Articles
TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PEMILU DALAM PERSPEKTIF PRINSIP KEDAULATAN RAKYAT
Ismail, Ismail;
Hapsoro, Fakhris Lutfianto
Justitia et Pax Vol 35, No 1 (2019): Justitia et Pax Volume 35 Nomor 1 Tahun 2019
Publisher : Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (195.994 KB)
|
DOI: 10.24002/jep.v35i1.2052
Dalam pelaksanaannya, pemilihan umum sering dijumpai dengan berbagai pelanggaran bahkan tindak pidana di dalamnya, oleh karena itu legislator memuat ketentuan tindak pidana pemilu di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dengan diaturnya ketentuan tindak pidana dalam pemilu, hal ini menunjukkan bahwa legislator menganggap bahwa pemilihan umum merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, sehingga pemilihan umum wajib diupayakan untuk terlaksana secara bersih dari tindak pidana. Alih-alih menjaga prinsip kedaulatan rakyat, di dalam Undang-Undang Pemilu terdapat ketentuan tindak pidana pemilu yang justru berpotensi mereduksi nilai-nilai prinsip kedaulatan rakyat itu sendiri. Seperti dijumpai pada Pasal 509 terkait larangan pengumuman hasil survei atau jajak pendapat di masa tenang. Berdasarkan hal itu maka peneliti tertarik segera mengidentifikasi dan menganalisis ketentuan tindak pidana pemilu tersebut dalam perspektif prinsip kedaulatan rakyat di Indonesia. Penelitian ini mengkaji dengan metode penelitian yuridis normatif (legal research) yang bersifat deskriptif, menjabarkan penelitian secara kualitatif untuk menjawab permasalahan ketentuan tindak pidana pemilu yang dimuat dalam Undang-Undang Pemilu dilihat dari perspektif prinsip kedaulatan rakyat. Hasil dari penelitian ini adalah ketentuan terkait pengumuman survei atau jajak pendapat di masa tenang dalam perspektif prinsip kedaulatan rakyat merupakan suatu ketentuan yang mereduksi perkembangan demokrasi di Indonesia, karena membatasi kebebasan masyarakat dalam mendapatkan dan menyebarkan informasi terlebih dengan menggunakan metodologi ilmiah. Dengan adanya penelitian ini, maka diharapkan kepada legislator agar lebih memperhatikan prinsip kedaulatan rakyat juga asas kepastian hukum dalam membuat ketentuan tindak pidana pemilu di dalam Undang-Undang Pemilu.
PARADIGMA MAKNA FINAL DAN MENGIKAT PUTUSAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU
Ismail, Ismail;
Hapsoro, Fakhris Lutfianto
Justitia et Pax Vol 37, No 2 (2021): Justitia et Pax Volume 37 Nomor 2 Tahun 2021
Publisher : Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24002/jep.v37i2.4312
In several cases of settlement of the State Administrative Court, the Panel of Judges annulled the Presidential Decree (beschikking) which followed up on a Decision of the Honorary Council of Election Organizers regarding the dishonorable dismissal of members of the General Election Commission. Basically, the decision of the Honorary Election Organizing Council is final and binding. With this practice in mind, this paper discusses how the paradigm is "final and binding" in the Decisions of the Honorary Election Organizing Council and what the consequences are for legal certainty. This paper uses a normative juridical approach. The results of this paper indicate that the "final and binding" nature of the DKPP Decision has a paradigm of meaning and creates uncertainty and disruption of legal order in the administration of elections and nullifies the essence of the existence of DKPP as an ethical judiciary institution that balances power (checks and balances).
Interpretasi Konstitusi dalam Pengujian Konstitusionalitas untuk Mewujudkan The Living Constitution
Fakhris Lutfianto Hapsoro;
Ismail Ismail
Jambura Law Review VOLUME 2 NO. 2 JULY 2020
Publisher : Universitas Negeri Gorontalo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (896.09 KB)
|
DOI: 10.33756/jlr.v2i2.5644
Tujuan dari tulisan ini yaitu untuk menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi menguji konstitusionalitas undang-undang terhadap undang-undang dasar dalam hal ini kewenangan memberikan interpretasi terhadap UUD NRI 1945. Terkait dengan interpretasi konstitusi, maka suatu undang-undang dasar tidak hanya dianggap sebagai suatu documented constitution melainkan dapat bertransformasi menjadi the living constitution. Dalam praktik di Indonesia, dapat dijumpai putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang menggunakan interpretasi konstitusi untuk menilai konstitusionalitas suatu norma. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian ini menguraikan sejauh mana upaya hakim dalam mewujudkan the living constitution melalui interpretasi hakim dalam pengujian konstitusionalitas. Dalam menafsirkan konstitusi, hakim bebas menggunakan metode interpretasi apapun. Namun kebebasan memilih dan menggunakan metode interpretasi tersebut harus tetap berada dalam koridor Pancasila dan UUD 1945. Hakim harus cermat, mampu memperhatikan, menggali hakekat atau merefleksikan suatu ketentuan pasal di dalam UUD sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
PENGUSUNGAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN DAERAH SEBAGAI BENTUK REPRESENTASI DAERAH
Ismail Ismail;
Fakhris Lutfianto Hapsoro
Jurnal Yudisial Vol 13, No 1 (2020): REASON AND PASSION
Publisher : Komisi Yudisial RI
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29123/jy.v13i1.382
ABSTRAKAda ketidaksinkronan Putusan Mahkamah Konstitusi dan Putusan Mahkamah Agung terkait persyaratan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah tahun 2019. Putusan Mahkamah Agung Nomor 65P / HUM / 2018 memandang bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30 / PUU-XVI / 2018 dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 26 Tahun 2018 tidak boleh diberlakukan secara surut. Pertimbangan putusan tersebut memuat sebagai non-retroaktif dan kepastian hukum. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan peraturan peraturan-undangan dan pendekatan konseptual. Penelitian ini menunjukkan bahwa Putusan Nomor 65P / HUM / 2018 memberikan kesempatan kepada pengurus partai politik untuk menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah tahun 2019. Hakikatnya Mahkamah Agung tidak membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 26 Tahun 2018 secara keseluruhan,Kata kunci: asas non-retroaktif; calon anggota Dewan Perwakilan Daerah; kepastian hukum. ABSTRAKThere is an unsynchronization of the Constitutional Court's Decision and the Supreme Court's Decision related to the requirements for candidates of Regional Representative Council (DPD) members in 2019. The Supreme Court's Decision Number 65P/HUM/2018 considers that the Constitutional Court's Decision Number 30/PUU-XVI/2018 and General Election Commission (KPU) Regulation Number 26 of 2018 cannot apply retroactively. Those decision considerations contain non-retroactive principle and legal certainty. By using statutory and conceptual approaches, this research comes to the conclussions that the Decision Number 65P/HUM/2018 provided an opportunity for political party officials to become candidates for Regional Representative Council members in 2019. Essentially, the Supreme Court did not cancel all the General Election Commission Regulation Number 26 of 2018, but only could not retroactively applied for those who participated in the nomination process of the Regional Representative Council members in 2019, prior to the Constitutional Court's Decision Number 30/PUU-XVI/2018 and General Election Commission Regulation Number 26 of 2018.Kata kunci: prinsip non-retroaktif; calon anggota Dewan Perwakilan Daerah; kepastian hukum.
TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PEMILU DALAM PERSPEKTIF PRINSIP KEDAULATAN RAKYAT
Ismail Ismail;
Fakhris Lutfianto Hapsoro
Justitia et Pax Vol. 35 No. 1 (2019): Justitia et Pax Volume 35 Nomor 1 Tahun 2019
Publisher : Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24002/jep.v35i1.2052
Dalam pelaksanaannya, pemilihan umum sering dijumpai dengan berbagai pelanggaran bahkan tindak pidana di dalamnya, oleh karena itu legislator memuat ketentuan tindak pidana pemilu di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dengan diaturnya ketentuan tindak pidana dalam pemilu, hal ini menunjukkan bahwa legislator menganggap bahwa pemilihan umum merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, sehingga pemilihan umum wajib diupayakan untuk terlaksana secara bersih dari tindak pidana. Alih-alih menjaga prinsip kedaulatan rakyat, di dalam Undang-Undang Pemilu terdapat ketentuan tindak pidana pemilu yang justru berpotensi mereduksi nilai-nilai prinsip kedaulatan rakyat itu sendiri. Seperti dijumpai pada Pasal 509 terkait larangan pengumuman hasil survei atau jajak pendapat di masa tenang. Berdasarkan hal itu maka peneliti tertarik segera mengidentifikasi dan menganalisis ketentuan tindak pidana pemilu tersebut dalam perspektif prinsip kedaulatan rakyat di Indonesia. Penelitian ini mengkaji dengan metode penelitian yuridis normatif (legal research) yang bersifat deskriptif, menjabarkan penelitian secara kualitatif untuk menjawab permasalahan ketentuan tindak pidana pemilu yang dimuat dalam Undang-Undang Pemilu dilihat dari perspektif prinsip kedaulatan rakyat. Hasil dari penelitian ini adalah ketentuan terkait pengumuman survei atau jajak pendapat di masa tenang dalam perspektif prinsip kedaulatan rakyat merupakan suatu ketentuan yang mereduksi perkembangan demokrasi di Indonesia, karena membatasi kebebasan masyarakat dalam mendapatkan dan menyebarkan informasi terlebih dengan menggunakan metodologi ilmiah. Dengan adanya penelitian ini, maka diharapkan kepada legislator agar lebih memperhatikan prinsip kedaulatan rakyat juga asas kepastian hukum dalam membuat ketentuan tindak pidana pemilu di dalam Undang-Undang Pemilu.
PARADIGMA MAKNA FINAL DAN MENGIKAT PUTUSAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU
Ismail Ismail;
Fakhris Lutfianto Hapsoro
Justitia et Pax Vol. 37 No. 2 (2021): Justitia et Pax Volume 37 Nomor 2 Tahun 2021
Publisher : Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24002/jep.v37i2.4312
In several cases of settlement of the State Administrative Court, the Panel of Judges annulled the Presidential Decree (beschikking) which followed up on a Decision of the Honorary Council of Election Organizers regarding the dishonorable dismissal of members of the General Election Commission. Basically, the decision of the Honorary Election Organizing Council is final and binding. With this practice in mind, this paper discusses how the paradigm is "final and binding" in the Decisions of the Honorary Election Organizing Council and what the consequences are for legal certainty. This paper uses a normative juridical approach. The results of this paper indicate that the "final and binding" nature of the DKPP Decision has a paradigm of meaning and creates uncertainty and disruption of legal order in the administration of elections and nullifies the essence of the existence of DKPP as an ethical judiciary institution that balances power (checks and balances).
STUDI KRITIS EKSAMINASI PUBLIK DALAM MENGAWASI PUTUSAN HAKIM PERKARA KORUPSI
Fakhris Lutfianto Hapsoro;
Susi Dwi Harijanti;
Ali Abdurahman
Jurnal Yuridis Vol 8, No 2 (2021): Jurnal Yuridis
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.35586/jyur.v8i2.3443
Eksaminasi publik terhadap putusan perkara korupsi kerap dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat dan lembaga kajian di Fakultas Hukum. Ada tiga lembaga yang menyelenggarakan eksaminasi publik terhadap putusan praperadilan BG, dimana rekomendasi hasil eksaminasi publik dari ketiga lembaga tersebut diabaikan oleh Mahkamah Agung. Penelitian ini dibatasi dengan dua identifikasi masalah: bagaimana pelaksanaan eksaminasi publik terhadap putusan praperadilan BG yang dilakukan oleh ICW, LKBH FH Unand, dan MaPPI FH UI; dan bagaimana upaya penguatan eksistensi eksaminasi publik agar dapat diperhatikan oleh Mahkamah Agung. Kedua identifikasi masalah tersebut dijawab menggunakan metode pendekatan sosio-legal, menggunakan spesifikasi penelitian evaluatif dan deskriptif analitis, serta menggunakan data sekunder (studi kepustakaan) yang didukung oleh data primer (wawancara). Hasil penelitian ini menunjukkan dua hal, yaitu pertama, pelaksanaan eksaminasi publik yang dilakukan oleh ketiga lembaga tersebut menghasilkan hasil yang sama, yaitu menilai hakim praperadilan telah keliru dalam melakukan penemuan/penerobosan hukum untuk memperluas ruang lingkup upaya paksa. Namun, komposisi majelis eksaminator pada MaPPI FH UI bersifat internalistik dan teknokratis; Kedua, upaya penguatan eksistensi eksaminasi publik dapat dimuat klausul akomodasi hasil eksaminasi publik di dalam Peraturan Mahkamah Agung.
PENEGASAN PENENTUAN JEDA WAKTU BAGI MANTAN TERPIDANA DALAM PENCALONAN KEPALA DAERAH
Ismail Ismail;
Fakhris Lutfianto Hapsoro
Jurnal Yudisial Vol 15, No 1 (2022): ARBITRIO IUDICIS
Publisher : Komisi Yudisial RI
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29123/jy.v15i1.482
ABSTRAK Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Boven Digoel, Komisi Pemilihan Umum, dan Badan Pengawas Pemilihan Umum berbeda pendapat mengenai penentuan jeda waktu mantan terpidana dalam pencalonan kepala daerah. Perbedaan pendapat tersebut menimbulkan persoalan administratif hingga sengketa penetapan hasil suara. Mahkamah Konstitusi sebenarnya telah menjelaskan cara penghitungan jeda waktu tersebut melalui Putusan Nomor 56/PUU-XVII/2019. Mahkamah Konstitusi telah memberi batasan yang jelas bahwa penghitungan jeda waktu lima tahun dimulai setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana, serta bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang. Dalam Putusan Nomor 132/ PHP.BUP-XIX/2021 Mahkamah Konstitusi membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Boven Digoel Nomor 1/PL.02.06-Kpt/9116/KPU-Kab/I/2021 tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Boven Digoel tahun 2020 dan memerintahkan untuk melakukan pemungutan suara ulang tanpa mengikutsertakan pasangan calon nomor urut 4 atas nama YY dan YW. Tulisan ini mengelaborasi implikasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 132/PHP.BUP-XIX/2021 terhadap pelaksanaan pemilihan kepala daerah juga kaitannya dengan Putusan Nomor 56/PUU-XVII/2019. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode yuridis normatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 132/PHP.BUP-XIX/2021 berdampak pada tiga aspek, yaitu: electoral regulation, electoral process, dan electoral law enforcement dalam pemilihan kepala daerah khususnya di Kabupaten Boven Digoel.Kata kunci: jeda waktu; mantan terpidana; pemilihan kepala daerah. ABSTRACT The Boven Digoel General Elections Commission, the Indonesian General Elections Commission, and the Indonesian General Elections Supervisory Agency have different opinions regarding the determination of the waiting period for an ex-convict in the candidacy of regional heads. That discrepancy raises administrative problems to disputes over the stipulation of the voting results. The Constitutional Court has explained how to determine that waiting period through Decision Number 56/PUU-XVII/2019. The Court has stipulated that the 5-year waiting period begins after a former convict has nished serving a prison sentence based on a court decision that has permanent legal force and honestly or publicly announces this background as a former convict, and not as a perpetrator of a recurrent crime. In Decision Number 132/PHP.BUP-XIX/2021 the Court annulled the Decision of the General Elections Commission of Boven Digoel concerning the determination of the recapitulation of the voting results for the regental election of Boven Digoel in 2020 and ordered to conduct a re-voting without involving the number 4 candidate with initials YY and YW. This paper elaborates on the effect of the Constitutional Court Decision Number 132/PHP.BUP-XIX/2021 on the regional elections and its connection to Decision Number 56/PUU-XVII/2019. In this study, the author uses a normative juridical method. The study shows that the Constitutional Court Decision Number 132/PHP.BUP-XIX/2021 has impacted three aspects, namely electoral regulation, electoral process, and electoral law enforcement in the Boven Digoel-regental-election. Keywords: waiting period; ex-convict; regional elections.
INTERPRETASI KONSTITUSI DALAM PENGUJIAN KONSTITUSIONALITAS UNTUK MEWUJUDKAN THE LIVING CONSTITUTION
Hapsoro, Fakhris Lutfianto;
Ismail, Ismail
Jurnal Hukum & Pembangunan
Publisher : UI Scholars Hub
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
The constitutional authority granted to the Constitutional Court by Article 24C paragraph (1) in the third amendment to the 1945 Constitution in the test of constitutional law against the constitution provides automatically over authority in giving the interpretation of the 1945 Constitution to the Constitutional Court. Associated with the interpretation of the constitution, then a constitution is not only considered to be a documented constitution but can be transformed into the living constitution. In practice in Indonesia, it can be found the decisions of the Constitutional Court who use constitutional interpretation to assess the constitutionality of a norm as in Decision No. 005 / PUU-IV / 2006, Decision No. 14 / PUU-XI-2013, and Decision No. 138 / PUU-VII / 2009. Based on this, then in this paper will outline the extent to which the efforts of judges in realizing the living constitution through the interpretation of the judge in the constitutionality of which can be analyzed through the decisions of the Constitutional Court.
Analysis of Indicators of Constitutional Decline in Indonesia (A Review of Contemporary Democracy)
Hapsoro, Fakhris Lutfianto;
Rofiqi, Moh. Hasbi
LAW & PASS: International Journal of Law, Public Administration and Social Studies Vol. 1 No. 3 (2024): August
Publisher : PT. Multidisciplinary Press Indonesia
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.47353/lawpass.v1i3.30
The constitutional erosion in Indonesia is an important topic in the present political and legal climate, and this study intends to examine it. In this study, we apply Aziz Huq and Tom Ginsburg's five indicators to the question of why our country's democracy and constitutional institutions have crumbled. A qualitative strategy was employed for the study, which included gathering information from pertinent books and court records. Democracy in Indonesia has taken a major step back, according to the study's findings. Deterioration of democratic institutions like the Corruption Eradication Commission (KPK) and the Constitutional Court (MK) is one of these findings. Another is the distortion of the system of checks and balances among the executive, legislative, and judicial branches. Lastly, there has been an upsurge in attacks on civil liberties and public spaces. The study also shows that constraints on civil society groups' operations and political and societal pressure on free speech make matters worse. This research proves that our justice system needs major overhauls to make it more open and accountable, safeguard our rights to free speech and assembly, and improve the quality of law enforcement. In light of the difficulties encountered by Indonesian democracy, this study adds to our knowledge of the subject and offers practical solutions to the problem, with the ultimate goal of halting the country's constitutional collapse and ensuring the continuity and growth of Indonesian democracy.