Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

IMPLEMENTASI PIDANA DIBAWAH MINIMAL DALAM KASUS NARKOTIKA BERDASAR PERSPEKTIF HUKUM PROGRESIVE Mardian Putra Frans
SUPREMASI : Jurnal Hukum Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Sahid

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36441/supremasi.v4i2.652

Abstract

Pidana minimal telah ditentukan didalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Penentuan batas minimal menjadi pembatas bagi hakim untuk memberikan sanksi pidana tidak kurang dari batas minimal yang telah ditentukan. Hal ini tentu dipertentangkan dengan sifat imparsial dari hakim yang melaksanakan perannya dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara pidana. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normative dengan mengkaji ratiolegis dari peraturan perundang-undangan untuk mengetahui kandungan filosofis dari suatu Undang-Undang. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa hakim di Pengadilan Negeri kelas II B salatiga pada tahun 2019 dan 2020 telah menjatuhkan putusan dibawah minimal yang ditentukan didalam Undang-undang narkotika. Putusan ini menegaskan tentang peran hakim untuk memberikan keadilan bagi masyarakat serta mengambarkan sifat hakim yang imparsial dalam menjalankan tugasnya dan menciptakan progresivitas hukum.
LEGALITAS OPERASI TANGKAP TANGAN OLEH KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Mardian Putra Frans; Muh Haryanto
Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA Vol 3 No 2 (2020): Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (248.579 KB) | DOI: 10.24246/alethea.vol3.no2.p117-134

Abstract

UU KPK tidak mengatur kewenangan operasi tangkap tangan, sehingga dasar hukum dari operasi tangkap tangan sering menjadi objek Praperadilan. Isu hukum artikel ini adalah dasar hukum operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK). Berdasarkan analisis yang dilakukan ditemukan bahwa operasi tangkap tangan merupakan bagian dari tindakan penangkapan dalam hal tertangkap tangan. Operasi tangkap tangan memiliki perbedaan dilihat dari metode pelaksanaan dengan tindakan penangkapan yang dikenal sebagai tertangkap tangan. Jika tertangkap tangan dilakukan dengan spontanitas tanpa adanya rencana, maka operasi tangkap tangan diawali dengan metode penyadapan dan hasil penyadapan tersebut digunakan untuk mengetahui akan terjadinya tindak pidana. Setelah mengetahui akan terjadi tindak pidana maka KPK melakukan penangkapan dalam hal tertangkap tangan pada saat tindak pidana itu terjadi.
PEMIDANAAN DIBAWAH ANCAMAN PIDANA MINIMUM KHUSUS PADA PERKARA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PROGRESIF (Studi Putusan Nomor 235/Pid.Sus/2018/PN.Mkd) Dwi Pramudyani; Mardian Putra Frans
Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA Vol 5 No 2 (2022): Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24246/alethea.vol5.no2.p171-188

Abstract

Artikel ini akan membahas tentang putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana dibawah minimum khusus pada tindak pidana persetubuhan terhadap anak yang diputus oleh Pengadilan Negeri Magelang di Mungkid dengan Nomor 235/Pid.Sus/2018/PN.Mkd. Anak mempunyai peran penting dalam perkembangan pembangunan bangsa dan negara sehingga negara bertanggungjawab memberikan perlindungan terhadap anak. Permasalahan pada putusan ini adalah hakim dinilai tidak melaksanakan perlindungan bagi anak sebagaimana tujuan pembatasan ancaman pidana minimum khusus yang telah ditentukan di dalam UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Pemidanaan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Studi Kasus Putusan Nomor 19/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Jkt.Pst Gregorius Septa Widiartana; Mardian Putra Frans
Simbur Cahaya Volume 29 Nomor 2, Desember 2022
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (307.127 KB) | DOI: 10.28946/sc.v29i2.1945

Abstract

Pemidanaan terhadap anak tentunya harus memperhatikan perlindungan nya juga oleh karena hal tersebut merupakan suatu hal yang penting untuk diberikan kepada anak yang berkonflik dengan hukum. Hal tersebut sebagai cara agar tetap terjaminnya kebebasan serta hak asasi anak itu sendiri, dan berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak tersebut. Rumusan permasalahan dari penelitian ini adalah bagaimana pemidanaan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana kekerasan terhadap anak. Metode yang digunakan ialah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan ini dilakukan dengan menelaah seluruh peraturan perundang-undangan dan regulasi yang memiliki kaitan dengan isu hukum yang sedang dibahas dalam penelitian ini. Pemidanaan terhadap anak atau penjatuhan pidana penjara terhadap anak juga harus mempertimbangkan pertimbangan secara yuridis, sosiologis maupun filosofis yang dimana ketiga pertimbangan tersebut menjadi dasar bagi hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap Anak Pelaku yang dimana diharapkan Anak Pelaku setelah menjalani masa hukumannya tersebut dapat menjadi pribadi yang lebih baik serta dapat diterima oleh masyarakat kembali.
TELAAH THEORY OF POINTLESS PUNISHMENT TERHADAP PSIKOPAT SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 14444 K/ PID/ 2009 Mardian Putra Frans
University Of Bengkulu Law Journal Vol. 7 No. 2 (2022): OCTOBER
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/ubelaj.7.2.84-97

Abstract

This paper discusses the application of the theory of pointless punishment related to psychopaths as criminals using a conceptual approach. The paper argues that psychopaths are part of a mental illness that cannot be criminally responsible as intended in Article 44 paragraph (2) of the Criminal Code. Furthermore, this paper willw explain one of the reasons for the theory of criminal eradication which strengthens the previous opinion that psychopaths cannot be convicted, namely the theory of pointless punishment. Because this theory emphasizes the benefits of giving punishment to those who deserve punishment, psychopaths who are categorized as other mental illnesses cannot be held accountable because they do not get benefits if they receive punishment or punishment. Keywords: Psychopaths; Accountability; Punishment.
Konflik Antara Hukum Adat dan Hukum Nasional: Kasus Kawin Tangkap di Sumba Djaga Mesa, Grendhard; Putra Frans, Mardian
UNES Law Review Vol. 6 No. 3 (2024): UNES LAW REVIEW (Maret 2024)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i3.1717

Abstract

This study aims to investigate the conflict between customary and national laws in Sumba Barat Daya, particularly concerning the controversial practice of "kawin tangkap" (forced marriage). The primary objective is to analyze the impact and dynamics of this legal conflict, focusing on human rights violations, especially those affecting women, and to explore solutions to alleviate tensions between customary and national laws. The research methodology employs a qualitative approach, gathering data from various reliable online news sources, conducting interviews, and analyzing public opinions. Thematic data analysis is utilized to identify different perspectives, arguments, and policy implications. Thus, this research integrates legal, human rights, and policy perspectives on the legal conflict in Sumba Barat Daya, providing relevant policy recommendations to address the issues at hand.
Pengenalan Hak dan Prosedur Memperoleh Bantuan Hukum di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Frans, Mardian Putra; Sari, Agustina Indah Intan; Permatasari, Dewi Andika; Gulo, Nimerodi
Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Universitas Al Azhar Indonesia Vol 6, No 2 (2024): April 2024
Publisher : Universitas Al Azhar Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36722/jpm.v6i2.2843

Abstract

Artikel ini akan menjelaskan tentang kegiatan Pengenalan Hak dan Prosedur memperoleh bantuan hukum bagi Masyarakat yang perlu dan membutuhkan Akses hukum guna membantu Masyarakat dalam menyelesaikan kasus hukum. Bantuan Hukum yang diberikan merupakan pertolongan yang diberikan kepada individu yang mempunyai masalah di bidang Hukum, sebuah Lembaga Bantuan Hukum atau biasa dikenal yaitu LBH sebagai wadah bantuan yang diberikan oleh seorang profesi penegak hukum yang dimana jasa dalam memperoleh bantuan Hukum tersebut diberikannya hanya secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum tersebut. Penyuluhan hukum ini dilaksanakan agar Masyarakat bisa memahami mekanisme terkait dengan memperoleh Bantuan Hukum itu sendiri, bahkan syarat apa saja yang dibutuhkan untuk mengajukan permohonan bantuan hukum dan, siapa saja yang dapat memberikan bantuan hukum. Kegiatan dilaksanakan dengan tahapan pelaksanaan pertama yaitu melakukan pemetaan terhadap desa yang membutuhkan akses hukum, selanjutnya tahap kedua melaksanakan sosialisasi secara langsung kepada masyarakat melalui Pemaparan Materi dilanjutkan dengan tanya jawab, Penyuluhan ini dilaksanakan secara offline di Dusun. Magersari, Desa. Sumogawe, Kecamatan. Getasan, Kabupaten Semarang dan dihadiri oleh Kepala Dusun dan warga sekitar yang merupakan Masyarakat Umum. Hasil dari kegiatan ditindaklanjuti dengan pembagian nomor kontak dan jadwal konsultasi hukum guna mengakomodir kebutuhan informasi hukum berkaitan dengan kasus yang dihadapi oleh Masyarakat.Kata kunci: Hak, Prosedur Hukum, Bantuan Hukum.
KETENTUAN ASAS LEX FAVOR REO DALAM KUHP NASIONAL TERHADAP PUTUSAN YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP Alfret; Frans, Mardian Putra
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol. 8 No. 1 (2023): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24246/jrh.2023.v8.i1.p75-92

Abstract

Artikel ini membahas penerapan asas Lex Favor Reo dalam Pasal 3 KUHP Nasional terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan perlunya mengkualifikasikan perubahan undang-undang yang menguntungkan pelaku sebagai keadaan baru, sehingga syarat peninjauan kembali sebagai upaya hukum luar bisa dapat dilakukan. Keberlakuan asas Lex Favor Reo terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht) untuk mewujudkan keadilan dan kemanfaatan hukum itu sendiri karena hukum pidana seharusnya mampu menyesuaikan dengan kondisi perkembangan hukum di masyarakat. Hukum harus selalu memberikan yang mengutamakan hak dari pihak yang berperkara baik seorang pelaku kejahatan maupun korban. Hukum pidana harus sesuai dengan eksistensinya yaitu keadilan dan kemanfaatan hukum itu sendiri sehingga terhadap suatu perubahan undang-undang yang menguntungkan pelaku dapatlah dikategorikan sebagai novum sehingga terwujud novum demi keadilan.
IMPLEMENTASI RESTORATIVE JUSTICE TINDAK PIDANA RINGAN SEBAGAI SOLUSI MENGURANGI OVERCROWDING LEMBAGA PEMASYARAKATAN DI JAWA TENGAH Febriansyah, Yoga; Utomo, Eko Fitra; Frans, Mardian Putra
The Juris Vol. 8 No. 1 (2024): JURNAL ILMU HUKUM : THE JURIS
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat STIH Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/juris.v8i1.1163

Abstract

This research aims to find out and analyze whether the application of restorative justice in relation to criminal acts of theft in society has been able to effectively reduce overcrowding in Central Java? The fact in correctional institutions is that there is overcrowding or it could be said that there are too many prisoners occupying one cell in a correctional institution. Problems like this can cause discomfort in correctional institutions for prisoners which can affect the mental and physical health of prisoners who live in cells that do not match capacity. which is there to be inhabited or what is known as overcrowding, then one way to reduce overcrowding is with restorative justice, namely so that minor crimes such as theft and others can be resolved amicably and not escalated in order to reduce the accumulation of prisoners which causes overcrowding in correctional institutions in the region. Central Java, By using empirical legal methodology, it is hoped that this research can find out whether the application of restorative justice in society for minor crimes can reduce overcrowding in correctional institutions in Central Java.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PENGIDAP NECROPHILIA DALAM TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN MAYAT Siahaan, Vania Romasta; Gita Rismawati; Mardian Putra Frans
The Juris Vol. 8 No. 1 (2024): JURNAL ILMU HUKUM : THE JURIS
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat STIH Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/juris.v8i1.1225

Abstract

This research examines necrophilia as a sexual orientation deviation that has not been regulated in the National Criminal Code. The National Criminal Code Article 271 focuses on corpses, digging up or dismantling graves, taking, moving or transporting corpses and treating corpses in an uncivilized manner while the rape of corpses is not regulated in the National Criminal Code. Thus, there is a legal vacuum. This is a new problem because the status of necrophilia is mentioned as a form of disease so how is the form of responsibility. The purpose of this study is to find out how the regulation and form of criminal liability for perpetrators who have necrophilia in the crime of corpse rape. The research method used in this writing is juridical-normative legal research, using a statutory approach in order to discuss legal issues in this research. The results of this study found that criminal liability for people with necrophilia in the crime of corpse rape is basically not clearly regulated in the new Criminal Code. From the perspective of criminal acts, it is regulated in Article 271 of Law Number 1 Year 2023 (National Criminal Code) and from the perspective of the crime of rape, it is formulated in Article 415 of the National Criminal Code. While the crime against the corpse itself is regulated in Article 415 of the National Criminal Code and Article 271 of the new Criminal Code, Article 269 of the National Criminal Code and Article 270 of the National Criminal Code.