Abstrak. Bencana alam tanah longsor umumnya terjadi di wilayah yang memiliki sisi (bidang) kemiringan seperti bukit, pegunungan, dan wilayah lereng. Kabupaten Barru merupakan salah satu daerah yang rawan akan risiko longsor karena kondisi topografi yang berbukit-bukit dan berada di daerah pegunungan dengan kondisi tanah yang cukup rentan terhadap terjadinya tanah longsor. Penelitian ini bertujuan memetakan risiko longsor menggunakan metode pembobotan parameter dan Inarisk BNPB dan menganalisis daerah yang memiliki tingkat risiko longsor serta membandingkan kedua metode tersebut. Parameter yang digunakan dalam metode pertama adalah pembobotan parameter yaitu kemiringan lereng, penggunaan lahan, jenis tanah dan geologi berdasarkan data informasi BAPPEDA Kabupaten Barru tahun 2021 dan data curah hujan dari BMKG wilayah Maros Sulawesi Selatan (2017-2021). Metode kedua adalah inarisk BNPB menggunakan data spasial melalui website Inarisk BNPB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah di Kabupaten Barru dikategorikan sebagai daerah dengan kondisi tanah longsor agak rawan pada daerah perbukitan dan pegunungan, sedangkan pada bagian dataran rendah sedikit rawan. Sebaran risiko longsor daerah berdasarkan metode pembobotan parameter diklasifikasikan tiga kelas, yaitu tinggi: 2.335,64 ha tersebar di Kecamatan Pujananting, Tanete Riaja, dan Mallusetasi; sedang: 114.696,43 ha tersebar di seluruh Kabupaten Barru; dan rendah: 726,56 ha tersebar di Soppeng Riaja dan Balusu. Metode ini lebih akurat dalam merepresentasikan kondisi daerah rawan longsor dibandingkan metode Inarisk BNPB. Berdasarkan hasil penelitian, maka pemerintah setempat dapat melakukan strategi kebijakan dalam menangani daerah yang teridentifikasi rawan longsor dan pihak masyarakat lebih peduli terhadap upaya penanggulangan rawan bencana.Kata Kunci: bencana rawan longsor; inarisk BNPB; pembobotan parameter; pemetaan risiko bencana Abstract. Landslides natural disasters generally occur in areas that have slopes, in the form of mountains, hills and slope areas. Barru Regency is one of the areas that are prone to landslide risk due to hilly topography and is located in a mountainous area with soil conditions that are quite susceptible to landslides. This study aims to map the risk of landslides using the parameter weighting method and the BNPB Inarisk and analyze areas that have a level of landslide risk and compare the two methods. The parameters used in the first method are parameter weighting, namely slope, land use, soil type and geology based on information data from BAPPEDA Barru Regency in 2021 and rainfall data from the BMKG in the Maros region of South Sulawesi (2017-2021). The second method is the BNPB Inarisk, uses spatial data through the BNPB Inarisk website. The results showed that the area in Barru Regency was categorized as an area with slightly prone to landslides in hilly and mountainous areas, while in the lowlands it is a little prone. The distribution of regional landslide risk based on the parameter weighting method is classified into three classes, namely high: 2,335.64 ha spread out in Pujananting, Tanete Riaja, and Mallusetasi Districts; medium: 114,696.43 ha spread throughout Barru Regency; and low: 726.56 ha spread over Soppeng Riaja and Balusu. This method is more accurate in representing the condition of landslide-prone areas than the Inarisk BNPB method. Based on the results of the study, the local government can carry out policy strategies in dealing with areas identified as prone to landslides and the community is more concerned with disaster-prone management efforts. Keywords: landslide prone disaster, inarisk BNPB, parameter weighting, disaster risk mapping