Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

PENAL ACCOUNTABILITY OF SPENDING USER OFFICER/ SPENDING USER AUTHORITY (SUO/ SUA) IN THE GOVERNMENT PROCUREMENT OF GOODS AND SERVICES Assaori, M. Sofian
Jurnal IUS (Kajian Hukum dan Keadilan) Vol 3, No 9 (2015): HAK MENGUASAI (Monopoli) NEGARA
Publisher : Jurnal IUS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (280.968 KB) | DOI: 10.12345/ius.v3i9.271

Abstract

This research is a normative research, consider that this research heading off from statute analysis on the type of corruption. Corruption penal accountability and the position or personal indication of faults over government’s goods and services procurement, this research applying statutes, conceptual and case approach. According to research result, we may conclude that the corruption type that potentially conducted by SUO/ SUA are: against the law act, abuse of authority, bribes and gratification. Furthermore, personal faults generally may indicated by the containing of unlawful act (fault) in his personal deed, capable of being responsible, the absence of forgiveness and justification excuse. While particular indication such as unlawful act, abuse of authority and obligation neglected. Thereafter, indications of position fault are arbitrary of authority, violation on good governance principles and mal-procedure/ administration. Keywords: accountability, fault, corruption.
PENAL ACCOUNTABILITY OF SPENDING USER OFFICER/ SPENDING USER AUTHORITY (SUO/ SUA) IN THE GOVERNMENT PROCUREMENT OF GOODS AND SERVICES M. Sofian Assaori
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 3, No 3 (2015): HAK MENGUASAI (Monopoli) NEGARA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (280.968 KB) | DOI: 10.12345/ius.v3i9.271

Abstract

This research is a normative research, consider that this research heading off from statute analysis on the type of corruption. Corruption penal accountability and the position or personal indication of faults over government’s goods and services procurement, this research applying statutes, conceptual and case approach. According to research result, we may conclude that the corruption type that potentially conducted by SUO/ SUA are: against the law act, abuse of authority, bribes and gratification. Furthermore, personal faults generally may indicated by the containing of unlawful act (fault) in his personal deed, capable of being responsible, the absence of forgiveness and justification excuse. While particular indication such as unlawful act, abuse of authority and obligation neglected. Thereafter, indications of position fault are arbitrary of authority, violation on good governance principles and mal-procedure/ administration. Keywords: accountability, fault, corruption.
Eksistensi Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dalam Pengelolaan Hutan Nakzim Khalid Siddiq; M Sofian Assaori
Jurnal Fundamental Justice Volume 2 No 1 Maret 2021
Publisher : Universitas Bumigora

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (292.077 KB) | DOI: 10.30812/fundamental.v2i1.1058

Abstract

Dalam penggunaan kawasan hutan yang dilakukan oleh suatu perusahaan harus melalui beberapa tahap yakni tahap pemberian izin yang dikeluarkan oleh menteri maupun daerah. Sudah dijelaskan dalam undang undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan pasal 30 menjelaskan bahwa “dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, setiap badan usaha milik Negara, badan usaha daerah, dan badan usaha milik swasta Indonesia yang memperoleh izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, diwajibkan bekerja sama dengan koperasi masyarakat setempat” substansi menjelaskan bahwa suatu perusahan untuk memberikan peluang bagi masyarakat dalam keikut serta dalam pengelolaannya tetapi kenyataannya masyarakat itu dikesampingkan. Karena dalam pemanfaatan dan pengelolaan yang dilakukan oleh perusahan telah ditentukan dalam pasal 3 Peraturan Menteri kehutanan Nomor : P.39/Menhut-II/2013 tentang pemberdayaan masyarakat setempat melalui kemitraan.
TANGGUNG JAWAB BANK SYARIAH DALAM PENERAPAN PEMBIAYAAN MUDARABAH TERHADAP HUKUM POSITIF DI INDONESIA RESPONSIBILITY OF SHARIA BANK IN IMPLEMENTATION OF MUDARABAH FINANCE TO POSITIVE LAW IN INDONESIA Nakzim Khalid Siddiq; Muhammad Rosikhu; M. Sofian Assaori
Journal of Innovation Research and Knowledge Vol. 1 No. 8: Januari 2022
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.352 KB)

Abstract

Bank syariah sebagai lembaga dan sistem perbankan yang relative baru di Indonesia memiliki produk-produk layanan perpankan yang berbeda dengan perbankan konvensional, salah satu produk layanan jasa bank yang berdasarkan prinsip bagi hasil yang disebut dengan prinsip mudarabah. Mudarabah adalah perjanjian antara penanam dana/pemilik dana (sahibul maal) dan pengelola dana (mudarib) untuk mekukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Nisbah adalah bagian keuntungan usaha bagi masing-masing pihak yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan. Penelitian ini merupakan penelitian normatif, yaitu penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran). hubungan antara nasabah dengan bank pada perbankan konvensional terdiri dari dua bentuk yaitu Hubungan Kontraktual. Hubungan hukum kemitraan dalam pembiayaan mudharabah ini merupakan kerjasama antara shahibul maal untuk menyediakan dana, sedangkan pihak yang lain yaitu mudharib menyediakan pikiran, tenaga, dan waktunya untuk mengelola usaha kerjasama tersebut. Unsur terpenting dalam kerjasama pembiayaan mudharabah adalah kepercayaan (trust). Kepercayaan ini terutama dari shahibul maal kepada mudharib karena shahibulmaal tidak boleh ikut campur tangan di dalam pengelolaan proyek atau usaha yang notabene dibiayai dengan dana shahibul maal tersebut.
Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/Puu-Xv/2017 Terhadap Perlindungan Hak-Hak Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Prespektif Pembaharuan Hukum Pidana (Legal Consequences of Constitutional Court Decision Number 68/Puu-Xv/2017 on the Protection of the Rights of Children in Conflict with the Law from the Perspective of Criminal Law Reform) Rahmatyar, Ana; Assaori, M Sofian; Efendi, Saparudin
Indonesia Berdaya Vol 6, No 1 (2025)
Publisher : UKInstitute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47679/ib.20251040

Abstract

Pasal 99 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai realisasi dan implementasi upaya perlindungan anak yang dijamin oleh hukum Nasional dan Internasional. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perlindungan hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum saat ini dan untuk mengformulasikan Pasal 99 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XV/2017. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan Undang-Undang dan konseptual. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlindungan hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum saat ini terutama jaminan anak akan dikeluarkan dari tahanan setelah masa penahannya berakhir tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sehingga memungkinkan aparat penegak hukum berperilaku semena-mena dalam menangani kasus anak. Kemudian untuk meminimalisir kemungkinan tersebut diperlukan reformulasi terhadap Pasal 99 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan memformulasikan Pasal yang juga memberikan pengaturan yang sama yaitu pemidanaan selama 2 (Dua) tahun tehadap lembaga pemasyarakatan, dalam hal ini Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) karena LPKA juga bagian dari sub sistem peradilan pidana anak.Abstract. Article 99 of Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System as a realization and implementation of child protection efforts guaranteed by National and International law. This article aims to determine the form of protection of children's rights in conflict with the current law and to formulate Article 99 of Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System after the Constitutional Court Decision Number 68/PUU-XV/2017. This research method uses a normative legal research method with a Law and conceptual approach. The results of the study indicate that the protection of children's rights in conflict with the current law, especially the guarantee that children will be released from detention after their detention period ends, does not have binding legal force. This allows law enforcement officers to behave arbitrarily in handling child cases. Then to minimize the possibility, it is necessary to reformulate Article 99 of Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System and formulate an Article that also provides the same regulation, namely a 2 (two) year sentence for correctional institutions, in this case the Special Child Development Institution (LPKA) because LPKA is also part of the juvenile criminal justice subsystem.
Kegagalan sanksi pidana dalam penegakan hukum tindak pidana kejahatan lingkungan (Environmental Crime) di Indonesia Assaori, M Sofian; Rosikhu, Muhammad; Ramadhoan, Muh Zafri
Indonesia Berdaya Vol 6, No 2 (2025)
Publisher : UKInstitute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47679/ib.20251088

Abstract

Abstract: The purpose of this research is to examine how the concept of environmental crime in the perspective of Indonesian law. Normative legal research methodology is used in the development of this work, with conceptual and statutory approaches. Environment as a unity of space with all objects, forces, conditions, living things, including humans and their behaviour so affecting nature itself. The environment is getting worse day by day due to environmental damage. Environmental damage is the entry or inclusion of living things, energy substances, and or other components into the environment by human activities or natural processes so that the quality of the environment drops to a certain level which causes the environment to be less or no longer able to function in accordance with its designation. The results of this study show that the above discussion leads to the conclusion that the concept of environmental crime in the perspective of Indonesian law, namely environmental crime is an unlawful act in the form of pollution and or destruction of the environment, both natural environment, artificial environment, and socio-cultural environment, committed by members of the public or legal entities. And generic crimes are unlawful acts that cause pollution or destruction of the environment. Such unlawful acts do not have to be associated with violations of administrative law rules. Specific crimes are defined as acts that violate the rules of administrative law. Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana Konsep kejahatan lingkungan dalam perspektif hukum di Indonesia. Metodologi penelitian hukum normatif digunakan dalam pengembangan karya ini, dengan pendekatan konseptual dan perundang-undangan. Lingkungan Hidup sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya begitu mempengaruhi alam itu sendiri. Lingkungan hidup yang sekian hari semakin memburuk karena adanya kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan merupakan masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Hasil penelitian ini menunjukkan Pembahasan di atas mengarah pada kesimpulan bahwa Konsep kejahatan lingkungan dalam perspektif hukum di Indonesia yakni kejahatan lingkungan adalah sebagai perbuatan melawan hukum berupa pencemaran dan atau perusakan atas lingkungan hidup baik lingkungan alam, lingkungan buatan, maupun lingkungan sosial budaya, yang dilakukan oleh anggota masyarakat atau badan hukum. Dan Delik materil (generic crimes) merupakan perbuatan melawan hukum yang menyebabakan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup. Perbuatan melawan hukum seperti itu tidak harus dihubungkan dengan pelanggaran atran-aturan hukum administrasi. Delik formil (specific crimes) diartikan sebagai perbuatan yang melanggar aturan-aturan hukum administrasi. 
Peningkatan Literasi Hukum Digital di Kalangan Remaja: Upaya Pencegahan Cyberbullying di Sekolah : Peningkatan Literasi Hukum Digital di Kalangan Remaja: Upaya Pencegahan Cyberbullying di Sekolah Hadi, Heri; Alfurqan, Imam; Prawiranegara, Khalid; Sofian Assaori, M.; Syekh Yusuf, Maulana
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat IPTEKS Vol. 2 No. 2 (2025)
Publisher : Rajawali Media Utama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan teknologi digital yang pesat telah membawa dampak besar terhadap kehidupan remaja, khususnya dalam aktivitas komunikasi dan interaksi di dunia maya. Namun, kemudahan ini juga memunculkan risiko, salah satunya adalah maraknya kasus cyberbullying di kalangan pelajar. Kurangnya literasi hukum digital di kalangan remaja menyebabkan rendahnya pemahaman terhadap hak dan kewajiban dalam penggunaan media digital, serta konsekuensi hukum dari tindakan yang melanggar etika digital. Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk meningkatkan literasi hukum digital siswa di tingkat sekolah menengah sebagai upaya preventif terhadap tindakan cyberbullying. Metode yang digunakan adalah penyuluhan interaktif, diskusi kelompok, dan simulasi kasus hukum digital yang relevan dengan kehidupan sehari-hari remaja. Kegiatan ini dilaksanakan di beberapa sekolah mitra di wilayah [sebutkan lokasi jika perlu], dengan melibatkan siswa, guru, dan tenaga kependidikan. Hasil kegiatan menunjukkan peningkatan pemahaman peserta mengenai aspek hukum dalam dunia digital, termasuk identifikasi bentuk cyberbullying, pelaporan kasus, serta sanksi hukum yang berlaku. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam membentuk budaya digital yang sehat, aman, dan bertanggung jawab di lingkungan sekolah.
Analisis Yuridis Transparansi dalam Sistem Pengelolaan Royalti Musik di Indonesiamelalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional Mandala, Opan Satria; Assaori, M. Sofian; Tekayadi, Suntarajaya Kwangtama; Efendi, Saparudin; Zubaedi, Zubaedi
Jurnal Fundamental Justice Vol. 6 No. 2 (2025): September 2025
Publisher : Universitas Bumigora

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30812/fundamental.v6i2.5203

Abstract

Pengelolaan royalti musik di Indonesia masih memunculkan persoalan keterbukaan informasi dan akuntabilitas, khususnya dalam mekanisme perhitungan, pengumpulan, dan distribusi oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Regulasi yang ada belum sepenuhnya menjamin transparansi, sementara birokrasi dan minimnya pengawasan independen menurunkan kepercayaan pencipta lagu. Penelitian ini bertujuan menganalisis transparansi sistem pengelolaan royalti musik di Indonesia dengan fokus pada peran LMKN, serta merumuskan rekomendasi strategis untuk meningkatkan kredibilitas dan akuntabilitasnya. Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif (normative legal research) dengan menelaah hukum tertulis, literatur relevan, dan dokumen kebijakan terkait pengelolaan royalti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa LMKN berperan sentral dalam pengelolaan royalti, namun menghadapi lima tantangan utama: (1) Mekanisme perhitungan royalti tidak terbuka, menyulitkan verifikasi oleh pencipta lagu. (2) Data penggunaan lagu pada Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM) tidak terintegrasi dan sering tidak akurat. (3) Tidak adanya audit independen rutin untuk memastikan integritas distribusi. (4) Birokrasi yang kompleks menyebabkan keterlambatan pembayaran hingga berbulan-bulan. (5) Rendahnya pemanfaatan teknologi modern yang membatasi efisiensi. Kondisi ini berpotensi memicu sengketa hukum dan memperburuk ketidakpercayaan publik terhadap LMKN. Rekomendasi yang diajukan meliputi penerapan teknologi blockchain, kemitraan dengan platform digital untuk verifikasi data penggunaan, revisi regulasi guna memperkuat kewajiban keterbukaan informasi, serta pembentukan lembaga pengawas independen yang berkelanjutan. Implementasi langkah-langkah ini diharapkan dapat menciptakan sistem distribusi royalti yang lebih transparan, efisien, akuntabel, dan adil bagi seluruh pemangku kepentingan di industri musik Indonesia.
Peningkatan Literasi Hukum Digital di Kalangan Remaja: Upaya Pencegahan Cyberbullying di Sekolah Hadi, Heri Sopian; Alfurqan, Imam; Prawiranegara, Khalid; Assaori, M. Sofian; Yusuf, Maulana Syekh
Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat IPTEKS Vol. 2 No. 2: Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat IPTEKS, Juni 2025
Publisher : CV. Global Cendekia Inti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71094/jppmi.v2i2.99

Abstract

Perkembangan teknologi digital yang pesat telah membawa dampak besar terhadap kehidupan remaja, khususnya dalam aktivitas komunikasi dan interaksi di dunia maya. Namun, kemudahan ini juga memunculkan risiko, salah satunya adalah maraknya kasus cyberbullying di kalangan pelajar. Kurangnya literasi hukum digital di kalangan remaja menyebabkan rendahnya pemahaman terhadap hak dan kewajiban dalam penggunaan media digital, serta konsekuensi hukum dari tindakan yang melanggar etika digital. Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk meningkatkan literasi hukum digital siswa di tingkat sekolah menengah sebagai upaya preventif terhadap tindakan cyberbullying. Metode yang digunakan adalah penyuluhan interaktif, diskusi kelompok, dan simulasi kasus hukum digital yang relevan dengan kehidupan sehari-hari remaja. Kegiatan ini dilaksanakan di beberapa sekolah mitra di wilayah [sebutkan lokasi jika perlu], dengan melibatkan siswa, guru, dan tenaga kependidikan. Hasil kegiatan menunjukkan peningkatan pemahaman peserta mengenai aspek hukum dalam dunia digital, termasuk identifikasi bentuk cyberbullying, pelaporan kasus, serta sanksi hukum yang berlaku. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam membentuk budaya digital yang sehat, aman, dan bertanggung jawab di lingkungan sekolah.