Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law

The Prophet’s Way of Resolving Divorce Hakim, Nurul; Habibullah, Damirdas Kafa
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 6 No 1 (2025): April
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51675/ijil and cil.v6i1.1065

Abstract

Divorce is a social phenomenon that has existed for a long time and remains a complex issue in contemporary society. Although marriage is considered a sacred bond that must be maintained in Islam, divorce can be a last resort to maintain the well-being of both parties in certain situations. The Prophet Muhammad provided an example of how to resolve divorce in a fair and humane manner so as not to cause ongoing conflict in society. It is important to understand how the Prophet handled divorce and how it is applied in the Islamic legal system and modern household life. This research is a literature review with a non-interactive qualitative approach or research that leads to exploration, excavation and deepening of related data to answer questions in the formulation of the problem with the object of the study of the hadith on divorce. This study resulted in the first, divorce is recognized in the history of human religion. Among Jews, divorce is not permitted without an excuse. Meanwhile, in responding to divorce, Christians are divided into three groups. First, Catholics prohibit divorce for any reason. Second, the Orthodox sect. And third, the Protestant sect. Both of these sects allow divorce for certain reasons. Second, the hadith on divorce from a socio-historical perspective found that the Prophet had divorced Hafsah and then referred to it again. The Prophet's efforts to refer to Hafsah show that the Prophet remained careful and tried to choose a peaceful path to maintain the marriage as much as possible. Meanwhile, from a psychological perspective, the hadith on divorce can be understood that the hadith has a universal value of benefit for couples to be careful so that they do not get divorced easily.
Kesetaraan Gender dalam Perspektif Hukum Islam Hendra, Mohammad; Hakim, Nurul
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 4 No 1 (2023): April
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51675/jaksya.v4i1.293

Abstract

Sebagai gagasan intelektual dan emosional, kajian ini diilhami oleh pemahaman konservatif terhadap hukum Islam yang memberi kesan supremasi laki-laki atas perempuan, sementara pemahaman reformis memberi kesan kemitrasejajaran laki-laki dan perempuan. Pemahaman konservatif perlu menjawab tantangan zaman dengan mengedepankan maslahah mursalah. Ia banyak ditemukan dalam kitab-kitab klasik, yang pandangan dan penafsirannya lebih cocok untuk lingkungan dan zamannya. Pemahaman reformis, banyak dilakukan oleh ulama-ulama khalaf guna menghadapi perubahan dan tuntutan anak zaman. Dari itu persoalan gender atau kemitrasejajaran laki-laki dan perempuan dalam Islam semakin menarik minat banyak pihak, salah satunya adalah pemahaman kesetaraan gender di lingkungan para pemuka agama, baik pimpinan organisasi keagaman ataupun organisasi lainnya—cenderung memberikan penafsiran yang berbeda-beda. Tulisan ini merupakan hukum normatif, disebut juga penelitian hukum kepustakaan. Pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi atau bahan pustaka bidang hukum, yang dari sudut kekuatan mengikat dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik kajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan antara deduktif dan induktif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hukum Islam mengakui eksistensi kesetaraan gender di ruang publik. Hal ini dapat dilihat: 1) hukum Islam memberi perlakuan yang sama di depan hukum kepada setiap individu manusia; 2) laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat sebutan “khair ummah”, yang sama sekali tidak bergender; 3) nilai kebajikan manusia, tidak ditentukan oleh gender tertentu.