Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

Gambaran karakteristik gagal jantung pada bayi baru lahir di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode tahun 2013-2015 Gautama, Reggie C.; Kaunang, Erling D.; Tatura, Suryadi N.N.
e-CliniC Vol 4, No 2 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v4i2.14351

Abstract

Abstract: Heart failure is one of the cardiovascular diseases to be the focus of attention. This study was aimed to obtain the characteristics of heart failure in newbornsat Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado in 2013-2015. This was a retrospective descriptive study with a cross-sectional design using data of medical records in Department of Pediatrics and Medical Records Center of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado. The results showed that there were 22 samples consisted of males 55% and females45%.Clinical manifestations were as follows: fever (68%), cyanosis (64%), and breathing difficulty (45%). The physical examinations that were taken into account were vital signs (pulse: 152.86 x/minute; respiration rate: 70.59 x/minute; body temperature: 36.86°C), anthropometry (body weight: 3495.45 grams), head examination (anemic conjunctiva: 9%; icteric sclera: 42%), lung examination (retraction: 95%, ronchi: 14%), and heart examination (pansystolic murmur: 82%; systolic ejection murmur: 14%). The supportive workups that were taken into account included echocardiography (VSD: 68%; ASD: 9%; ASD and VSD: 9%; other congenital heart diseases: 14%), chest X-ray (normal: 91%; infiltrate spots in both lungs: 9%), and laboratory tests (low Ht count 45%; low Hb count 55%; low platelet count 68%; high leukocyte count 73%; high level of total bilirubin 77%; high level of direct bilirubin 73%; electrolytes (within normal limit: calcium 50%; sodium 46%, potassium 68%; and chloride 54%). Conclusion: In this study, the most dominant gender was male, and the clinical manifestations as follows: fever, cyanosis, and breathing difficulty; physical examination as follows: tachycardia, tachypnea, hypothermia, hyperthermia, icteric sclera, prominent retraction, and pansystolic murmur. Meanwhile, in the supportive workups the most common manifestations were VSD in echocardiography, and the laboratory tests as follows: decreased hematocrit count, hemoglobin, and platelets, and increased leukocyte count, and total and direct bilirubin levels. Keywords: characteristics, heart failure, newborn infant Abstrak: Gagal jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang menjadi fokus perhatian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik penderita gagal jantung pada bayi baru lahir di RSUP Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2013-2015.Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif dengan desain potong lintang menggunakan data rekam medik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak dan Pusat Rekam Medik RSUP Dr. R. D. Kandou Manado. Hasil penelitian mendapatkan sebanyak 22 sampel, terdiri dari sampel laki-laki sebanyak 55% dan perempuan 45%. Gambaran klinis berupa demam (68%), sianosis (64%) dan sesak napas (45%). Pemeriksaan fisik yang dinilai berupa tanda vital (nadi: 152,86x/menit; respirasi: 70,59x/menit; suhu: 36,860C), antropometri (berat badan: 3495,45 gram), pemeriksaan kepala (konjungtiva anemis: 9%; sklera ikterik: 42%), pemeriksaan paru-paru (retraksi: 95%; rhonki: 14%) dan pemeriksaan jantung (bising pansistolik: 82%; bising;ejeksi sistolik: 14%). Pemeriksaan penunjang ialah ekokardiografi (VSD: 68%; ASD: 9%; ASD dan VSD: 9%; PJB lainnya: 14%), foto toraks (normal: 91%; bercak infiltrat pada kedua lapang paru: 9%) dan pemeriksaan laboratorium (Ht rendah 45%; Hb rendah 55%; trombosit rendah 68%)leukosit tinggi 73%; kadar bilirubin total tinggi (77%); kadar bilirubin direk tinggi (73%); elektrolit (dalam batas normal: kalsium (50%), natrium (46%), kalium (68%), dan klorida (54%)) normal). Simpulan: Dalam studi ini yang terbanyak ditemukan ialah jenis kelamin laki-laki, temuan klinis demam, sianosis dan sesak napas, pemeriksaan fisik takikadia, takipneu, hipotermi dan hipertermi, sklera ikterik, retraksi, dan bising pansistolik.Pada pemeriksaan penunjang terbanyak ditemukan ialah VSD pada ekokardiografi dengan hasil laboratorium penurunan hematokrit, hemoglobin, dan trombosit serta peningkatan leukosit, bilirubin total, dan direk.Kata kunci: karakteristik, gagal jantung, bayi baru lahir
Analisis Penggunaan Antibiotik pada Pasien Sepsis Neonatorum di Neonatal Intensive Care Unit RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Kereh, Tesalonika; Wilar, Rocky; Tatura, Suryadi N. N.
e-CliniC Vol 8, No 1 (2020): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v8i1.27007

Abstract

Abstract: Neonatal sepsis is defined as a clinical syndrome with systemic manifestations and bacteremia that occurs in the first month of life. Admnistration of antibiotics had to follow the pattern of the most common causal germs in a hospital. This study was aimed to determine the antibiotics of neonatal sepsis patients at the Neonatal Intensive Care Unit (NICU) of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado, in this case types of antibiotics, duration of the used antibiotics, as well as the use of the first, second, and third-line antibiotics. This was a descriptive analytical study with a cross sectional design. Samples were neonatal sepsis patients who were treated with first, second, and third line antibiotic therapy at the NICU from September to November 2019. The results obtained a total of 40 patients, consisting of 22 males (55%) and 18 females (45%). The condition of the patients when coming out of the ward were 12 recovered (30%) and 28 died (70%). Combination antibiotics were the most common used as many as 37 cases (58%). The length of time using antibiotics based on lines, obtained that the first-line antibiotics were given at a duration of ≤5 days, while the second and third line antibiotics were more often given at a duration of >5 days. In conclusion, most neonatal sepsis patients were given antibiotics in combination. There were differences among the durations of the first, second and third line antibiotics used in patients with neonatal sepsis.Keywords: neonatal sepsis, antibiotics Abstrak: Sepsis neonatorum didefinisikan sebagai sindrom klinis dengan manifestasi sistemik dan bakterimia yang terjadi pada satu bulan pertama kehidupan. Pemberian antibiotik harus memperhatikan pola kuman penyebab tersering yang ada di suatu rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan antibiotik pada pasien sepsis neonatorum di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dalam hal ini jenis-jenis antibiotik yang digunakan, durasi penggunaan antibiotik yang diberikan, serta penggunaan antibiotik lini pertama, kedua, dan ketiga. Jenis penelitian ialah deskriptif analitik dengan desain potong lintang. Sampel penelitian ialah pasien sepsis neonatorum yang menggunakan terapi antibiotik lini pertama, kedua, dan ketiga yang dirawat di ruangan NICU periode September - November 2019. Hasil penelitian memperoleh total 40 pasien, terdiri dari 22 bayi laki-laki (55%) dan 18 bayi perempuan (45%). Keadaan pasien saat keluar dari ruang rawat 12 sembuh (30%) dan 28 meninggal (70%). Penggunaan antibiotik kombinasi paling banyak digunakan yaitu sebanyak 37 kasus (58%). Lama waktu penggunaan antibiotik berdasarkan lini, didapatkan antibiotik lini pertama paling banyak diberikan pada durasi ≤5 hari, sedangkan lini kedua dan ketiga lebih sering diberikan pada durasi >5 hari. Simpulan penelitian ini ialah sebagian besar pasien sepsis neonatorum diberikan antibiotik secara kombinasi. Terdapat perbedaan pada lama waktu penggunaan antibiotik pasien sepsis neonatorum baik lini pertama, kedua dan ketiga.Kata kunci: sepsis neonatorum, antibiotik
Gambaran malaria pada anak di RSU GMIM Bethesda Tomohon periode 2011-2015 Paendong, Boy A.I.; Tatura, Suryadi N.N.; Lestari, Hesti
e-CliniC Vol 4, No 2 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v4i2.14457

Abstract

Abstract: Malaria is an endemic disease that is often found in the world, particularly in tropic areas. Four types of plasmodiums that often infect human are falciparum, vivax, malariae, and ovale. The symptoms of malaria that usually occur are fever, chills, and sweats. This study was aimed to obtain the profile of malaria in children at GMIM Bethesda Hospital Tomohon. This was a descriptive retrospective study with a cross sectional design. The results showed that of 105 children who suffered from malaria, only 92 children fulfilled the inclusion criteria. Malaria was found in the years 2011-2015. The highest percentages were age 5-9 years (31.5 %), males (66 %), plasmodium falciparum (63%), and fever as the clinical manifestation (100%). The manifestation of malaria such as fever, chill, and ssweating perspiring was found in 13.1% of cases and complication of severe anemia in 1,1% of cases. Most cases were treated with DHP and primaquin. Conclusion: In this study, malaria was still an endemic disease in GMIM Bethesda Hospital Tomohon, most among males aged 5-9 years. Plasmodium falciparum was the most common type and fever was the clinical manifestation mostly complained.Keywords: malaria, plasmodium, children Abstrak: Malaria adalah penyakit endemis yang sering dijumpai di seluruh dunia, terutama di daerah tropis. Empat plasmodium yang biasa menginfeksi manusia yaitu falciparum, vivax, malariae, dan ovale. Gejala umum pada malaria ialah demam, menggigil, dan berkeringat. Menurut data WHO, di dunia kasus penyakit malaria pada tahun 2015 berjumlah 214 juta kasus. Di Sulawesi Utara pada tahun 2014 jumlah kasus malaria menyentuh angka 2.244 jiwa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran malaria pada anak di RSU GMIM Bethesda Tomohon. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif dengan desain potong lintang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 105 anak yang menderita malaria didapatkan 92 anak sebagai subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Malaria terdapat sepanjang tahun dari 2011-2015. Mayoritas anak dengan malaria ialah usia 5-9 tahun (31,5%), jenis kelamin laki-laki (66%), jenis plasmodium falciparum (63%), dan gejala klinis demam (100%). Gejala malaria demam, menggigil, berkeringat ditemukan sebanyak 13,1% dan komplikasi anemia berat 1,1%. Terapi yang banyak digunakan ialah DHP dan primakuin. Simpulan: Pada studi ini malaria masih merupakan penyakit endemik di RSU GMIM Behesda Tomohon, sering terjadi pada anak laki-laki, usia 5-9 tahun, dengan mayoritas plasmodium falciparum dan gejala klinis demam. Kata kunci: malaria, plasmodium, anak
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN BERAT RINGANNYA CAMPAK PADA ANAK Liwu, Teressa S.; Rampengan, Novie H.; Tatura, Suryadi N. N.
e-CliniC Vol 4, No 1 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v4i1.10961

Abstract

Abstract: Appendicitis is an inflammation of vermiform appendix. Acute inflammation of the appendix needs to be treated immediately to prevent fatal complications. The incidence among females and males is slightly comparable, however, the incidence is higher among males than females in the age range between 20-30 years. The fundamental clinical decision in the diagnosis of a patient with suspected appendicitis is whether to do an operation or not. The meaningful evaluation of acute appendicitis balances early operative intervention to prevent operative risks. This study aimed to obtain the incidence of appendicitis at Prof. Dr. R.D Kandou Hosiptal Manado from October 2012 to September 2015. This was a  retrospective descriptive study using data of the Department of Medical Record Prof. Dr. R.D Kandou Manado Hospital. The results showed that there were 650 patients. Most patients had acute appendicitis as many as 412 patients (63%) meanwhile chronic appendicitis was found in 38 patients (6%). Of 650 patients, 200 patients had complications; 193 patients (30%) with perforated appendicitis and 7 patients (1%) with appendicular mass. The most frequent age group to develop appendicitis was 20-29 years. The number of male patients was higher than the females. Keywords: appendicitis, incidence  Abstrak: Apendisitis adalah adanya peradangan pada apendiks vermiformis. Peradangan akut pada apendiks memerlukan tindak bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Insidens pada perempuan dan laki-laki umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun insidens pada laki-laki lebih tinggi. Keputusan klinis mendasar dalam mendiagnosis pasien dengan dugaan apendisitis ialah apakah perlu dilakukannya operasi atau tidak.  Evaluasi yang baik dari kasus apendisitis akut dapat mengurangi intervensi untuk operasi awal, dengan harapan dapat mengurangi risiko operasi yang tidak diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kejadian apendisitis di RSUP Prof. Dr. R. D, Kandou Manado periode Oktober 2012 – September 2015. Metode penelitian yang digunakan ialah deskriptif retrospektif dengan menggunakan data di Bagian Rekam Medik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode Oktober 2012 – September 2015 terdapat 650 pasien. Jumlah pasien terbanyak ialah apendisitis akut yaitu 412 pasien (63%) sedangkan apendisitis kronik sebanyak 38 pasien (6%). Dari 650 pasien, yang mengalami komplikasi sebanyak 200 pasien yang terdiri dari 193 pasien (30%) dengan komplikasi apendisitis perforasi dan 7 pasien (1%) dengan periapendikuler infiltrat. Kelompok umur tersering yang menderita apendisitis ialah 20-29 tahun. Jumlah pasien laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Kata kunci: apendisitis, angka kejadian
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KEPADATAN PARASIT MALARIA PADA ANAK Lee, Jeanette Elmerose Natalia; Tatura, Suryadi N. N.; Lestari, Hesti
e-CliniC Vol 4, No 1 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.4.1.2016.11000

Abstract

Latar belakang: Status gizi diketahui dapat mempengaruhi kepadatan parasit malaria pada anak, sehingga melalui status gizi dapat dinilai tingkat kepadatan parasit malaria. Namun status gizi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menyebabkan tingginya kepadatan parasit malaria, terdapat faktor lain yang turut berperan dalam hal ini. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan tingkat kepadatan parasit malaria. Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian analititik retrospektif dengan pendekatan potong lintang (cross sectional). Sampel penelitian sebanyak 59 anak yang memenuhi kriteria inklusi. Data dianalisis menggunakan uji koefisien korelasi Gamma. Hasil: Dari 65 anak didapatkan 59 sebagai sampel penelitian yang memnuhi kriteria inklusi. Status gizi dengan kepadatan parasit malaria didapatkan kepadatan tinggi dengan gizi kurang sebanyak 9 anak (15,3%), dengan gizi baik sebanyak 24 anak (40,7%), dengan overweight sebanyak 2 anak (3,4%) dan dengan obesitas sebanyak 2 anak (3,4%). Sedangkan kepadatan rendah dengan gizi kurang sebanyak 9 anak (8,5%), dengan gizi baik sebanyak 13 anak (22,0%), dengan overweight sebanyak 3 anak (5,1%). Dengan uji koefisien korelasi Gamma didapatkan korelasi yang sangat lemah (rG = 0,118; p = 0,632). Hasil ini menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kepadatan parasit malaria.Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan tingkat kepadatan parasit malaria pada anak.Kata kunci: Malaria, kepadatan parasit, status gizi, anak.Background: Nutritional status can influence malaria parasite density in children, so from nutritional status we can evaluate malaria parasite density. Nutritional status is not the only factor which cause high malaria parasite density, there are another factors which cause this. Objective: To find out the relation between nutritional status and malaria parasite density in children. Methods: This study uses analytic retrospective method with cross –sectional design. About 59 sample qualify the inclusion criteria. Data were analyzed using Gamma correlation coefficient statistical test. Results: From 65 children, there are 59 children who qualify the inclusion criteria. On the analysis of nutritional status and malaria parasite density, children with high parasite density consist of 9 children (15,3%) with malnutrition, 24 children (40,7%) with good nutritional status, 2 children (3,4%) with overweight, and 2 children (3,4%) with obesity. On children with low parasite density, there are 9 children (8,5%) with malnutrition, 13 children (22,0%) with good nutritional status, and 3 children (5,1%) with overweight. Using Gamma correlation test, the study find a very weak correlation (rG = 0,118; p = 0,632). This find indicates that there is no significant relation between nutritional status and malaria parasite density. Conclusion: There is no significant relation between nutritional status and malaria parasite density in children.Keywords: Malaria, parasite density, nutritional status, children.
Gambaran Mikrobiota Usus dan Konsistensi Tinja pada Bayi Sehat Usia 0-6 Bulan yang Mendapat ASI dan Susu Formula Logor, Narita T; Manoppo, Jeanette I. Ch.; Tatura, Suryadi N. N.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 13, No 2 (2021): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.13.2.2021.31782

Abstract

Abstract: The gut microbiota affects the maturation of the immune system, absorption of nutrients and the avoidance of colonization of pathogens, and the stool consistency can reflect the tolerance of gastrointestinal tract and activity in the ecosystem of the colon. The intake of infants in early life affects the gut microbiota and stool consistency, there are differences in the description of the intestinal microbiota and the stool consistency in infants who are given breast milk and infant formula. This study aims to compare the description of gut microbiota and stool consistency in healthy infants aged 0-6 months who are breastfed and infant formula. This study was in the form of a literature review. The literature was taken from three databases, namely Pubmed, Google scholar and pediatric extract. The keywords used were gut microbiota, stool consistency, breast milk and infant formula. After being selected by exclusion inclusion criteria, it was obtained 13 literature. There are 13 literatures examining the description of the gut microbiota and stool consistency in infants who are breastfed, standard infan formula and supplemented infant formula; probiotics, prebiotics, synbiotics, sn-2 palmitate and protein. In conclusion, breastfed infants have a lower diversity of the gut microbiota in early life and will increase with age, a low diversity indicates a healthy gut characteristic if caused by breastfeeding. The stool consistency in breastfed infant is softer than in infants who receive standard infant formula and supplemental infant formulas.Key words: gut microbiota, stool consistency, breast milk, infant formula  Abstrak: Mikrobiota usus mempengaruhi pematangan system kekebalan, penyerapan nutrisi serta menghindari kolonisasi patogen, dan konsistensi tinja dapat menggambarkan toleransi dari gastrointestinal dan aktivitas di ekosistem usus besar. Asupan bayi diawal kehidupan mempengaruhi mikrobiota usus dan konsistensi tinja, terdapat perbedaan gambaran mikrobiota usus dan konsistensi tinja pada bayi yang diberi Air Susu Ibu (ASI) dan susu formula. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan gambaran mikrobiota usus dan konsistensi tinja pada bayi sehat usia 0-6 bulan yang mendapat ASI dan susu formula. Penelitian ini dalam bentuk literature review. Literature diambil dari tiga database yaitu Pubmed, Google scholar dan sari pediatric. Kata kunci yang digunakan yaitu gut microbiota, stool consistency, breast milk dan infant formula. Setelah diseleksi dengan kriteria inklusi eksklusi, didapatkan 13 literatur. Terdapat 13 literatur yang meneliti gambaran microbiota usus dan konsistensi tinja pada bayi yang mendapat ASI, susu formula standar dan susu formula dengan tambahan ; probiotik, prebiotik, sinbiotik, sn-2 palmitate dan protein. Sebagai simpulan, bayi yang mendapat ASI memiliki keragaman mikrobiota usus yang rendah diawal kehidupan dan kemudian akan meningkat seiring bertambahnya usia, keragaman yang rendah menunjukan ciri usus yang sehat jika dikarenakan pemberian ASI. Konsistensi tinja pada bayi dengan ASI lebih lunak dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula standar dan susu formula dengan tambahan.Kata kunci: mikrobiota usus, konsistensi tinja, ASI, susu formula
Faktor Risiko Terjadinya Sindroma Syok Dengue pada Demam Berdarah Dengue Podung, Gerald C. D.; Tatura, Suryadi N. N.; Mantik, Max F. J.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 13, No 2 (2021): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.13.2.2021.31816

Abstract

Abstract: This study aimed to determine the risk factors and how much they cause Dengue Shock Syndrome (SSD) in children with Dengue Hemorrhagic Fever. This study is a study using the literature review method. From the 10 articles reviewed, the risk factors identified were as follows: from demographic factors, age > 5 years; male and female; late treatment; and referral patients. Signs and symptoms of patients who are risk factors for SSD, namely secondary infection, duration of fever ≥ 4 days before being admitted to hospital, abdominal pain, hepatomegaly, oliguria, pleural effusion, ascites, spontaneous bleeding, flushing measurable. The identified risk factors based on lab tests were hematocrit ≥42%, thrombocytopenia (platelet count <50,000 cells/mm3), increased hematocrit > 20% with platelet levels <50,000 cells/mm3, leucocyte levels <4000 (leukopenia), low fibrinogen levels. (<200 mg / dL) and APTT prolongation. In conclusion, risk factors based on identified demographics are age > 5 years, gender, late treatment and referral patients; factors that are symptoms and signs associated with the incidence of SSD are secondary infection, fever ≥ 4 days before hospitalization, abdominal pain, hepatomegaly, oliguria, pleural effusion, spontaneous bleeding, ascites, facial flushing, unmeasured pulse and systolic pressure and unmeasured diastolic; factors based on laboratory results: hematocrit ≥ 42, thrombocytopenia, leucopenia, low fibrinogen levels and prolonged APTT.Keywords: Risk Factors, Dengue Shock Syndrome  Abstrak: Tujuan pelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor risiko dan seberapa besar faktor risiko tersebut menyebabkan Sindroma Syok Dengue (SSD) pada anak dengan Demam Berdarah Dengue. Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode literature review. Dari 10 artikel yang direview, faktor risiko yang teridentifikasi adalah sebagai berikut: dari faktor demografis, umur > 5 tahun, jenis kelamin laki-laki dan perempuan; keterlambatan berobat; dan pasien rujukan. Tanda dan gejala dari pasien yang merupakan faktor risiko SSD, yaitu infeksi sekunder, lama demam ≥ 4 hari sebelum dirawat di RS, nyeri abdomen, hepatomegali, oliguria, efusi pleura, asites, perdarahan spontan, wajah kemerahan, nadi yang tidak terukur. Faktor risiko berdasarkan pemeriksaan lab yang teridentifikasi adalah hematocrit ≥42%, trombositopenia (kadar trombosit <50.000 sel/mm3), peningkatan hematocrit >20% dengan kadar trombosit <50.000 sel/mm3, kadar leukosit <4000 (leukopenia), level fibrinogen yang rendah (<200 mg/dL) dan pemanjangan APTT. Sebagai simpulan, faktor risiko berdasarkan demografi yang teridentifikasi adalah umur >5 tahun, jenis kelamin, terlambat berobat dan pasien rujukan; faktor yang merupakan gejala dan tanda yang berhubungan dengan kejadian SSD adalah infeksi sekunder, demam ≥ 4 hari sebelum dirawat di RS, nyeri abdomen,hepatomegaly,oliguria,efusi pleura,perdarahan spontan,asites,wajah kemerahan, nadi yang tidak terukur dan tekanan sistolik dan diastolik yang tidak terukur; faktor berdasarkan hasil labotratorium: hematocrit ≥ 42, trombositopenia, leukopenia, level fibrinogen rendah dan pemanjangan APTT.Kata Kunci: faktor resiko, sindroma syok dengue
Hubungan antara pH Darah dengan Kadar Laktat Dehidrogenase pada Asfiksia Neonatorum Leny Angkawijaya; Rocky Wilar; Johnny Rompis; Helene Aneke Tangkilisan; Suryadi N.N. Tatura
Sari Pediatri Vol 17, No 2 (2015)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp17.2.2015.141-4

Abstract

Latar belakang. Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan keadaan asidemia yang mengakibatkan terjadinya kerusakan sel. Kerusakansel dapat dilihat dengan peningkatan kadar laktat dehidrogenase (LDH). Banyak kasus asfiksia neonatorum, tetapi belum banyakyang meneliti tentang hubungan pH darah dengan kadar LDH.Tujuan. Mengetahui hubungan antara pH darah dengan kadar LDH pada asfiksia neonatorum.Metode. Penelitian dengan desain potong lintang pada asfiksia neonatorum. Pengambilan sampel secara consecutive, bayi asfiksia dilakukanpemeriksaan LDH dan pH darah. Kriteria inklusi adalah bayi cukup bulan, berat badan 􀁴2500 gram, mendapat persetujuan orang tua.Kriteria eksklusi adalah kelainan kongenital mayor, tersangka sepsis, trauma lahir, ibu sectio caesarea (SC) dengan anestesi umum.Hasil. Jumlah subjek 45 bayi, didapatkan 25 bayi asfiksia dengan LDH normal dan 20 dengan LDH meningkat, rerata LDH yangmeningkat 1045,95 dan pH 7,17. Nilai korelasi Pearson antara pH darah dan kadar LDH darah -0,649 (p=<0,001), yang berartimemiliki hubungan negatif.Kesimpulan. Pada bayi asfiksia neonatorum, semakin turun nilai pH darah maka kadar LDH semakin meningkat.
Perbandingan Profil Hematologi dan Trombopoietin sebagai Petanda Sepsis Neonatorum Awitan Dini Rocky Wilar; Silfy Welly; Nurhayati Masloman; Suryadi Tatura
Sari Pediatri Vol 18, No 6 (2017)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (172.956 KB) | DOI: 10.14238/sp18.6.2017.481-6

Abstract

Latar belakang. Sepsis neonatorum memiliki gejala klinis yang tidak spesifik dan diagnosis dengan pemeriksaan kultur memerlukan waktu yang lama. Telah dilaporkan beratnya derajat sepsis bertambah seiring peningkatan kadar trombopoietin (TPO) sehingga TPO dapat dijadikan salah satu petanda derajat sepsis.Tujuan. Membandingkan profil hematologi dengan TPO sebagai petanda sepsis neonatorum awitan dini (SNAD).Metode. Studi potong lintang, dilakukan di Sub Bagian Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP.Prof.Dr.R.D.Kandou, bulan November 2012 sampai April 2014. Didapatkan 103 neonatus tersangka SNAD. Diperbandingkan kadar profil hematologi (jumlah leukosit, jumlah trombosit dan IT rasio) dengan TPO. Hasil. Hasil uji diagnostik TPO dengan cut-off point 259 pg/mL pada SNAD diperoleh nilai sensitivitas 76,8% dan spesifisitas 24,4%; jumlah trombosit (T) sensitivitas 42,9% dan spesifisitas 87,2%; jumlah leukosit (L) sensitivitas 30,4% dan spesifisitas 87,3%; IT-rasio (IT) sensitivitas 67,3% dan spesifisitas 50%; L+T diperoleh sensitivitas 58,9% dan spesifisitas 74,5%; L+IT sensitivitas 73,2% dan spesifisitas 46,8%; T+IT sensitivitas 78,6% dan spesifisitas 44,7% sedangkan L+T+IT sensitivitas 83,9% dan spesifisitas 34%.Kesimpulan. Sensitivitas dan spesifisitas TPO tidak lebih tinggi dibandingkan dengan profil hematologi sebagai petanda diagnosis SNAD.  
Gambaran Faktor yang Memengaruhi Tren Angka Kejadian dan Keparahan Demam Berdarah Dengue pada Anak di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode 2020-2022 Windhasari, Siti C.; Waworuntu, David S.; Tatura, Suryadi N. N.
Medical Scope Journal Vol. 7 No. 1 (2025): Medical Scope Journal
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/msj.v7i1.53689

Abstract

Abstract: Dengue infection remains as a significant global health issue due to its rapid spread and increasing number of cases each year. Dengue hemorrhagic fever (DHF) and its severity, dengue shock syndrome (DSS), can be caused by various factors, namely the host, behavior, environment, vectors, health services, and agents. This study aimed to determine the factors that influenced the trend of incidence and severity of DHF at Prof. R. D. Kandou Hospital, Manado. This was a descriptive and analytical study with a cross sectional design. The statistical analysis showed a significant correlation with a negative direction between air temperature and DHF incidence rate (p = 0.029, r = -0.363). Air humidity and rainfall did not have a significant relationship with DHF incidence. Based on the place of residence, a significant association was found with the severity of DHF (p=<0.001, OR=234.103). No significant association was found between economic level and the severity of the disease. In conclusion, there are significant relationships between air temperature and the incidence of DHF, and between the place of residence and the severity of the disease. It is expected that the government and the community can include these factors as indicators in efforts to prevent and control DHF and its severity. Keywords: dengue hemorrhagic fever; dengue shock syndrome; risk factors; children    Abstrak: Infeksi dengue masih menjadi salah satu isu kesehatan global yang signifikan oleh karena penyebarannya yang cepat serta peningkatan jumlah kasus tiap tahunnya. Demam berdarah dengue (DBD) dan keparahannya yakni dengue shock syndrome (DSS) dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, yakni faktor pejamu, perilaku, lingkungan, vektor, pelayanan kesehatan, dan agen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dari faktor-faktor yang memengaruhi tren angka kejadian dan keparahan DBD di RSUP Prof. R. D. Kandou Manado. Jenis penelitian ialah analitik deskriptif dengan desain potong lintang. Hasil analisis menunjukkan adanya korelasi bermakna dengan arah negatif antara suhu udara dengan angka kejadian DBD (p=0,029; r=-0,363). Kelembaban udara dan curah hujan tidak memiliki hubungan bermakna terhadap angka kejadian DBD. Berdasarkan tempat tinggal, didapatkan hubungan bermakna dengan tingkat keparahan DBD (p=<0,001; OR=234,103). Tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat ekonomi dengan tingkat keparahan penyakit. Simpulan penelitian ini ialah terdapat hubungan bermakna antara suhu udara dengan kejadian DBD, dan antara tempat tinggal dengan tingkat keparahan penyakit. Diharapkan bagi pemerintah dan masyarakat dapat mengikutsertakan faktor-faktor tersebut sebagai indikator dalam upaya pencegahan maupun penanggulangan DBD serta keparahannya. Kata kunci: demam berdarah dengue; dengue shock syndrome; faktor risiko; anak