Abstrak Perluasan budidaya ikan menggunakan sistem keramba jaring apung (KJA) di Danau Batur, Bali telah menimbulkan berbagai tantangan lingkungan, antara lain eutrofikasi, sedimentasi, penurunan kualitas air, serta konflik dengan sektor pariwisata dan pemangku kepentingan budaya. Studi ini bertujuan untuk menganalisis secara sistematis potensi sistem informasi geografis (SIG) sebagai alat bantu pengambilan keputusan dalam pengelolaan KJA yang berkelanjutan di Danau Batur, Bali, Indonesia. Dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang terstruktur, studi ini mengevaluasi penerapan SIG dalam penataan ruang budidaya perairan pada berbagai sistem perairan tawar di Indonesia dan wilayah internasional yang sebanding. Analisis mengidentifikasi variabel biofisik dan sosio-spasial utama yang penting untuk penempatan KJA secara optimal, seperti kedalaman air, kadar oksigen terlarut, arus perairan, kedekatan dengan zona sensitif, serta akses terhadap infrastruktur. Studi kasus dari Danau Toba, Danau Maninjau, dan Waduk Cirata menunjukkan efektivitas SIG dalam menentukan zona budidaya yang sesuai, mengevaluasi daya dukung lingkungan, dan mengurangi konflik pemanfaatan ruang. Meskipun memiliki potensi tinggi, pemanfaatan SIG di Danau Batur masih terbatas akibat lemahnya koordinasi kelembagaan, kurangnya integrasi data spasial, dan rendahnya keterlibatan pemangku kepentingan. Studi ini menyimpulkan bahwa SIG, jika dipadukan dengan pemetaan partisipatif dan selaras dengan kerangka regulasi, dapat mendukung tata kelola budidaya yang transparan, ekologis, dan sensitif terhadap nilai budaya. Artikel ini juga memberikan rekomendasi untuk membangun sistem zonasi berbasis SIG, meningkatkan mekanisme perizinan dan pengawasan, serta mengintegrasikan data lingkungan dan sosial-budaya dalam pengambilan keputusan spasial. Temuan ini berkontribusi pada penguatan perencanaan budidaya berkelanjutan di Danau Batur dan danau-danau dataran tinggi lainnya di Indonesia. Abstract The rapid expansion of fish farming using the floating net cage (FNC) system in Lake Batur, Bali, has given rise to various environmental challenges, including eutrophication, sedimentation, declining water quality, and conflicts with the tourism sector and cultural stakeholders. This study aims to systematically analyze the potential of Geographic Information Systems (GIS) as a decision support tool for sustainable FNC management in Lake Batur. The study uses a systematic literature review to examine relevant GIS applications in aquaculture zoning across freshwater systems in Indonesia and comparable international contexts. The analysis identifies key biophysical and socio-spatial variables essential for optimal cage placement, such as water depth, dissolved oxygen, current flow, proximity to sensitive zones, and infrastructure access. Case studies from Lake Toba, Lake Maninjau, and the Cirata Reservoir demonstrate the effectiveness of GIS in delineating suitable aquaculture zones, evaluating environmental carrying capacity, and reducing spatial conflicts. Despite its high potential, the use of GIS in Lake Batur remains limited due to weak institutional coordination, a lack of integrated spatial datasets, and minimal stakeholder engagement. This study concludes that when coupled with participatory mapping and aligned with regulatory frameworks, GIS can support transparent, ecologically sound, and culturally sensitive aquaculture governance. The paper recommends establishing GIS-based zoning, improving licensing and monitoring systems, and integrating environmental and socio-cultural data into spatial decision-making. These findings contribute to advancing sustainable aquaculture planning in Lake Batur and other highland lake systems in Indonesia.