Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

THE RELATIONSHIP AMONGST SOEHARTO, MILITARY, AND MUSLIM IN THE END OF NEW ORDER REGIME Fatgehipon, Abdul Haris
Paramita: Historical Studies Journal Vol 26, No 1 (2016): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v26i1.5141

Abstract

In the end of Suhartos authority, he began to embrace the power of Islam; he realized the position of Muslims was very important and strategic. While some high-ranking military, like LB Moerdani felt unhappy with business built by Soeharto’s family. Suharto built a new political power through the ICMI (Indonesian Muslim Scholar) organization. The emergence of ICMI has been confronted by much of the military officers, they assessed that ICMI shaped sectarian mindset, Gus Dur as NU leader also did not approve the establishment of ICMI. ICMI was chaired by BJ Habibie who at that time had a special affinity with Suharto that made ICMI has the most important role in Indonesian and clout. At the end of Suhartos power, he embraced the power of the Muslim Civilians, Reviews such as ICMI and Muhammadiyah organization. He tried to minimize the political dependence on the military. Hereinafter, Habibie has successfully elected as a vice president of Indonesia based on the general assembly in 1998, after the riots in May 1998, Habibie replaced Suhartos position that has discharged due to students and citizens demonstrations. By the pretense of the 1945 constitution, the military endorsed the nomination of BJ Habibie as president. Pada akhir otoritas Soeharto, ia mulai merangkul kekuatan Islam; ia menyadari posisi Muslim sangat penting dan strategis. Sementara beberapa petinggi militer, seperti LB Moerdani merasa tidak bahagia dengan bisnis gurita yang dibangun oleh keluarga Soeharto. Soeharto membangun kekuatan politik baru melalui organisasi ICMI (Indonesian Muslim Scholar). Munculnya ICMI telah dihadapkan oleh banyak perwira militer, mereka menilai ICMI berbentuk pola pikir sektarian, Gus Dur sebagai pemimpin NU juga tidak menyetujui berdirinya ICMI. ICMI dipimpin oleh BJ Habibie yang pada waktu itu me-miliki kedekatan khusus dengan Soeharto yang membuat ICMI memiliki peran paling penting dalam Indonesia dan pengaruh. Pada akhir kekuasaan Soeharto, ia memeluk kekuatan Sipil Muslim, Ulasan seperti ICMI dan Muhammadiyah organisasi. Dia mencoba untuk meminimalkan ketergantungan politik pada militer. Selanjutnya, Habibie telah berhasil terpilih sebagai wakil presiden Indonesia berdasarkan sidang umum pada tahun 1998, setelah kerusuhan Mei 1998, Habibie menggantikan posisi Soeharto yang telah habis karena mahasiswa dan de-monstrasi warga. Dengan berdasar UUD 1945, militer mendukung pencalonan BJ Habibie sebagai presiden. 
The 30th September Movement and the Emerging of the New Order Regime in Indonesia Fatgehipon, Abdul Haris
SOSIOHUMANIKA Vol 2, No 1 (2009)
Publisher : ASPENSI in Bandung, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK: Peristiwa gerakan 30 September 1965 di Indonesia telah mengahiri persaingan politik antara TNI-AD (Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Darat) dengan PKI (Partai Komunis Indonesia). Namun sampai saat ini peristiwa tersebut masih menjadi misteri dalam sejarah Indonesia modern. Pihak TNI-AD menyebut peristiwa tersebut sebagai GESTAPU (Gerakan September 30) dan memandangnya sebagai peristiwa makar yang dilakukan oleh PKI. Berbagai kajian akademik telah dilakukan terhadap peristiwa tersebut. Ada sementara kalangan yang setuju dan ada yang tidak setuju tentang keterlibatan PKI dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965. Tulisan ini akan mengkaji berbagai perspektif tentang peristiwa Gerakan 30 September 1965 dan perubahan-perubahan politik yang menyertainya pasca peristiwa tersebut di Indonesia. Tulisan ini juga akan mengkaji tentang militer Indonesia yang setelah peristiwa GESTAPU tahun 1965 ianya muncul sebagai kekuatan yang memerintah. Dalam konteks ini TNI-AD memberi nama pemerintahan yang diusungnya dengan istilah ”Orde Baru”. Tujuan utama pemerintahan Orde Baru adalah untuk mempertahankan wujudnya nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sementara itu pemerintahan Presiden Soekarno dicap sebagai kekuatan ”Orde Lama” yang oleh pemerintahan Orde Baru digambarkan sebagai kurun waktu yang penuh dengan kegelapan, keterbelakanan, serta penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mendapatkan legitimasi politik dari masyarakat, pemerintah Orde Baru menyelenggarakan PEMILU (Pemilihan Umum) tahun 1971 yang hasilnya dimenangkan oleh kekuatan politik dukungan pemerintah, yakni GOLKAR (Golongan Karya). Walau bagaimanapun, hasil PEMILU tersebut tidak memuaskan masyarakat karena kemenangakan GOLKAR, dalam banyak hal, didapat lewat cara-cara kekerasaan yang di lakukan oleh prajurit TNI-AD di lapangan.     Kata-kata kunci: peristiwa GESTAPU tahun 1965, kontroversi keterlibatan PKI, peran TNI-AD dalam politik dan pemerintahan Orde Baru.  About the Author: Dr. Abdul Haris Fatgehipon is a Lecturer at the Department of History Education UNPATTI (University of Pattimura) in Ambon, Maluku, Indonesia. He was born in Ternate, Maluku, on July 28, 1973. He earned his Sarjana (Drs.) degree from UNPATTI Ambon (1996); Master of Social Science (M.Si.) degree from UGM (Gadjah Mada University) in Yogyakarta (2002); and Ph.D. from UKM (National University of Malaysia) in Bangi, Selangor Darul Ehsan, Malaysia (2007). He is also actively involved in various researchs such as education, history and social matters. For academic purposes, he can be contacted at: Study Program of History Education UNPATTI in Ambon, Maluku, Indonesia. His e-mail is: pertahanan@yahoo.com How to cite this article? Fatgehipon, Abdul Haris. (2009). “The 30th September Movement and the Emerging of the New Order Regime in Indonesia” in SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Vol.2, No.1 [Mei], pp.1-14. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press, UPI Bandung, and UMS Kota Kinabalu, Malaysia, ISSN 1979-0112. Chronicle of article: Accepted (March 15, 2009); Revised (April 25, 2009); and Published (May 20, 2009).
History of Indonesian Military Role in the Era of Independence Revolution, 1945-1950 Fatgehipon, Abdul Haris
TAWARIKH Vol 8, No 2 (2017)
Publisher : ASPENSI in Bandung, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (426.07 KB)

Abstract

ABSTRACT: The history of Indonesian military formation is interesting to be examined. The Indonesian military was formed after the independence as a part of government structure under the President. The Indonesian military was established out of the various elements of military organization formed by Dutch colonial administration and Japanese occupation in Indonesia. As it was born in the era of independence revolution, it received support from various people paramilitary troops. Although it was autonomously established by itself, the government could oversee it under the supremacy of the civilian government. The research method used in this paper is heuristic, in which to get the primary and secondary data, the author conducted literature, documents, and archives review from several Universities and Research Institutions. The Indonesian military showed its role in maintaining the countrys sovereignty during the Dutch military aggression, first (July 1947) and second (December 1948), carried out by the Dutch colonial government. When President Sukarno and Vice President Mohamad Hatta  surrendered to the Dutch government and handed over the power to Mr. Syafruddin Prawiranegara, who then he formed PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia or Emergency Government of the Republic of Indonesia), the military leadership gave full support to the PDRI. In the process of political dynamics, finally, the Indonesian military also to be loyal and supported the civil government led by President Sukarno and Vice President Mohamad Hatta.KEY WORDS: Indonesian Military; Time of Revolution; Independence; Diplomacy and Struggle; Social and Political Integration.About the Author: Dr. Abdul Haris Fatgehipon is a Lecturer at the Department of Social Studies Education, Faculty of Social Science UNJ (State University of Jakarta), Gedung K, Kampus UNJ, Jalan Rawamangun, Jakarta, Indonesia. For academic interests, the author is able to be contacted via his e-mail at: pertahanan@yahoo.com  How to cite this article? Fatgehipon, Abdul Haris. (2017). “History of Indonesian Military Role in the Era of Independence Revolution, 1945-1950” in TAWARIKH: International Journal for Historical Studies, Vol.8(2) April, pp.217-228. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press and UIN SGD Bandung, ISSN 2085-0980. Chronicle of the article: Accepted (August 17, 2016); Revised (December 27, 2016); and Published (April 28, 2017).
THE RELATIONSHIP AMONGST SOEHARTO, MILITARY, AND MUSLIM IN THE END OF NEW ORDER REGIME Fatgehipon, Abdul Haris
Paramita: Historical Studies Journal Vol 26, No 1 (2016): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v26i1.5141

Abstract

In the end of Suharto's authority, he began to embrace the power of Islam; he realized the position of Muslims was very important and strategic. While some high-ranking military, like LB Moerdani felt unhappy with business built by Soeharto’s family. Suharto built a new political power through the ICMI (Indonesian Muslim Scholar) organization. The emergence of ICMI has been confronted by much of the military officers, they assessed that ICMI shaped sectarian mindset, Gus Dur as NU leader also did not approve the establishment of ICMI. ICMI was chaired by BJ Habibie who at that time had a special affinity with Suharto that made ICMI has the most important role in Indonesian and clout. At the end of Suharto's power, he embraced the power of the Muslim Civilians, Reviews such as ICMI and Muhammadiyah organization. He tried to minimize the political dependence on the military. Hereinafter, Habibie has successfully elected as a vice president of Indonesia based on the general assembly in 1998, after the riots in May 1998, Habibie replaced Suharto's position that has discharged due to students and citizens' demonstrations. By the pretense of the 1945 constitution, the military endorsed the nomination of BJ Habibie as president. Pada akhir otoritas Soeharto, ia mulai merangkul kekuatan Islam; ia menyadari posisi Muslim sangat penting dan strategis. Sementara beberapa petinggi militer, seperti LB Moerdani merasa tidak bahagia dengan bisnis gurita yang dibangun oleh keluarga Soeharto. Soeharto membangun kekuatan politik baru melalui organisasi ICMI (Indonesian Muslim Scholar). Munculnya ICMI telah dihadapkan oleh banyak perwira militer, mereka menilai ICMI berbentuk pola pikir sektarian, Gus Dur sebagai pemimpin NU juga tidak menyetujui berdirinya ICMI. ICMI dipimpin oleh BJ Habibie yang pada waktu itu me-miliki kedekatan khusus dengan Soeharto yang membuat ICMI memiliki peran paling penting dalam Indonesia dan pengaruh. Pada akhir kekuasaan Soeharto, ia memeluk kekuatan Sipil Muslim, Ulasan seperti ICMI dan Muhammadiyah organisasi. Dia mencoba untuk meminimalkan ketergantungan politik pada militer. Selanjutnya, Habibie telah berhasil terpilih sebagai wakil presiden Indonesia berdasarkan sidang umum pada tahun 1998, setelah kerusuhan Mei 1998, Habibie menggantikan posisi Soeharto yang telah habis karena mahasiswa dan de-monstrasi warga. Dengan berdasar UUD 1945, militer mendukung pencalonan BJ Habibie sebagai presiden. 
KONFLIK POLITIK ANTARA ANGKATAN DARAT DPRS DAN SUKARNO: STUDI KASUS PERISTIWA 17 OKTOBER 1952: Political Conflict between the DPRS Army and Sukarno: Case Study of the October 17, 1952 Fatgehipon Abdul Haris
Uniqbu Journal of Social Sciences Vol. 1 No. 1 (2020): Uniqbu Journal of Social Sciences (UJSS)
Publisher : LPPM UNIQBU

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (520.777 KB) | DOI: 10.47323/ujss.v1i1.8

Abstract

This study examines the conflict that occurred after the 1945 Independence Revolution between the Army, the Provisional Representative Council (DPRS) and President Sukarno. The Indonesian Armed Forces after the independence revolution did not only play a role in the defense field. Army officers feel the duty of the army is not only to take care of defense issues but also to guard, oversee the implementation of good state government. The methodology of this research is historiography, the writer gets primary sources from national archives, and secondary sources of researchers get from various library references (Center for Strategic and International Studies (CSIS) and UGM Library. Towards the 1955 Election the army has a very strong influence, the army has the right In the 1955 general election, the army (AD) had a territorial organizational structure from the central to the village level, and political parties scrambled to embrace the army in order to strengthen the position of political parties ahead of the 1955 general election. from the PNI they always threshed the army and the Minister of Defense in every meeting with the DPRS. The army saw many DPRS interfering in the internal affairs of the army. In October 17, 1952, Colonel AH Nasution's army, put pressure on President Sukarno to dissolve the DPRS and carry out the election general training as soon as possible.
Persepsi Pengguna Jembatan Penyeberangan Orang Tentang Penyalahgunaan Jembatan Penyeberangan Orang Prita Indah Mediana; Abdul Haris Fatgehipon; Achmad Nur Hidayaht
Edukasi IPS Vol 6 No 1 (2022): EDUKASI IPS
Publisher : Program Studi Pendidikan IPS Universitas Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21009/EIPS.006.01.02

Abstract

Abstract This reserarch aims to determine the perceptions of pedestrian bridge users about abuse on the pedestrian bridge at the Margocity pedestrian bridge, Margonda, Depok. The study was conducted at the pedestrian bridge Margonda, Margocity, Depok, West Java where the research was conducted during April to June 2021. The research method used was descriptive, with data collection techniques through questionnaires, interviews and literature studies. The data analysis technique was carried out with a continuum line. The results of this study conclude that (1) The perception that occurs from pedestrian bride users is due to physiological factors. That is the perception that is awakened because of the activity of seeing, recognizing the surrounding situation that lasts a long time and is repeated. The community has the perception that with the existence of street vendors, the very small conditions of the JPO become uncomfortable, the JPO becomes slum and cramped. With a sense of empathy that arises from a person, it creates a sense of empathy for pedestrians for street vendors. People have the perception that buying street vendors' merchandise will help the street vendors' economy. But this attitude of empathy is also compared to the statement that buying street vendors' merchandise will increase the number of violations. (2) Perceptions of violators at JPO Margocity are, because of social life factors. Where they have to survive and earn money to live their lives. The considerations they chose to sell at JPO were due to physical factors, age, and the opportunity to get customers at JPO Margocity. For customers who buy the merchandise of street vendors on a daily basis, they are those who have inner empathy and really need the goods being sold. Keyword: Perception, Abuse, People's Crossing Bridges Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi para pengguna jembatan penyeberangan orang tentang penyalahgunaan di jembatan penyeberangan orang di jembatan penyeberangan Margocity, Margonda, Depok. Penelitian dilakukan di jembatan penyeberangan orang Margonda, Margocity, Depok, Jawa Barat dimana penyusunan penelitian dilakukan selama bulan April sampai Juni 2021. Metode penelitian yang digunakan Deskriptif, dengan teknik pengumpulan data melalui kuesioner, wawancara dan studi kepustakaan. Teknik analisis data dilakukan dengan garis kontinum. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) Persepsi yang terjadi dari para pengguna jembatan penyeberangan orang ini adalah karena adanya faktor fisiologis. Yaitu persepsi yang terbangun karena adanya kegiatan melihat, mengenali keadaan sekitar yang berlangsung lama dan berulang. Masyarakat memiliki persepsi bahwa dengan keberadaan pedagang kaki lima kondisi jembatan penyeberangan orang yang sangat kecil menjadi kurang nyaman, jembatan penyeberangan orang menjadi kumuh, serta sempit. Dengan adanya rasa empati yang muncul dari diri seseorang membuat munculnya rasa empati para pejalan kaki untuk pedagang kaki lima. Masyarakat ber persepsi dengan membeli dagangan pedagang kaki lima akan membantu perekonomian pedagang kaki lima tersebut. Tetapi sikap empati tersebut juga berbanding dengan pernyataan bahwa dengan membeli dagangan pedagang kaki lima akan membuat pelanggaran semakin bertambah. (2) Persepsi dari pelanggar di jembatan penyeberangan orang Margocity adalah, karena faktor sosial kehidupan. Dimana mereka harus bertahan hidup dan mendapatkan penghasilan demi melangsungkan kehidupannya. Pertimbangan yang mereka pilih untuk berjualan di jembatan penyeberangan orang ini adalah karena faktor fisik, usia, dan adanya peluang untuk mendapatkan pelanggan di JPO Margocity ini. Untuk pelanggan yang membeli dagangan PKL sehari-hari nya adalah mereka yang memiliki empati dari dalam diri dan memang membutuhkan barang yang dijual. Kata Kunci: Persepsi, Penyalahgunaan, Jembatan Penyebrangan Orang
Kepercayaan Diri Peserta Didik Fatherless dalam Bersosialisasi di SMP Negeri 28 Jakarta Fajriyanti, Aura Putri; Fatgehipon, Abdul Haris; Istiqomah, Nurul
Jurnal Dunia Pendidikan Vol 5 No 1 (2024): Jurnal Dunia Pendidikan
Publisher : LPPM Sekolah Tinggi Olahraga dan Kesehatan Bina Guna

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55081/jurdip.v5i1.2668

Abstract

Fatherless, atau ketiadaan figur ayah, dapat memberikan dampak pada perkembangan psikologis dan emosional peserta didik, terutama dalam hal kepercayaan diri dan kemampuan bersosialisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kepercayaan diri peserta didik fatherless dalam bersosialisasi di SMP Negeri 28 Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi kepada peserta didik kelas VII yang mengalami fatherless. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan diri 5 orang peserta didik fatherless terbagi menjadi dua kategori utama: kepercayaan diri tinggi dan kepercayaan diri rendah. Peserta didik dengan kepercayaan diri tinggi cenderung memiliki dukungan emosional yang kuat dari ibu, teman, atau individu. Sebaliknya, peserta didik dengan kepercayaan diri rendah seringkali mengalami perasaan kurang dukungan secara emosional baik itu dari keluarga atau teman sebayanya yang menyebabkan sulitnya berinteraksi dengan teman sebaya dan guru.
Implementasi Pembelajaran IPAS di Sekolah Penggerak SDN 02 Mampang Prapatan Istiqomah, Nurul; Yuliani, Shahibah; Scorviana, Nova; Fatgehipon, Abdul Haris; Agustin, Fadia Rizky; Yani, Nanda Luthfi; Sari, Jessika Nacha
Jurnal Dunia Pendidikan Vol 5 No 5 (2025): Jurnal Dunia Pendidikan
Publisher : LPPM Sekolah Tinggi Olahraga dan Kesehatan Bina Guna

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55081/jurdip.v5i5.3137

Abstract

Kurikulum Merdeka menjadi transformasi baru khususnya di sekolah dasar ada perubahan dalam kebijakan pelaksanaannya. Jika pada Kurikulum sebelumnya pembelajaran IPS dilaksanakan secara terpadu, termasuk juga IPA terpadu, maka pada kurikulum Merdeka ada penggabungan mata Pelajaran IPA dan IPS menjadi IPAS. Pengabungan kedua mata Pelajaran tersebut menjadi bahan kajian berbagai pihak khususnnya yang fokus pada kajian kurikulum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi kurikulum merdeka, menganalisis penerapan model pembelajaran pada pembelajaran IPAS, dan mengetahui kendala yang dihadapi guru saat implementasi kurikulum Merdeka pada pembelajran IPAS di Sekolah Dasar. Penelitian ini dilaksanakan di SDN 02 Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dengan metode studi kasus. Subyek penelitian yakni Kepala sekolah, guru kelas III, IV, V dan VI. Pengumpulan data menggunakan Teknik wawancara dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan Teknik penelaahan data, reduksi data, penyajian data, verifikasi data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran IPAS di SDN 02 Mampang Prapatan dilakukan dengan menyesuaikan topik yang relevan dan mengintegrasikan materi IPAS tanpa memisahkannya per semester. Pendekatan ini memungkinkan pembelajaran yang lebih terhubung dan kontekstual bagi peserta didik. Kendala yang dihadapi oleh guru mencakup adaptasi terhadap perubahan metode pembelajaran, yang memerlukan waktu dan usaha ekstra.
Strategy for Implementing 3A in the Development of Religious Tourism at the Kapal Bosok Mosque (Study: Community of Darangong Village, Curugmanis Village, Serang-Banten) Mayasari; Budiaman; Fatgehipon, Abdul Haris
Indonesian Journal of Entrepreneurship and Startups Vol. 1 No. 2 (2023): July 2023
Publisher : PT FORMOSA CENDEKIA GLOBAL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55927/ijes.v1i2.5101

Abstract

This study aims to find out in depth the application of the 3A strategy (Attractions, Activities and Accessibility) in the Religious Tourism of the Kapal Bosok Mosque. The 3A concept is one of the requirements for developing a tourist destination. Each tourist destination must have its own uniqueness and characteristics that make it a tourist attraction. This study uses a qualitative approach, with data collection techniques namely observation, interviews, field notes and documentation. The results of the study show that the religious tourism of the ship bosok mosque is a religious tourism destination that has implemented the 3A strategy in its development where the attractions or appeal of the religious tourism of the ship bosok mosque lie in the shape of the building and history. Activities or activities for tourists have been provided by the manager and accessibility is sufficient and becomes a level of convenience for tourists
DESKRIPSI STRATEGI PENANGANAN BULLYING TERHADAP PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS (PDBK) DI SMP NEGERI 70 JAKARTA Setiawan, Ani Kurniawati; Fatgehipon, Abdul Haris; Martini, Martini
Al-Irsyad: Journal of Education Science Vol 4 No 2 (2025): Juli 2025
Publisher : Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Darud Da'wah Wal Irsyad Pinrang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58917/aijes.v4i2.277

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan strategi sekolah dalam menangani bullying terhadap Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) di SMP Negeri 70 Jakarta. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Subjek penelitian dipilih melalui teknik purposive sampling, yaitu kepala sekolah, guru Bimbingan dan Konseling (BK), dan 10 siswa berkebutuhan khusus (PDBK) yang terdiri dari 2 orang dari kelas VII dan 8 orang dari kelas VIII. Pemilihan ini dilakukan berdasarkan peran strategis informan dan pengalaman PDBK sebagai korban bullying. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bullying terhadap PDBK disebabkan oleh kurangnya perhatian keluarga, belum inklusifnya lingkungan sekolah, tekanan kelompok seusia, serta pengaruh media sosial. Untuk menangani hal tersebut, sekolah menerapkan strategi berbasis empat tahap manajemen strategi Wheelen dan Hunger: pengamatan lingkungan, perumusan, implementasi, serta evaluasi dan kontrol. Keempat tahap ini diterapkan melalui strategi preventif berupa sosialisasi anti-bullying dan pendidikan karakter; strategi edukatif melalui pembelajaran inklusif, mediasi konflik, dan pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK); strategi kuratif melalui konseling, mediasi, sanksi edukatif, serta pelibatan orang tua; serta strategi preservatif berupa pemantauan berkala, pelibatan pengurus kelas, komunikasi aktif dengan orang tua, dan evaluasi rutin. Keberhasilan penerapan strategi secara menyeluruh tercermin dari tidak adanya laporan kasus bullying yang masuk serta meningkatnya rasa aman dan kenyamanan PDBK dalam proses pembelajaran.