Perlindungan terhadap anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual merupakan tanggung jawab kolektif antara negara, masyarakat, dan keluarga. Fenomena meningkatnya angka kekerasan seksual terhadap anak perempuan di Kota Pekanbaru menjadi latar belakang pentingnya dilakukan kajian hukum dan sosial terhadap implementasi perlindungan yang seharusnya diberikan kepada korban. Anak sebagai korban memiliki hak-hak yang secara hukum dijamin oleh Undang-Undang, termasuk hak untuk memperoleh rehabilitasi dan restitusi. Namun dalam praktiknya, banyak korban yang belum mampu mengakses hak-hak tersebut secara maksimal akibat berbagai hambatan struktural dan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis upaya perlindungan hak anak perempuan korban kekerasan seksual di Kota Pekanbaru berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, sekaligus mengidentifikasi berbagai hambatan yang menghalangi pemenuhan hak-hak tersebut. Dengan menggunakan metode pendekatan sosiologis dan teknik wawancara, ditemukan bahwa hambatan utama berasal dari masih kuatnya stigma sosial, rumitnya prosedur hukum, serta lemahnya koordinasi antarlembaga yang seharusnya memberikan perlindungan dan layanan kepada korban. Oleh karena itu, dibutuhkan langkah-langkah konkret dan kolaboratif antar pemangku kepentingan untuk memperkuat mekanisme perlindungan, memperluas akses layanan pemulihan, serta membangun sistem yang responsif terhadap kebutuhan korban agar perlindungan hukum terhadap anak benar-benar dapat diwujudkan secara nyata dan menyeluruh.