Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : FENOMENA: Jurnal Penelitian

Analisis tentang Studi Komparatif antara Hukum Kewarisan Islam dan Hukum Kewarisan Adat Akhmad Haries
FENOMENA Vol 6 No 2 (2014): FENOMENA Vol 6 No 2, 2014
Publisher : LP2M UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (448.589 KB) | DOI: 10.21093/fj.v6i2.169

Abstract

The conflicts of legacy claim are always found in the society. The causes of this problem are the weakness awareness of the people about how to distribute a fair legacy and the juridical problems related to the hereditary law implemented in Indonesia. Hereditary laws, widely applied in Indonesia, are Islamic hereditary law and traditional custom hereditary law. These two configurations of the law, certainly, will have more advance problematical consequences. The heirs should choose the two juridical options. These two options have similirities and differences fundamentally about the definitions of the legacy, the base of the legacy, the system of the legacy, the rank of the heirs, and the amount of the legacy.
Pandangan Ulama Tentang Hukum Surung Sintak Pada Pelaksanaan Zakat Fitrah Di Kota Samarinda Akhmad Haries; Hervina Hervina
FENOMENA Vol 5 No 2 (2013): FENOMENA Vol 5 No 2, 2013
Publisher : LP2M UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (367.147 KB) | DOI: 10.21093/fj.v5i2.233

Abstract

Contextually, surung sintak law is not stated in the fiqh books. However, contextually, scholars have different opinion on surung sintak law; there are some scholars who allow and some are not. This different opinion happens because there is difference among the scholars in defining tasks and functions of amyl. Those who do not allow the implementation of surung sintak law at the same time at the implementation of zakat fitrah conducted by amyls in the mosques in Samarinda by preparing the rice to be traded and be repeated with the same rice hold that an amyl’s duty is merely to collect and distribute zakat fitrah. On the other hand, the scholars who allow surung sintak view that an amyl is the representation of the people who tithe. Therefore, an amyl not only collects and distributes zakat fitrah to the right people, but also can trade the rice. An amyl has a freedom to use the rice that has been given by the muzakki.
Dinamika Hukum Kewarisan Dalam Perspektif Mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga (HK) Jurusan Ilmu Syariah Fakultas Syariah IAIN Samarinda Akhmad Haries
FENOMENA Vol 7 No 2 (2015): FENOMENA Vol 7 No.2, 2015
Publisher : LP2M UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1028.177 KB) | DOI: 10.21093/fj.v7i2.314

Abstract

Meskipun para mahasiswa  menganut agama Islam dan sudah mempelajari serta memahami tentang ilmu faraid/fiqh mawaris, namun di sisi lain, mereka juga mempelajari Hukum Perdata yang tentunya cara pembagiannya berbeda dengan cara yang ada dalam hukum kewarisan Islam. Di samping itu, para mahasiswa tersebut juga berasal dari latar belakang suku yang berbeda, sehingga kemungkinan besar juga akan sangat berpengaruh terhadap cara pandang mereka dalam menganalisis dinamika hukum kewarisan yang ada di Indonesia.Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah pandangan mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga (HK) Jurusan Ilmu Syariah Fakultas Syariah IAIN Samarinda terhadap dinamika hukum kewarisan yang ada di Indonesia ?Untuk menjawab masalah di atas, maka dilakukanlah penelitian lapangan (field research). Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif sosiologis. Penelitian ini merupakan  penelitian kualitatif, oleh sebab itu maka teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah teknik observasi dan wawancaraHasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga (3) pandangan mahasiswa terhadap dinamika hukum kewarisan yang ada di Indonesia; Pertama; sebagian  mahasiswa menganggap meskipun ada dinamika hukum kewarisan di Indonesia, tetapi mereka tetap berkeyakinan bahwa hukum kewarisan berdasarkan hukum Islam adalah yang lebih adil. Kedua; Sebagian mahasiswa menganggap bahwa setiap warga negara Indonesia dapat memilih di antara ketiga cara tersebut dalam menyelesaikan permasalahan kewarisan dalam keluarga mereka sesuai dengan kesepakatan di antara ahli waris dan dianggap adil menurut mereka. Tetapi yang paling baik itu adalah bagi warga negara yang beragama Islam, hendaklah membagi harta warisan berdasarkan hukum Islam. Kalau mereka ingin membagi harta warisan berdasarkan hukum adat maupun KUH Perdata/BW, hendaklah setiap ahli waris harus terlebih dahulu mengetahui bagiannya masing-masing berdasarkan hukum Islam, agar tidak ada yang merasa dirugikan. Ketiga, sebagian mahasiswa menganggap bahwa adanya dinamika hukum kewarisan di Indonesia ini adalah sebuah keniscayaan. Intinya adalah musyawarah mufakat. Kalau mereka sudah mencapai sebuah kesepakatan, maka pembagian warisan dapat dilakukan.
Pelaksanaan Pembagian Waris di Kalangan Ulama di Kota Samarinda: Analisis Pendekatan Normatif Sosiologis Akhmad Haries; Darmawati Darmawati
FENOMENA Vol 10 No 2 (2018): FENOMENA VOL 10 NO. 2, 2018
Publisher : LP2M UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (328.044 KB) | DOI: 10.21093/fj.v10i2.1370

Abstract

Persoalan kewarisan selalu menarik untuk dipelajari dan dikaji, khususnya kewarisan yang ada di Indonesia. Hal ini terjadi karena masyarakat Indonesia sangat dinamis dalam masalah kewarisan, di samping banyaknya pilihan yang ada dan berkembang di masyarakat. Paling tidak ada tiga (3) pilihan ketika ingin membagi harta warisan; (1) berdasarkan hukum Islam, (2) berdasarkan hukum adat, (3) berdasarkan KUH Perdata. Karena masyarakat sangat banyak, peneliti hanya memilih ulama yang juga merupakan bagian dari masyakat untuk dijadikan obyek dalam penelitian ini. Dipilihnya ulama dalam penelitian ini, karena di satu sisi mereka mengetahui tentang hukum kewarisan berdasarkan hukum Islam, tetapi di sisi lain mereka juga hidup dalam masyarakat yg sangat plural. Apakah keilmuan mereka tentang hukum kewarisan Islam dapat mewarnai tentang tata cara pembagian harta warisan dalam keluarga mereka ataupun ketika mereka diminta masyarakat untuk menyelesaikan persoalan kewarisan ? ataukah justru para ulama tersebut mengambil jalan damai, asalkan keluarga tetap utuh dan kemaslahatan keluarga tetap rukun. Dari 15 ulama yang diwancarai, dapat ditipologikan kepada tiga cara pembagian waris di kalangan ulama di Samarinda, yaitu berdasarkan hibah, faraid, dan musyawarah keluarga.