Rocky Wilar
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi / RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou, Manado

Published : 37 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 37 Documents
Search

PENGETAHUAN IBU MENGENAI MANFAAT ASI PADA BAYI Umboh, Edelwina; Wilar, Rocky; Mantik, Max F. J.
e-Biomedik Vol 1, No 1 (2013): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v1i1.1620

Abstract

Abstract.Breast milk is the best food for the baby when he/she was born. Many researches prove that breast milk is the best and primary food for the baby because in the breast milk contain an antibody that the baby need to resist any kind of disease. The excellence of breast milk has been prove, however the tendency of the mother not to give an exclusive breast milk to their baby is bigger. It is influenced by some factors, such as occupation, age, and education.This studyisto know the relation between the knowledge of the mother about usefulness  of the breast milk for the baby with exclusive breast milk. Type of study is a descriptive cross sectional with field survey method.There are 80  mothers that be the research subject. The result is 12 mothers has a good knowledge, 39 mothers the knowledge is enough, and 29 mothers has a less knowledge. There are 41 mothers that give an exclusive breast milk and 39 mothers that don't, there is a meaningful relation with chi - square test (p=0.016).Conclusion: Where is the higher the knowledge of the mother about the usefulness of breast milk for the baby, the higher breastfeeding is success. Keyword: Exclusive breast milk, knowledge, mother.     Abstrak.Air susu ibu adalah makanan terbaik bagi bayi baru lahir.Banyak penelitian yang membuktikan bahwa Air Susu Ibu merupakan makanan terbaik dan utama bagi bayi karena di dalam ASI terkandung antibodi yang diperlukan bayi untuk melawan penyakit-penyakit yang menyerangnya.ASI sudah diketahui keunggulannya, namun kecenderungan para ibu untuk tidak menyusui bayinya secara eksklusif semakin besar. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, antara lain pekerjaan, usia dan pendidikan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu mengenai manfaat ASI pada bayi dengan pemberian ASI eksklusif. Jenis penelitian deskriptif potong lintang dengan metode survei lapangan.Terdapat 80 ibu yang menjadi subjek penelitian. Hasil yang di dapatkan 12 ibu memiliki pengetahuan baik, 39 ibu memiliki pengetahuan cukup, dan 29 ibu memiliki pengetahuan kurang. Yang memberikan ASI eksklusif sebanyak 41 ibu dan yang tidak sebanyak 39 ibu, terdapat hubungan bermakna dengan uji Chi-Square (p=0,016). Simpulan:Semakin tinggi pengetahuan ibu mengenai manfaat ASI pada bayi, semakin tinggi keberhasilan menyusui. Kata kunci. ASI eksklusif, ibu, pengetahuan
HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS Mathindas, Stevry; Wilar, Rocky; Wahani, Audrey
JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 5, No 1 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.5.1.2013.2599

Abstract

Abstract: Hyperbilirubinemia is an increase of the blood bilirubin level due to physiological or non-physiologic factors, which is clinically characterized by jaundice. Bilirubin is produced in the reticuloendothelial system as the end product of heme catabolism through an oxidation-reduction reaction. Due to its hydrophobic nature, unconjugated bilirubin is carried in the plasma, tightly bound to albumin. In the liver, bilirubin is transported into hepatocytes, bound to ligandin. After being excreted to the small intestine through the bile ducts, bilirubin undergoes a reduction to become colorless tetrapyrole due to the action of intestinal microbes.This unconjugated bilirubin can be reabsorbed into the circulation; therefore, it increases total plasma bilirubin. The treatments of hyperbilirubinemia in neonati are phototherapy, intravenous immunoglobulin (IVIG), replacement transfusion, temporary breastfeeding cessation, and medical therapy. Keywords: hyperbilirubinemia, bilirubin, biliverdin, enterohepatic cycle.     Abstrak: Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah, baik oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis ditandai dengan ikterus. Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk akhir dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Karena sifat hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam plasma, terikat erat pada albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin diangkut ke dalam hepatosit, terikat dengan ligandin. Setelah diekskresikan ke dalam usus melalui empedu, bilirubin direduksi menjadi tetrapirol tak berwarna oleh mikroba di usus besar. Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat diserap kembali ke dalam sirkulasi, sehingga meningkatkan bilirubin plasma total. Pengobatan pada kasus hiperbilirubinemia dapat berupa fototerapi, intravena immunoglobulin (IVIG), transfusi pengganti, penghentian ASI sementara, dan terapi medikamentosa. Kata kunci: hiperbilirubinemia, bilirubin, biliverdin, siklus enterohepatik.
Analisis Hubungan Angka Kejadian, Gambaran Klinik Dan Laboratorium Anak Dengan Sindrom Nefrotik Resisten Steroid Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Suwontopo, Marvin Leonardo; Umboh, Adrian; Wilar, Rocky
JKK (Jurnal Kedokteran Klinik) Vol 4, No 1 (2020): JURNAL KEDOKTERAN KLINIK
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKSindrom Nefrotik (SN) adalah penyakit Ginjal paling sering pada anak yang ditandai dengan Edema beserta Proteinuria, Hipoalbuminemia dan Hiperkolesterolemia. Menurut Respon Pengobatan, SN dibagi menjadi Sindrom Nefrotik Resisten Steroid (SNRS), dan Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid (SNSS). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Angka Kejadian, Gambaran Klinik dan Hasil Laboratorium pasien anak dengan Sindrom Nefrotik Resisten Steroid. Penelitian ini adalah penelitian Retrospektif Analitik yang dilaksanakan di  Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado dengan mengambil data Rekam Medik dari periode Juli 2016 – Juni 2019. Perhitungan angka kejadian dengan menggunakan Period Prevalence dan variabel yang diteliti yaitu: Umur, Jenis Kelamin, Edema, Hipertensi, Hematuria, kadar Protein Urin, kadar Albumin Serum, kadar Kolesterol Serum, kadar Ureum Serum, dan kadar Creatinine Serum. Analisis Statistik dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Square dan Uji Korelasi Spearman. Hasil Penelitian menunjukkan terdapat 35 pasien SN terdiri dari 21 pasien (60%) SNRS dan 14 pasien (40%) SNSS. Angka Kejadian SNRS dalam penelitian ini sebanyak 18,1%. Tidak didapatkan hubungan pada Variabel Umur (p=0.568), Edema (p=1.000), Hipertensi (p=0.392), Hematuria (p=0.058), Albumin Serum (p=0.324), Kolesterol Serum (p=0.234), Ureum Serum (p=0.445), Creatinine Serum (p=0.445). Hubungan didapatkan pada Variabel Jenis Kelamin (p=0.028) (r=0.371), dan Protein Urin (p=0.001) (r=0.557). Kesimpulan Jenis Kelamin Laki – laki dan Protein Urin ≥ +3 berpengaruh terhadap terjadinya Resistensi Steroid pada pasien anak dengan SN.Kata Kunci: Sindrom Nefrotik, SNSS, SNRS, Jenis Kelamin, Proteinuria. ABSTRACTNephrotic Syndrome (SN) is the most common Kidney Diseases in children characterized by Edema with Proteinuria, Hypoalbuminemia and Hypercholesterolemia. Based on Treatment Response, SN is divided into Steroid Resistant Nephrotic Syndrome (SRNS), and Steroid Sensitive Nephrotic Syndrome (SSNS). This study aims to determine the relationship of Prevalence, Clinical and laboratory features of Children with Steroid Resistant Nephrotic Syndrome. This is an Analytical Retrospective study carried out in the Department of Pediatric Medicine in Prof. Dr. R. D. Kandou General Hospital Manado by taking Medical Record data from the period of July 2016 - June 2019. Period Prevalence is used to calculate the Prevalence of SRNS. Studied Variables are: Age, Gender, Edema, Hypertension, Hematuria, Urine Protein level, Serum Albumin level, Serum Cholesterol level, Serum Ureum level, and Serum Creatinine level. Statistical analysis was performed using the Chi Square Test and the Spearman Correlation Test. Results showed there were 35 NS patients consisting of 21 SRNS patients (60%) and 14 SSNS patients (40%) SNSS. The Period Prevalence of SRNS  in this study was 18.1%. No Significant Correlation was found in Age (p = 0.568), Edema (p = 1,000), Hypertension (p = 0.392), Hematuria (p = 0.058), Albumin (p = 0.324), Cholesterol (p = 0.234) Ureum (p = 0.445), Creatinine  (p = 0.445). Significant Correlation were found in Gender (p = 0.028) (r = 0.371), and Urine Protein (p = 0.001) (r = 0.557). Conclusion. Male Gender and Urine Protein ≥ + 3 are associated with Steroid Resistance in NS patients.Keywords= Nephrotic Syndrome, SSNS, SRNS, Gender, Urine Protein.
PERBANDINGAN KADAR SATURASI OKSIGEN HARI PERTAMA DAN HARI KETIGA PADA BAYI BARU LAHIR Kaunang, Adriaan W.; Wilar, Rocky; Rompis, Johnny
e-CliniC Vol 3, No 1 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v3i1.7394

Abstract

Abstract: Every cells in human body needs oxygen to implement metabolism function, therefore the process maintenance oxygenation is an effort to determine the needs of supply oxygen to every cells in human body. Oxygen saturation is one of a value that we must consider on determine the needs of supply oxygen in our body especially in newborn because when the oxygen saturation is low will reduce the supply oxygen to cells. The result of paired T-test says that there are significant changes between first day and third day of oxygen saturation in newborn (p <0,001).Keywords. oxygen saturation, newbornAbstrak: Setiap sel tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk melaksanakan fungsi metabolisme, sehingga mempertahankan oksigenasi adalah upaya untuk memastikan kecukupan pasokan oksigen ke jaringan atau sel. Saturasi oksigen merupakan salah satu hal yang patut kita perhatikan dalam penilaian kecukupan pasokan oksigen pada tubuh kita terutama pada bayi baru lahir karena ketika saturasi oksigen rendah maka mengakibatkan pasokan oksigen ke jaringan berkurang. Hasil uji t berpasangan menyatakan ada perbedaan yang sangat bermakna (p < 0,001).Kata kunci: saturasi oksigen, bayi baru lahir
HUBUNGAN KADAR ALBUMIN PLASMA DAN GULA DARAH DENGAN SEPSIS NEONATORUM Wowor, Ester Elisabeth; Rompis, Johnny; Wilar, Rocky
eBiomedik Vol 1, No 1 (2013): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.1.1.2013.1623

Abstract

Abstract. Sepsis is the most leading cause of morbidity and mortality in neonates. In sepsis, the proinflammatory cytokines realeasing leads to disruption of plasma albumin and blood glucose levels. This study aim to analyze the relationship of plasma albumin and blood sugar levels with neonatal sepsis. Prospective observational analytic studies conducted on suspected sepsis neonates at Pediatrics Department Sub Division Neonatology RSUP Prof.Kandou Manado. Diagnosis of sepsis based on clinical symptoms and laboratory tests. Subjects are grouped into two groups of neonatal sepsis and non-neonatal sepsis group (control group). Plasma albumin and blood glucose level examined, then statistically analyzed. The statistical analysis used was Pearson Chi-Square correlation and Fisher Exact. The data were processed using SPSS 21. The results of this study indicate that hypoalbuminemia was found in 12 (75%) of 16 neonatal sepsis subject, whereas in non-neonatal sepsis only found 5 (22,7%) of 22 non-sepsis subjects. Statistically there is a highly significant difference (p=0,001). For the impaired blood glucose (both hypoglycemia or hyperglycemia) there is no significant difference between the two groups (p=0,466).Conclusion: There is a highly significant relationship between hypoalbuminemia with neonatal sepsis. There was no significant correlation between abnormal blood glucose levels with neonatal sepsis. Keywords: neonatal sepsis, plasma albumin levels, blood glucose levels   Abstrak.Sepsis merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas terbanyak pada neonatus. Pada sepsis terjadi pelepasan sitokin proinflamasi yang memicu terjadinya gangguan kadar albumin plasma dan kadar glukosa darah.Menganalisis hubungan kadar albumin plasma dan kadar gula darah dengan sepsis neonatorum.Penelitian analitik observasional prospektif dilakukanpada tersangka sepsis neonatorum yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Neonati RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Diagnosis sepsis berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan laboratorium. Subyek penelitian dikelompokkan menjadi kelompok sepsis neonatorum dan kelompok non sepsis neonatorum (kelompok kontrol). Dilakukan pemeriksaan kadar albumin plasma dan glukosa darah, kemudian dianalasis secara statistik. Analisis statistik yang digunakan adalah uji korelasi Pearson Chi-Square dan uji Fisher Exact. Data diolah dengan menggunakan program SPSS 21.Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipoalbuminemia ditemukan pada 12 (75%) dari 16 penderita sepsis neonatorum, sedangkan pada penderita non sepsis hanya ditemukan 5 (22,7%) dari 22 penderita non sepsis. Secara statistik terdapat perbedaan yang sangat bermakna (p=0,001). sedangkan gangguan glukosa darah (baik hipoglikemia maupun hiperglikemia) tidak terdapat perbedaan yang bermaknsa antara kedua kelompok (p=0,466).Simpulan:Terdapat hubungan yang sangat bermakna antara hipoalbuminemia dengan sepsis neonatorum. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar gula darah abnormal dengan sepsis neonatorum. Kata Kunci:sepsis neonatorum, kadar albumin plasma, kadar glukosa darah
Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Kelainan Bawaan pada Neonatus Matthew, Febriano; Wilar, Rocky; Umboh, Adrian
e-CliniC Vol 9, No 1 (2021): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v9i1.32306

Abstract

Abstract Congenital abnormalities are one of the main causes of infant mortality worldwide. Their symptoms vary from mild to severe. This study was aimed to determine the risk factors associated with the incidence of congenital abnormalities. This was a literature review study. The results obtained 10 articles that discussed about the risk factors of congenital abnormalities. The incidence of congenital abnormalities was more common in males. The most common factor was the maternal age of 20+ years Especially in Indonesia, there was no significant data about the risk factors related to the incidence of congenital abnormalities, however, two journals from Indonesia showed an increased incidence of congenital abnormalities in women infected during pregnancy. In addition, there were other risk factors found only in one to two journals, such as exposure to cigarettes, consumption of drugs or narcotics, and family history of previous congenital disorders. The review also covered several congenital disorders classified in organ systems dominated by the cardiovascular system. In conclusion, the risk factors associated with congenital abnormalities are maternal age, multiparity, history of abortion, congenital abnormalities in previous pregnancies, gestational diabetes, exposure to cigarette smoke, consumption of alcohol, consumption of drugs, not taking folic acid, family history of congenital abnormalities, consanguinity, and low socioeconomic statusKeywords: risk factor, birth defect, congenital anomalies, neonates                                                                         Abstrak Kelainan kongenital merupakan salah satu penyebab utama kematian bayi di dunia dengan gejala bervariasi dari ringan hingga berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian kelainan kongenital. Jenis penelitian ialah literature review. Hasil penelitian mendapatkan 10 artikel mengenai faktor risiko kejadian kelainan kongenital. Kejadian kelainan kongenital lebih sering terjadi pada jenis kelamin laki-laki. Faktor risiko yang paling sering ialah usia ibu saat hamil mulai 20 tahun hingga lebih. Khusus di Indonesia belum ada data bermakna yang menunjukkan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian kelainan kongenital, namun dua artikel dari Indonesia menunjukkan peningkatan kejadian kelainan kongenital pada ibu yang terinfeksi saat hamil. Faktor risiko lainnya yang hanya didapatkan pada satu hingga dua jurnal saja seperti, paparan rokok, konsumsi obat maupun narkoba, serta riwayat keluarga yang pernah mengalami kejadian kelainan bawaan sebelumnya. Hasil kajian juga mendapatkan beberapa diagnosis penyakit kelaianan kongenital yang di golongkan dalam sistem organ, didominasi oleh sistem kardiovaskular. Simpulan penelitian ini ialah faktor risiko yang berhubungan dengan kelainan kongenital ialah usia ibu, multiparitas, riwayat abortus, kelainan ba kongenital waan pada kehamilan sebelumnya, diabetes gestasional, paparan asap rokok, konsumsi alkohol, konsumsi obat-obatan, tidak mengonsumsi asam folat, riwayat keluarga mengalami kelainan kongenital, adanya hubungan darah antara ayah dan ibu, dan status sosioekonomi rendahKata kunci: faktor resiko, kelainan kongenital, neonatus
Faktor Risiko Terjadinya Kejadian Demam Berdarah Dengue Pada Anak Tansil, Melissa G.; Rampengan, Novie H.; Wilar, Rocky
JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 13, No 1 (2021): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.13.1.2021.31760

Abstract

Abstract: Dengue hemorrhagic fever (DHF) is an acute infectious disease caused by dengue virus, this disease often occurs and even more dangerous if it’s found in children. Until now, There are no real specifications regarding to handling DHF, so efforts are needed to control risk factors that cause the occurrence of DHF in children to reduce morbidity and mortality. This literature review aims to determine the risk factors of DHF in children. The method that is being used is in the form of a literature study with the method of searching, combining the essence and analyzing facts from several scientific sources that are accurate and valid regarding to the risk factors for the occurrence of DHF in children. The results found that there was an association between nutritional status, age, presence of vector, domicile, environment, breeding place, resting place, habit of hanging clothes, temperature, using mosquito repellent, occupation, knowledge, attitudes, and 3M practice, while there is no relationship with gender, humidity, and sleeping habits in the morning and evening. This study concludes the importance of public knowledge about risk factors that cause the occurrence of DHF so families can avoid and reduce the incidence of DHF.Keywords: Child, Risk Factor, DHF, Dengue Fever,dan Dengue Hemorrhagic Fever  Abstrak: Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue, penyakit ini sering terjadi dan bahkan lebih berbahaya manifestasinya jika ditemukan pada anak. Sampai saat ini belum ada spesifikasi yang nyata mengenai penanganan untuk penyakit DBD maka sangat dibutuhkan upaya pengendalian faktor risiko penyebab terjadinya kejadian DBD pada anak untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas. Literature review ini bertujuan untuk mengetahui apa saja faktor risiko terjadinya kejadian DBD pada anak. Metode yang digunakan berupa studi literatur dengan metode mencari, menggabungkan intisari serta menganalisis fakta dari beberapa sumber ilmiah yang akurat dan valid mengenai faktor risiko terjadinya kejadian demam berdarah dengue pada anak. Hasil menemukan bahwa terdapat hubungan antara status gizi, umur, keberadaan vektor, domisili, environment, breeding place, resting place, kebiasaan menggantung pakaian, suhu, penggunaan obat anti nyamuk, pekerjaan, pengetahuan dan sikap, dan praktik 3M, sedangkan tidak terdapat hubungan dengan faktor jenis kelamin, kelembaban dan kebiasaan tidur pagi dan sore. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pentingnya pengetahuan masyarakat mengenai faktor risiko apa saja penyebab terjadinya kejadian DBD agar keluarga dapat terhindar dari penyakit DBD dan mengurangi angka kejadian DBD.Kata Kunci: DBD, Faktor Risiko terjadinya DBD, dan Anak
Hubungan antara pH Darah dengan Kadar Laktat Dehidrogenase pada Asfiksia Neonatorum Leny Angkawijaya; Rocky Wilar; Johnny Rompis; Helene Aneke Tangkilisan; Suryadi N.N. Tatura
Sari Pediatri Vol 17, No 2 (2015)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp17.2.2015.141-4

Abstract

Latar belakang. Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan keadaan asidemia yang mengakibatkan terjadinya kerusakan sel. Kerusakansel dapat dilihat dengan peningkatan kadar laktat dehidrogenase (LDH). Banyak kasus asfiksia neonatorum, tetapi belum banyakyang meneliti tentang hubungan pH darah dengan kadar LDH.Tujuan. Mengetahui hubungan antara pH darah dengan kadar LDH pada asfiksia neonatorum.Metode. Penelitian dengan desain potong lintang pada asfiksia neonatorum. Pengambilan sampel secara consecutive, bayi asfiksia dilakukanpemeriksaan LDH dan pH darah. Kriteria inklusi adalah bayi cukup bulan, berat badan 􀁴2500 gram, mendapat persetujuan orang tua.Kriteria eksklusi adalah kelainan kongenital mayor, tersangka sepsis, trauma lahir, ibu sectio caesarea (SC) dengan anestesi umum.Hasil. Jumlah subjek 45 bayi, didapatkan 25 bayi asfiksia dengan LDH normal dan 20 dengan LDH meningkat, rerata LDH yangmeningkat 1045,95 dan pH 7,17. Nilai korelasi Pearson antara pH darah dan kadar LDH darah -0,649 (p=<0,001), yang berartimemiliki hubungan negatif.Kesimpulan. Pada bayi asfiksia neonatorum, semakin turun nilai pH darah maka kadar LDH semakin meningkat.
Perbandingan Profil Hematologi dan Trombopoietin sebagai Petanda Sepsis Neonatorum Awitan Dini Rocky Wilar; Silfy Welly; Nurhayati Masloman; Suryadi Tatura
Sari Pediatri Vol 18, No 6 (2017)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (172.956 KB) | DOI: 10.14238/sp18.6.2017.481-6

Abstract

Latar belakang. Sepsis neonatorum memiliki gejala klinis yang tidak spesifik dan diagnosis dengan pemeriksaan kultur memerlukan waktu yang lama. Telah dilaporkan beratnya derajat sepsis bertambah seiring peningkatan kadar trombopoietin (TPO) sehingga TPO dapat dijadikan salah satu petanda derajat sepsis.Tujuan. Membandingkan profil hematologi dengan TPO sebagai petanda sepsis neonatorum awitan dini (SNAD).Metode. Studi potong lintang, dilakukan di Sub Bagian Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP.Prof.Dr.R.D.Kandou, bulan November 2012 sampai April 2014. Didapatkan 103 neonatus tersangka SNAD. Diperbandingkan kadar profil hematologi (jumlah leukosit, jumlah trombosit dan IT rasio) dengan TPO. Hasil. Hasil uji diagnostik TPO dengan cut-off point 259 pg/mL pada SNAD diperoleh nilai sensitivitas 76,8% dan spesifisitas 24,4%; jumlah trombosit (T) sensitivitas 42,9% dan spesifisitas 87,2%; jumlah leukosit (L) sensitivitas 30,4% dan spesifisitas 87,3%; IT-rasio (IT) sensitivitas 67,3% dan spesifisitas 50%; L+T diperoleh sensitivitas 58,9% dan spesifisitas 74,5%; L+IT sensitivitas 73,2% dan spesifisitas 46,8%; T+IT sensitivitas 78,6% dan spesifisitas 44,7% sedangkan L+T+IT sensitivitas 83,9% dan spesifisitas 34%.Kesimpulan. Sensitivitas dan spesifisitas TPO tidak lebih tinggi dibandingkan dengan profil hematologi sebagai petanda diagnosis SNAD.  
Hubungan Kadar Serum Metabolit Nitrit Oksida dan Gangguan Fungsi Ginjal pada Sepsis Jose M. Mandei; Ronald Chandra; Rocky Wilar; Ari L. Runtunuwu; Jeanette I. Ch. Manoppo,; Adrian Umboh
Sari Pediatri Vol 15, No 4 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp15.4.2013.259-63

Abstract

Latar belakang. Sepsis adalah respons sistemik terhadap infeksi dengan salah satu komplikasinya berupa gagal organ ginjal. Peran nitrit oksida (NO) sebagai mediator yang terlibat dalam mekanisme gagal organ ginjal kasus sepsis masih bersifat kontroversi.Tujuan. Mengevaluasi hubungan antara kadar serum NO dan gangguan fungsi ginjal pada sepsis anak.Metode. Desain penelitian potong lintang secara konsekutif dilaksanakan sejak bulan Juni sampai November 2012 dengan sampel anak usia satu bulan sampai lima tahun yang didiagnosis sepsis. Pemeriksaan kadar serum kreatinin mencerminkan fungsi ginjal dan kadar serum metabolit NO (nitrat dan nitrit) mencerminkan kadar NO endogen. Uji korelasi menggunakan uji korelasi Spearman, dinyatakan bermakna apabila p<0,05. Data diolah menggunakan piranti lunak SPSS 19.00Hasil. Diperoleh 40 subjek dengan median usia 8,5 bulan (2 sampai 70 bulan) dan 22 di antaranya anak laki-laki. Kadar metabolit NO ditemukan berhubungan dengan kadar serum kreatinin (rs=0,33; p=0,041).Kesimpulan. Terdapat hubungan antara peningkatan kadar serum NO dan terjadinya gangguan fungsi ginjal pada anak dengan sepsis.