang  dihitung pada tahun 2024 berdasarkan perhitungan PMP Metode Hersfield dan Debit Banjir Rancangan Metode HSS Gama 1 Q1000 tahun adalah 185,060 m3/s dengan elevasi muka air maksimum +50,66 m dan Q PMF  adalah 458,080 m3/s dengan elevasi muka air maksimumnya +52,23 m. Berdasarkan analisis tersebut, bendungan tidak aman terhadap kemungkinan overtopping karena hasil perhitungan kapasitas spillway Bendungan Prijetan dengan debit banjir  yang dihitung pada tahun 2024 menunjukan kenaikan elevasi muka air maksimum dan debit banjir rancangan pada Q 1000 dan Q PMF Sehingga kapasitas spillway direkomendasikan untuk dilebarkan dari 29,5 m ke 33,87 m.
EDUKASI HUKUM DALAM PENGELOLAAN IRIGASI PADA DAERAH DENGAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TINGGI Werdiningtyas, Ratri; Rosari, Bertania Kartikaning Tiyas; Hadiani, Rintis; Wahyudi, Agus Hari; As'ad, Sholihin; Setiono, Setiono; Solichin, Solichin; Hapsari, Shabrina
Kumawula: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 8, No 3 (2025): Kumawula: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kumawula.v8i3.60031

Abstract

The issue of agricultural land conversion has become an increasingly pressing concern in Indonesia. Mixing land use for residential and agricultural purposes causes clogged irrigation canals due to trash dumping and sedimentation, affecting water flow and increasing pollution hazards. Impaired irrigation reduces agricultural productivity, leading to land conversion. This results in a cycle of malfunction in irrigation networks and land use. Law No. 17 of 2019 and Government Regulation No. 77 of 2001 emphasize farmers' major involvement in irrigation water management, yet many are unaware of their rights and obligations. One of the major challenges faced by farmers is the lack of knowledge about their rights and responsibilities as agricultural land managers in irrigated areas. The community service program intends to teach farmers in the Bengawan Solo Irrigation Area about their roles in irrigation management and spatial planning, thereby improving their legal knowledge and equipping them to effectively monitor their access to irrigation. The target participants for legal education on irrigation network management and spatial planning are farmers in the Bengawan Solo Irrigation Area, Jaten Subdistrict, Karanganyar Regency, Central Java. A half-day socialization and interactive workshop was held at the Jaten District Office, attended by 39 people consisting of 14 farmers, 17 P3A management personnel, and 6 village officials. The interactive sessions showed that farmers who do not know how to defend their irrigation management rights tend to shift to more economically profitable land uses, which disrupts irrigation networks and water reliability.Isu konversi lahan pertanian menjadi perhatian yang semakin mendesak di Indonesia. Bercampurnya penggunaan lahan untuk perumahan permukiman dan pertanian menyebabkan tersumbat di saluran irigasi karena pembuangan sampah dan sedimentasi, mempengaruhi aliran air dan peningkatan polusi air. Hal ini mengakibatkan siklus kerusakan pada jaringan irigasi dan penggunaan lahan. Turunnya produktifitas pertanian sebagai akibatnya menyebabkan maraknya fenomena konversi lahan pertanian menjadi perumahan permukiman. Undang-Undang No. 17 Tahun 2019 dan Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2001 menekankan keterlibatan besar petani dalam pengelolaan air irigasi, namun banyak petani yang tidak menyadari hak dan kewajiban mereka. Sehingga salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah kurangnya pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab petnai sebagai pengelola lahan pertanian di daerah irigasi. Program pengabdian masyarakat ini bermaksud untuk mengedukasi petani di daerah irigasi yang banyak terkonversi lahannya tentang hak, kewajiban dan peran mereka dalam pengelolaan irigasi dan penataan ruang, sehingga meningkatkan pengetahuan hukum mereka dan membekali mereka untuk menjaga akses irigasi sebagai haknya. Target peserta edukasi hukum pengelolaan jaringan irigasi dan penataan ruang adalah petani di daerah irigasi Bengawan Solo, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Sosialisasi dan workshop interaktif setengah hari dilakukan di Balai Desa Jaten, Kecamatan Jaten yang dihadiri 39 orang yang terdiri dari 14 petani, 17 anggota/pengurus P3A, dan 6 pejabat desa. Dari sesi interaktif menunjukkan bahwa petani yang tidak tahu cara untuk membela hak pengelolaan irigasi mereka cenderung beralih ke penggunaan lahan yang lebih menguntungkan secara ekonomi, yang mengganggu jaringan irigasi dan keandalan air