Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Analysis of criminal responsibility for the crime of premeditated murder: An analysis of decision number 813K/Pid/2023 Armelia, Dea; Rosikhu, Muhammad; Rahmatyar, Ana
Ex Aequo Et Bono Journal Of Law Vol. 2 No. 1: (July) 2024
Publisher : Institute for Advanced Science, Social, and Sustainable Future

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61511/eaebjol.v2i1.2024.1040

Abstract

Background: This research is motivated by the existence of premeditate murder where the suspect is a member of the police force, namely Ferdy Sambo, the motive for this murder is heartbreak towards the victim who is suspected of committing sexual harassment against Ferdy Sambo’S wife, Putri Candrawati, the problems that arise regarding the regulation of criminal liability for premeditated murder and the application of criminal sanctions for premeditated. Methods: The type of research used by the author is the normative legal and juridical. Statuta Approach, Case Approach, Comparative Approach. Findings: That the act of premeditated murder is regulated in Article 340 of the Criminal Code with a maximum penalty of 20 years imprisonment, while in Law No 1 of 2023 or the National Criminal Code the crime of premeditated murder is regulated in article 459 with the same penalty but the difference is the death penalty embedded in Article 100 of Law No. 1 of 2023 which with a probationary period of 10 years in prison if good behaviour can be changed to life. Conclusion: The use of Law No. 1 of 2023, which should take effect only 3 years later in accordance with Article 624 of Law No. 1 of 2023, it is necessary to review the decision of the Supreme Court on the use of the National Criminal Code as a consideration for the decision in the case of the defendant Ferdy Sambo and also the defendant Ferdy Sambo received a reduction in sentence which was. Novelty/Originality of this Study: This study provides a critical analysis of the application of Law No. 1 of 2023 concerning the Criminal Code in the case of Ferdy Sambo, particularly examining the shift from retributive to rehabilitative criminal justice paradigms. It uniquely highlights the implications of implementing future legislation in current judicial decisions, questioning the appropriateness and legality of such premature application.
Pertanggungjawaban Pidana Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Kesusilaan Terhadap Anak Rahmatyar, Ana; Setiyono, Joko
Supremasi Hukum: Jurnal Penelitian Hukum Vol 29 No 2 (2020)
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jsh.29.2.91-101

Abstract

AbstractThis study aims to look at the accountability of the convict, children who commit decency crimes, especially rape, and to find useful concepts to overcome these crimes. The legal issues discussed in this study include the accountability of children who commit decency crimes in Indonesia and how the idea is useful in overcoming these problems. The research methodology used is "juridical normative concerning the invitation and case approach; the data used is secondary data." "Document study/literature study is used as a technique of data analysis and processing of legal materials." The traditional material analysis technique used is the hermeneutic method. Based on the results of the research, it can prove that the judge in deciding the case of a child who commits a crime of decency is oriented to Law Number 11 of 2012 concerning the juvenile criminal justice system, namely the punishment for children who commit crimes of morality is ½ of the adult sentence. Children who commit decency crimes who have received a court decision are placed in the Special Development Institution for Children (LPKA) to receive guidance and guidance to become better children when returning to society.Keywords:  Criminal Act; Criminal Liabilty; Restoratife JusticeAbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertaggungjawaban pidana, anak yang melakukan kejahatan kesusilaan khususnya pemerkosaan dan mencari konsep yang efektif untuk mengatasi kejahatan tersebut. Adapun Permasalahan hukum yang dibahas dalam penelitian ini antara lain mengenai bagaimana pertanggungjawaban pidana anak yang melakukan kejahatan kesusilaan di Indonesia, dan bagaimana konsep yang efektif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Metodelogi penelitian yang digunakan “yaitu yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus, data yang digunakan adalah data sekunder”. “Studi dokumen/studi pustaka digunakan sebagai teknik pengumpulan data dan pengolahan bahan hukum”. Teknik analisis bahan hukum yang digunakan adalah metode penafsiran (hermeneutic). Berdasarkan hasil penelitian bisa disimpulkan bahwa hakim dalam memutus perkara anak yang melakukan tindak pidana kesusilaan berkiblat pada Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak yaitu dengan menetapkan hukuman pidana bagi anak yang melakukan kejahatan kesusilaan ½ dari pidana orang dewasa. Anak yang melakukan kejahatan kesusilaan yang telah medapatkan putusan bersalah dari pengadilan di tempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) untuk mendapakan bimbingan dan pembinaan guna menjadi anak yang lebih baik lagi ketika kembali ke masyarakat.Kata Kunci: Pertanggungjawaban; Restoratif Justice; Tindak Pidana
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang: Corporate Criminal Liability in Person Trafficking Crimes Rahmatyar, Ana; Kurnia Abadi, Sukma Hidayat
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 6: Juni 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v7i6.5412

Abstract

Permasalahan terkait HAM di Indonesia adalah tindak pidana perdagangan orang yang dilakukan oleh korporasi. “Perdagangan manusia adalah bentuk perbudakan manusia modern dan juga merupakan salah satu bentuk pelecehan martabat manusia yang paling buruk.” Namun dalam perkembangannya terdapat kesulitan dalam penegakan hukum terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana perdagangan orang. “Metode penelitian yang digunakan adalah metode normatif dengan melakukan tinjauan terhadap peraturan perundang-undangan, norma, dan literatur. Hasil penelitian” menunjukkan bahwa korporasi sebagai subjek hukum pidana dapat disamakan dengan manusia karena mengandung hak dan kewajiban yang diberikan oleh undang-undang dan hukum pidana. oleh karena itu kompetensi perusahaan. juga disamakan dengan kemampuan manusia.” Ketentuan mengenai tanggung jawab korporasi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang: “Suatu korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban apabila melakukan tindak pidana perdagangan orang dengan memenuhi syarat-syarat pertanggungjawaban pidana yang umum seperti kesanggupan untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang. bertanggung jawab, baik ada kesalahan, baik disengaja maupun lalai.
Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/Puu-Xv/2017 Terhadap Perlindungan Hak-Hak Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Prespektif Pembaharuan Hukum Pidana (Legal Consequences of Constitutional Court Decision Number 68/Puu-Xv/2017 on the Protection of the Rights of Children in Conflict with the Law from the Perspective of Criminal Law Reform) Rahmatyar, Ana; Assaori, M Sofian; Efendi, Saparudin
Indonesia Berdaya Vol 6, No 1 (2025)
Publisher : UKInstitute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47679/ib.20251040

Abstract

Pasal 99 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai realisasi dan implementasi upaya perlindungan anak yang dijamin oleh hukum Nasional dan Internasional. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perlindungan hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum saat ini dan untuk mengformulasikan Pasal 99 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XV/2017. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan Undang-Undang dan konseptual. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlindungan hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum saat ini terutama jaminan anak akan dikeluarkan dari tahanan setelah masa penahannya berakhir tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sehingga memungkinkan aparat penegak hukum berperilaku semena-mena dalam menangani kasus anak. Kemudian untuk meminimalisir kemungkinan tersebut diperlukan reformulasi terhadap Pasal 99 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan memformulasikan Pasal yang juga memberikan pengaturan yang sama yaitu pemidanaan selama 2 (Dua) tahun tehadap lembaga pemasyarakatan, dalam hal ini Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) karena LPKA juga bagian dari sub sistem peradilan pidana anak.Abstract. Article 99 of Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System as a realization and implementation of child protection efforts guaranteed by National and International law. This article aims to determine the form of protection of children's rights in conflict with the current law and to formulate Article 99 of Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System after the Constitutional Court Decision Number 68/PUU-XV/2017. This research method uses a normative legal research method with a Law and conceptual approach. The results of the study indicate that the protection of children's rights in conflict with the current law, especially the guarantee that children will be released from detention after their detention period ends, does not have binding legal force. This allows law enforcement officers to behave arbitrarily in handling child cases. Then to minimize the possibility, it is necessary to reformulate Article 99 of Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System and formulate an Article that also provides the same regulation, namely a 2 (two) year sentence for correctional institutions, in this case the Special Child Development Institution (LPKA) because LPKA is also part of the juvenile criminal justice subsystem.
PELESTARIAN EKOWISATA BERBASIS HUKUM LINGKUNGAN: SOSIALISASI DAN AKSI BERSIH PANTAI SERTA PENANAMAN MANGROVE DI PANTAI CEMARE, LOMBOK BARAT Prayuda, Hilman; Prawiranegara, Khalid; Mandala, Opan Satria; Rahmatyar, Ana; Sumardani, Rizki
JUAN: Jurnal Pengabdian Nusantara Vol. 2 No. 3 (2025): Juli 2025
Publisher : CV Sentra Nusa Connection

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63545/juan.v2.i3.134

Abstract

Pantai Cemare di Lombok Barat merupakan kawasan pesisir yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai destinasi ekowisata. Namun, tantangan seperti pencemaran sampah, abrasi, dan kerusakan ekosistem mangrove mengancam kelestarian lingkungan pesisir. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran hukum dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan melalui pendekatan edukatif dan partisipatif. Metode yang digunakan meliputi sosialisasi hukum lingkungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, aksi bersih pantai, dan penanaman mangrove. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa sosialisasi mampu meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai peran hukum dalam perlindungan lingkungan, sementara kegiatan bersih pantai dan penanaman mangrove mendorong keterlibatan aktif masyarakat dalam aksi pelestarian. Kegiatan ini juga membuka ruang kolaboratif antara akademisi, masyarakat, dan pemerintah desa dalam pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Keberlanjutan program diharapkan dapat terwujud melalui pembentukan kelompok kerja lingkungan lokal yang bertugas melakukan pemantauan dan edukasi rutin. Dengan demikian, Pantai Cemare berpotensi menjadi model pengelolaan ekowisata pesisir yang berbasis hukum dan keberlanjutan lingkungan.
Implementasi Kebijakan Standar Upah Minimum Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2025 oleh Perusahaan di Kota Mataram [Implementation of the West Nusa Tenggara Province minimum wage standard policy in 2025 by companies in the city of Mataram] Alamsyah, Mohammad Refki; Mandala, Opan Satria; Rahmatyar, Ana
Indonesia Berdaya Vol 6, No 3 (2025)
Publisher : UKInstitute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47679/ib.20251142

Abstract

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian antara Kebijakan Upah Minimum Tahun 2025 di Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan kebutuhan hidup riil para pekerja, serta implementasinya oleh perusahaan-perusahaan di Kota Mataram. Permasalahan utama yang dikaji adalah adanya kesenjangan antara ketentuan upah minimum yang ditetapkan secara hukum dengan praktik pelaksanaannya di lapangan, khususnya bagi pekerja pada posisi terbawah. Penelitian ini menggunakan metode empiris dengan mengumpulkan data primer dari pekerja seperti petugas keamanan dan petugas kebersihan, serta data sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan literatur hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun secara nominal upah minimum tahun 2025 mengalami kenaikan sebesar 6,5% dan melebihi ambang batas kebutuhan hidup minimum individu secara nasional, pelaksanaannya masih jauh dari harapan. Banyak perusahaan yang belum mematuhi ketentuan tersebut, sehingga pekerja menerima upah di bawah standar dan berada dalam posisi yang rentan, terutama mereka yang bekerja secara kontrak atau informal. Rasa takut kehilangan pekerjaan juga membuat pekerja enggan melaporkan pelanggaran yang terjadi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun kebijakan upah minimum telah disusun secara normatif, namun belum mampu menjamin kesejahteraan pekerja secara substantif. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan pemerintah yang lebih kuat serta mekanisme audit yang proaktif untuk menutup kesenjangan antara kebijakan dan praktik, serta menegakkan hak-hak tenaga kerja secara nyata. Abstract. This study aims to evaluate the suitability of the Minimum Wage Policy for 2025 in West Nusa Tenggara Province with the real living needs of workers, as well as its implementation by companies in Mataram City. The main problem studied is the gap between the minimum wage provisions stipulated by law and the implementation practices in the field, especially for workers in the lowest positions. This research uses an empirical method by collecting primary data from workers such as security officers and janitors, as well as secondary data in the form of laws and regulations and legal literature. The results show that although nominally the minimum wage in 2025 has increased by 6.5% and exceeds the threshold of the national minimum living needs of individuals, its implementation is still far from expectations. Many companies have not complied with the provisions, leaving workers receiving substandard wages and in a vulnerable position, especially those who work on a contractual or informal basis. Fear of losing their jobs also makes workers reluctant to report violations. This study concludes that although the minimum wage policy has been formulated normatively, it has not been able to guarantee workers' welfare substantively. Therefore, stronger government oversight and proactive auditing mechanisms are needed to close the gap between policy and practice, and enforce labor rights in real terms.
Analisis Implementasi Kebijakan Perlindungan Anak Korban Kekerasan Seksual di Indonesia Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) [Analysis of the Implementation of Policies for the Protection of Child Victims of Sexual Violence in Indonesia Under Law Number 12 of 2022 on Sexual Violence Crimes (UU TPKS)] Pratama, Ardian; Mandala, Opan Satria; Rahmatyar, Ana
Indonesia Berdaya Vol 6, No 3 (2025)
Publisher : UKInstitute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47679/ib.20251159

Abstract

Sexual violence against children is a serious crime that requires effective and comprehensive legal protection. The implementation of Law No. 12 of 2022 on the Crime of Sexual Violence (UU TPKS) faces significant challenges, including difficulties in case identification and reporting, lack of public awareness, and limited resources. The research method used in this research is normative on laws and regulations and literature related to sexual violence against children. The result of the research is that the implementation of Law Number 12 of 2022 on Criminal Acts of Sexual Violence (UU TPKS) can provide effective legal protection for child victims of sexual violence through increasing public awareness, strengthening the law enforcement system, and providing quality protection services. However, this implementation still faces challenges such as difficulties in case identification and reporting, weak implementation of the law, limited resources, and difficulties in accessing services. Cooperation between the government, child protection agencies, police, the justice system, and communities is needed to overcome these challenges and provide better protection for child victims of sexual violence. Abstrak. Kekerasan seksual terhadap anak merupakan kejahatan serius yang memerlukan perlindungan hukum yang efektif dan komprehensif. Implementasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menghadapi tantangan signifikan, termasuk kesulitan identifikasi dan pelaporan kasus, kurangnya kesadaran masyarakat, dan keterbatasan sumber daya. Metode penelitian yang digunakan penelitian ini adalah normatif terhadap peraturan perundang-undangan dan literatur terkait kekerasan seksual terhadap anak. Hasil penelitian adalah Implementasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dapat memberikan perlindungan hukum yang efektif bagi anak korban kekerasan seksual melalui peningkatan kesadaran masyarakat, penguatan sistem penegakan hukum, dan penyediaan layanan perlindungan yang berkualitas. Namun, implementasi ini masih menghadapi tantangan seperti kesulitan identifikasi dan pelaporan kasus, lemahnya penerapan UU TPKS, keterbatasan sumber daya, dan kesulitan akses layanan. Kerjasama antara pemerintah, lembaga perlindungan anak, kepolisian, sistem peradilan, dan masyarakat diperlukan untuk mengatasi tantangan ini dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi anak-anak korban kekerasan seksual.
Efektivitas Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan dalam Mencegah Residivis : Studi Kasus Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas III Mataram (The Effectiveness Of Correctional Institution Rehabilitation in Preventing Recidivism : Case Study Of The Class III Mataram Women's Correctional Institution) Wijayanti, Ni Made Riska Anjelia; Rahmatyar, Ana; Efendi, Saparudin
Indonesia Berdaya Vol 6, No 3 (2025)
Publisher : UKInstitute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47679/ib.20251143

Abstract

Abstrak. Salah satu masalah yang dihadapi saat ini adalah masih banyaknya tentang pelaku kejahatan yang “kambuh” atau kembali melakukan kejahatan tindak pidana yang sering disebut Residivis. Munculnya kelompok residivis atau kejahatan berulang, menunjukkan betapa pentingnya peran Lembaga Pemasyarakatan dalam proses pembinaan terhadap Narapidana guna meminimalisir tindakan residivis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif-empiris. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas III Mataram melaksanakan pembinaan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan serta Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan yaitu berupa pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian, dimana bentuk pembinaan yang diterapkan terhadap narapidana residivis tidak berbeda dengan pembinaan yang diberikan terhadap narapidana umum. Namun, pelaksanaan kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas III Mataram masih belum berjalan secara efektif. Hal ini disebabkan oleh LPP Mataram tidak melaksanakan program asimilasi dengan alasan tidak tersedia LP Terbuka Khusus Perempuan di NTB serta beberapa hambatan yang dihadapi, antara lain terkait dengan sarana dan prasarana, dan Sumber Daya Manusia (SDM).  Abstract. One of the problems currently faced is the prevalence of criminals who "relapse" or return to committing crimes, often referred to as recidivists.The emergence of recidivist groups or repeat offenses highlights the crucial role of correctional institutions in the rehabilitation process of inmates to minimize recidivism.The method used in this research is the normative-empirical research method.The results of this study indicate that the Class III Mataram Women's Correctional Institution implements rehabilitation in accordance with the provisions regulated in Law No. 22 of 2022 on Corrections and Government Regulation No. 31 of 1999 on the Guidance and Coaching of Correctional Residents, which includes personality development and independence development. The form of rehabilitation applied to recidivist inmates is not different from the rehabilitation provided to general inmates.However, the implementation of rehabilitation activities at the Class III Women's Correctional Institution in Mataram has not yet been effective.This is due to LPP Mataram not implementing the assimilation program on the grounds that there is no Open Special Prison for Women in NTB, as well as several obstacles faced, including those related to facilities and infrastructure, and Human Resources (HR).
Edukasi Pendidikan Etika Pancasila dan Taat Hukum SMAN 1 Batulayar Lombok Barat Rahmatyar, Ana; Efendi, Saparudin; Khairunnisa; Afikah, Nur; Herawati, Baiq Candra
ADMA : Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Vol. 6 No. 1 (2025): ADMA: Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Mayarakat
Publisher : LPPM Universitas Bumigora

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30812/adma.v6i1.5115

Abstract

Berbagai macam tindak pidana yang terjadi dapat disebabkan karena masyarakat maupun aparat penegak hukum hanya fokus ketika tindak pidana itu timbul, jarang sekali yang fokus kepada upaya pencegahan salah satunya melalui sosialisasi. Salah satu faktor penyebab terjadinya perbuatan yang menyimpang di masyarakat adalah hilang nya karakter yang berbasis moral pancasila, sehingga ringan melakukan tindak pidana. Metode pengabdian dilakukan dengan cara meberikan sosialisasi dan penilaian terhadap tingkat pemahaman.Hasil pengabdian menunjukan setelah dilakukan sosialisasi siswa menjadi lebih peka terhadap segala jenis kejahatan yang terjadi di sekitarnya karena sudah dapat membedakan aktivitas mana saja yang melanggar hukum dan bertentangan dengan moral Pancasila, dari sosialisasi ini siswa dapat membedakan perbuatan yang termaksud kedalam perilaku asusila yang selama ini mareka pikir hanya sebatan berhubungan badan/persetubuhan saja. Melalui sosialisasi ini diharapkan siswa lebih hati hati dalam berinteraksi antar msyarakat agar tidak menjadi korban maupun tanpa disadari menjadi pelaku dalam tindakan abnormal.
Peran Hakim Agung, Metode Berfikir Juridik dan Konsep Keadilan dalam Spirit Reformasi Mandala, Opan Satria; Husni, Anang; Efendi, Saparudin; Rahmatyar, Ana; Zubaedi, Zubaedi
Varied Knowledge Journal Vol. 2 No. 4: Varied Knowledge Journal, May 2025
Publisher : CT. Rajawali media Utama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71094/vkj.v1i3.22

Abstract

This article aims to find out the conception of Justice formulated by the Supreme Judge which is in accordance with the spirit of reform and the juridical-normative thinking method that can be used in formulating the conception of Justice and the role of the Supreme Judge in supporting the realization of legal reform in Indonesia. The type of research used is Normative legal research, normative legal research is research that examines vague norms, conflicting norms and empty norms. Meanwhile, the approach used is a conceptual approach, a statutory approach. The results of this paper show that the concept of justice formed in the Supreme Court's decision is Unity Justice, which is formulated based on: the value of justice that grows and develops in society, the norms of justice and applicable laws and regulations, the interests of achieving the goals of state life, and the interests of the development of community life and the normative juridical thinking method (even coupled with empirical) is not able to formulate complete justice (unity justice), therefore it is added with a holistic and integrative thinking approach and the role of the Supreme Judge in unifying or harmonizing the various dichotomies of the views of the parties that often lead to prolonged forms of conflict through a holistic and integrative approach.