Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

Gugat Cerai dalam Pernikahan Sirri di Pengadilan Agama Kajen: (Studi Putusan Nomor 539/Pdt.G/2020/PA.Kjn) Slamet Burhanudin; Trianah Sofiani; Mohammad Fateh
Al-Hukkam: Journal of Islamic Family Law Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (849.565 KB) | DOI: 10.28918/al-hukkam.v1i2.4816

Abstract

Perceraian dapat terjadi karena adanya suatu perkawinan yang sah. Pengajuan gugatan perceraian di Pengadilan Agama seharusnya didasarkan pada adanya perkawinan yang sah dan berkekuatan hukum yang hanya dapat dibuktikan dengan adanya akta nikah sebagimana dinyatakan dalam Pasal 7 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Akan tetapi perkara gugatan perceraian dalam pernikahan sirri yang diajukan di Pengadilan Agama Kajen dapat diterima dan diputus dalam Putusan Nomor 539/Pdt.G/2020/PA.Kjn, dengan amar putusan Hakim mengabulkan gugatan perceraian Penggugat atas pernikahan siri dan menjatuhkan talak bai’in sughro. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pertimbangan hakim dalam mengabulkan gugatan perceraian dalam nikah sirri serta implikasi putusan tersebut terhadap pihak Penggugat dan Tergugat. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (yuridis normatif) yang dilakukan di Pengadilan Agama Kajen dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Hasil penelitian ini penulis menemukan bahwa pertimbangan hakim dalam mengabulkan gugatan perceraian penggugat dalam nikah sirri antara Penggugat dan Tergugat, Hakim terlebih dahulu menyatakan sahnya pernikahan dan kemudian menceraikan Penggugat dan Tergugat setelah diyakini adanya kemadlaratan apabila perkawinan dipertahankan, menurut penelitian penulis pertimbangan hakim tersebut telah sesuai dengan hukum Islam dan aturan hukum yang berlaku. Dan implikasi putusan tersebut dapat menggantikan kedudukan Akta Nikah sebagai alat bukti yang sah.
Dispensasi Nikah dalam Perspektif Maslahah Agus Khalimi; Trianah Sofiani; Tarmidzi Tarmidzi
Al-Hukkam: Journal of Islamic Family Law Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1091.997 KB) | DOI: 10.28918/al-hukkam.v1i2.4823

Abstract

Artikel ini menganalisis tentang dispensasi nikah perspektif maslahah. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: 1) Alasan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tetap mempertahankan dispensasi nikah adalah bahwa dispensasi nikah merupakan solusi untuk mengatasi adanya pernikahan usia dini melalui prosedur izin ke Pengadilan Agama untuk mendapatkan izin pengadilan. Hukum Islam dengan pendapat para ulama tidak mengenal istilah dispensasi nikah karena kriteria menikah adalah apabila seseorang sudah baligh dan berakal sehat, sedangkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam sudah menentukan bahwa apabila seseorang ingin menikah di bawah usia 19 tahun maka harus mengajukan dispensasi nikah untuk mendapat izin dari pengadilan Agama. Dalam mengadili perkara permohonan dispensasi kawin, Pengadilan Agama harus mengemukakan pertimbangan dari berbagai aspek, seperti aspek syar’i, sosiologis, psikologis, yuridis, dan kesehatan. 2) Dispensasi nikah ditinjau dari perspektif maslahah adalah dispensasi hanya dapat diberikan jika tidak bertentangan dengan tujuan syariat Islam (maqasidu al-shari’ah) dalam menjaga keselamatan keturunan (hifzhu al-nasl) pada tingkatan al-daruriyyah atau sekurang-kurangnya al-hajiyyah, tanpa membahayakan keselamatan jiwa pihak-pihak yang terikat dalam ikatan pernikahan (hifzhu al-nafs) serta keberlanjutan pendidikan anak yang diberikan dispensasi perkawinannya (hifzhu alaql
Kesadaran Hukum Masyarakat Pada Pemilihan Umum dan Implikasinya Terhadap Partisipasi Politik dalam Pemilihan Umum Tahun 2019 Di Kabupaten Pemalang Nirvana, Derby Kanti; Sofiani, Trianah
Manabia: Journal of Constitutional Law Vol 2 No 02 (2022): Dinamika Hukum Administrasi Negara dan Pemilihan Umum
Publisher : Sharia Faculty, Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/manabia.v2i02.832

Abstract

Penelitian ini menganalisa mengenai kesadaran politik terhadap partisipasi politik masyarakat di Kabupaten Pemalang. Mengacu kepada pemilihan umum Kabupaten Pemalang tahun 2019, Kabupaten Pemalang merupakan salah satu Kabupaten dengan jumlah DPT terbanyak di Jawa Tengah. Ada 1.122.858 jiwa jumlah DPT Kabupaten Pemalang pada Pemilu Tahun 2019. Namun kasus yang terjadi berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Pemalang pada pemilu Tahun 2019 terdapat beberapa kecamatan dengan tingkat partisipasi yang belum maksimal dari masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kesadaran politik masyarakat Kabupaten Pemalang terhadap partisipasi pemilihan umum di tahun 2019 dan untuk mengetahui tipologi partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan umum tahun 2019 di Kabupaten Pemalang. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed methods, yang merupakan gabungan dari kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dengan penyebaran kuesioner kepada responden sebagai metode utama dalam penelitian ini dan metode kualiatif digunakan untuk mendeskripsikan hasil penelitian yang dikomparasikan dengan teori dan konsep terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran politik masyarakat Kabupaten Pemalang dalam pemilihan umum tahun 2019 dalam kategori tinggi, karena menunjukkan hasil 77,2% dan partisipasi politik masuk dalam kategori cukup yaitu 56,5%. Adapun tipologi partisipasi politik masyarakat di Kabupaten Pemalang termasuk dalam golongan pasif yang terjadi apabila kesadaran politik sangat tinggi tetapi kepercayaan kepada pemerintah sangat rendah. Kata kunci : kesadaran politik, partisipasi politik, pemilihan umum
Inkonsistensi Norma Penentuan Masa Jabatan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Fithra, Noora Nuzulal; Sofiani, Trianah
Manabia: Journal of Constitutional Law Vol 3 No 02 (2023): Dinamika Ketatanegaraan: Hak Asasi Manusia dan Pelayanan Publik
Publisher : Sharia Faculty, Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/manabia.v3i02.1413

Abstract

Perbedaan masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi disetiap perubahan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi. Perubahan masa jabatan yang terbilang singkat jarak waktunya memungkinkan adanya intervensi atau pengaruh di dalam institusi Mahkamah Konstitusi. Apalagi untuk lembaga peradilan memerlukan waktu yang lebih lama dalam menjalankan masa jabatannya agar kinerjanya lebih optimal. Perubahan masa jabatan dalam setiap perubahan Undang-Undang juga memunculkan kebingungan khususnya bagi masyarakat dalam memahami sebuah Undang-Undang. Sehingga hal itu tidak sesuai dengan tujuan dibentuknya sebuah aturan hukum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab dan akibat hukum dari inkonsistensi norma penentuan masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK. Penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual, pendekatan perundang-undangan, serta pendekatan historis. Masa jabatan yang berubah-ubah sangat membuka peluang munculnya kepentingan dari lembaga pengusul. Apalagi bisa dibilang dalam jangka waktu yang singkat terjadi perubahan demi perubahan masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi. Inkonsistensi norma bisa terjadi karena adanya perubahan undang-undang, adapun morif perubahan undang-undang yang menjadi sebab inkonsistensi norma hukum antara lain : faktor legislasi, independensi, serta faktor kepentingan
Kewenangan Mahkamah Agung dalam Upaya Hukum Peninjauan Kembali Sengketa Tata Usaha Negara pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Boalemo Nisrina, Fathillah Fasya; Sofiani, Trianah
Manabia: Journal of Constitutional Law Vol 4 No 01 (2024): Dinamika Ketatanegaraan
Publisher : Sharia Faculty, Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/manabia.v4i01.8668

Abstract

The implementation of elections as an embodiment of democracy is closely related to territorial structures at national, provincial, and autonomous district levels. The Supreme Court has the authority to resolve election administration violations, including decisions that cancel the participation of candidate pairs in regional head elections. The dispute over the election of the Boalemo Regent and Deputy Regent brought to the Supreme Court for judicial review raises questions about the Supreme Court's authority under Article 154 paragraph (10), which states that the final legal remedy is cassation. This research is normative juridical research using legislative, conceptual, and case approaches, with data collected from primary, secondary, and tertiary legal materials. Analysis is conducted after data is inventoried and systematized. The results show that Article 153 paragraph (10) of Law Number 10 of 2016 states that the Supreme Court's decisions are final and cannot be subject to judicial review. The decision of the Boalemo Regency Election Commission, which established a new candidate pair after the cassation decision, violates the principle of legal certainty. The Cassation Panel stated that the candidate pair eligible to participate in the 2017 Boalemo Regent and Deputy Regent Election was Rum Pagau and Lahmudin Hambali, according to the Decree of the Boalemo Regency Election Commission.
Fulfillment of the Constitutional Rights of Persons with Disabilities in Central Java Province Civil Servant Candidate Selection 2019 Sofiani, Trianah; Latipah, Dwi
Asian Journal of Law and Humanity Vol 4 No 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/ajlh.v4i1.3

Abstract

Issuance of a State Administrative Decree by the Regional Secretariat of Central Java Province to people with disabilities on behalf of M. Baihaqi who was considered discriminatory during the 2019 Central Java National Civil Service Candidate selection who was declared not to have passed due to the requirements for the type of disability and educational qualifications being inappropriate. Administrative efforts have been taken to regain his rights but have been unsuccessful. Until finally resorting to litigation by filing a lawsuit with PTUN Semarang and an appeal to PT TUN Surabaya but it was declared not accepted. Then in the cassation the Supreme Court granted all the claims and asked the defendant to revoke the issued State Administrative Decree and process M. Baihaqi's in the Central Java National Civil Service Candidate selection 2019. The research method used is normative juridical with statutory, conceptual and case approaches. The research results show that the fulfillment of the constitutional rights of persons with disabilities in the 2019 Central Java Civil Servant Candidate Selection is considered not optimal because the solution provided by the defendant as an implementation of the Supreme Court's decision is not in accordance with the Supreme Court's decision.
Kepatuhan Hukum Nasabah terhadap Kewajiban Pembayaran Angsuran Gadai Mudini, Lulut; Sofiani, Trianah
el hisbah Journal of Islamic Economic Law Vol 4 No 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/elhisbah.v4i1.7549

Abstract

Pawning is an activity of pledging valuables to a certain party in order to obtain a sum of money, with the agreement that the goods can be redeemed according to the agreement between the customer and the pawnshop. This study aims to analyze the level of customer legal compliance with the obligation to pay installments of pawn loans at Pegadaian Syariah, Batang Regency and to analyze the legal consequences of late payments. This study uses an empirical legal method with a qualitative approach. Data sources consist of primary and secondary data obtained through observation, interview, and documentation techniques, then analyzed descriptively. The results of the study indicate that the level of customer legal compliance in fulfilling installment payment obligations at PT Pegadaian Syariah, Batang Branch is still relatively low. This non-compliance is influenced by various factors, such as uncooperative attitudes, economic difficulties, and lack of understanding of pawn rules. Delays in installment payments give rise to various legal consequences, including the obligation to pay compensation, termination of the agreement, and sale of collateral through an auction mechanism.
The Settlement Model of Non-Performing Financing Which is More Effective and Legal Justice in Sharia Financing Companies Sofiani, Trianah; Suhendar, Heris
Jurnal Hukum Vol 40, No 1 (2024): Jurnal Hukum
Publisher : Unissula

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jh.40.1.61-75

Abstract

Post-pandemic COVID-19 still leaves Non-Performing Financing (NPF), especially financing with fiduciary guarantees in Sharia finance companies. The Otoritas Jasa Keuangan's Relaxation Policy, which ended in April 2023, has not been effective and has fulfilled a sense of justice for debtors. This research discusses the causes of the ineffective implementation of the Relaxation policy in Sharia Financing Companies so that there is still NPF post the Covid-19 pandemic. Furthermore, it discusses the settlement model of NPF as an offer so that is more effective and fulfils a sense of justice for the parties. This empirical juridical research uses a qualitative approach in collaboration with statutory and conceptual approaches. The research locations were nineteen financing companies in Pekalongan ex-Residency with fiduciary financing objects. Data collection uses focus group discussions, interviews and document studies. The results show that inconsistent norms, negative legal culture, misperceptions of restructuring diction as the write-off of debt and the debtor's objection in the settlement of NPF are the causes of the ineffective implementation of the Relaxation policy. The settlement of NPF should be carried out based on sharia principles, the principle of prudence and good faith which prioritizes the needs of the debtor. Determining the rescheduling period should be carried out using a tri-semester tiered model so that effectivity, justice and benefits (reciprocal benefits) will be realized between the two parties.
Fulfillment of the Constitutional Rights of Fisherwomen in Obtaining Fisheries and Marine Business Actor Cards Sofiani, Trianah; Astuti, Fitria Widya
Asian Journal of Law and Humanity Vol 4 No 2 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/ajlh.v4i2.5

Abstract

This research discusses the fulfillment of the constitutional rights of female fishermen in obtaining a fisheries and maritime business card (KUSUKA). Despite Law Number 7 of 2016 regarding the Protection and Empowerment of Women, Fish Cultivators and Salt Farmers, there are still many female fishermen who have not yet made KUSUKA Cards and have the impact of note getting access to social services and safety guarantees when fishing for their rights. This research aims to analyze the reasons for not fulfilling the constitutional law rights of female fishermen. This research uses a qualitative approach with data obtained through interviews with village officials, female fishermen, and direct observation. The results of the research shows that the constitutional rights of female fishermen have not been fulfilled due to the lack of regulations that specifically regulate female fishermen to make it easier to obtain a KUSUKA Card. The legal consequences that fisherwomen get after the regulations regarding Fisheries and Maritime Business Actor Cards (KUSUKA) are issued are that fisherwoman are currently note guaranteed their right to receive risk insurance, social security or fishermen's insurance as well as assistance from the government because they don't yet have a KUSUKA Card as a fisherman's identity.
Violence Against Women in Pre-Marital Relationships: The Ngemblok Tradition among the Muslim Community in Rembang Sofiani, Trianah; Kamalludin, Iqbal; Abdullah, Raihanah
Journal of Islamic Law Vol. 5 No. 2 (2024): Journal of Islamic Law
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/jil.v5i2.2680

Abstract

Violence against women occurs not only within households but also in pre-marital relationships, as exemplified by the ngemblok tradition practiced by the Muslim community in Rembang, Central Java. This tradition involves a marriage proposal process where the woman’s family presents goods (seserahan) to the prospective groom to symbolise the binding of their pre-marital relationship. This article aims to analyse the ngemblok tradition, examining the reasons and experiences of those involved, particularly women, and assessing the tradition from the perspectives of state law and human rights. Through in-depth interviews with 16 key informants, including participants in the tradition, the study found that ngemblok facilitates acquaintance between the bride and groom and their families through a matchmaker appointed by the woman’s family. The patriarchal culture grants the woman’s parents, especially the father, unilateral authority in selecting a partner for their daughter, often leading to sexual and psychological violence. Women frequently feel compelled to comply with their parents’ wishes to avoid social stigma and sanctions and to uphold ancestral traditions. This article argues that patriarchal cultural mechanisms render women powerless in ending pre-marital relationships, undermining gender equality and human rights, and perpetuating violence against women. [Kekerasan terhadap perempuan tidak hanya terjadi dalam rumah tangga, tetapi juga dalam hubungan pranikah. Fenomena tersebut terdapat dalam tradisi ngemblok yang dipraktikkan oleh komunitas muslim di Rembang, Jawa Tengah. Tradisi ini merupakan prosesi peminangan perkawinan yang diinisiasi oleh keluarga perempuan dengan memberikan sejumlah barang (seserahan) kepada calon pengantin laki-laki sebagai simbol pengikatan hubungan pranikah antara kedua calon pengantin. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis tradisi ngemblok, alasan dan pengalaman para aktor, terutama perempuan, dalam mempraktikkannya serta bagaimana perspektif hukum negara dan Hak Asasi Manusia terhadap tradisi tersebut. Melalui wawancara secara mendalam dengan 16 informan kunci yang terdiri dari sejumlah aktor yang terlibat dalam tradisi ini, penelitian ini menemukan bahwa tradisi ngemblok bertujuan untuk memfasilitasi kedua calon pengantin dan keluarga untuk saling mengenal dengan perantara mak comblang yang ditunjuk oleh keluarga perempuan. Budaya patriarki mengakibatkan orang tua dari perempuan, terutama ayah, memiliki otoritas sepihak dalam mencarikan pasangan bagi putrinya. Bahkan berkontribusi terhadap kekerasan seksual dan psikologis yang dialami perempuan mereka dalam hubungan pranikah tersebut. Para perempuan sering kali terpaksa mengikuti keinginan sepihak orang tuanya untuk menghindari stigma dan sanksi sosial dari masyarakat serta menjaga tradisi yang telah diwarisi oleh nenek moyang. Artikel ini berargumentasi bahwa mekanisme budaya berbasis patriarki menyebabkan ketidakberdaayaan perempuan sebagai korban dalam mengakhiri hubungan pranikah yang tidak hanya mencederai prinsip-prinsip kesetaraan gender dan Hak Asasi Manusia, tetapi juga pembiaran terhadap perlakuan kekerasan terhadap perempuan.]