Articles
Efektivitas Pelatihan Psychological First Aid (PFA) Perempuan Korban Pelecehan Seksual Terhadap Empati Mahasiswa Psikologi Unibi
Kuswartanti, Dyah Rachman;
Widhyastuti, Cahayaning;
Annisa, Nida Muthi
GUIDENA: Jurnal Ilmu Pendidikan, Psikologi, Bimbingan dan Konseling Vol 11, No 3 (2021)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Metro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24127/gdn.v11i3.4241
Sexual harassment against women is increasing. Data from the National Commission of Violence Against Women (Komnas Perempuan) shows that the number of sexual violence increased by 6% in 2019. And the most reported was Cyber Gender-Based Violence (KBGS). Most women feel ashamed and find it difficult to report sexual harassment because there are still many views Indonesian people who view this as taboo. Victims of Sexual harassment need first aid to cope with their experience as a victim that could trigger a traumatic experience. UNIBI psychology students are expected to have good empathy in helping people because they are considered to be more knowledge and skill. This research examined the empathy of UNIBI psychology students when they know or see sexual harassment before (pre-test) and after (post-test) doing Psychological First Aid (PFA). In this research, researchers used the one-group pre-test post-test design experimental method to see differences in empathy before and after treatment. The measurement of empathy in this study used the Interpersonal Reactivity Index (IRI) empathy scale with 18 respondents. Analysis of the research data using paired samples t-test analysis with a significance result of 0.325; p > 0.05. these results indicate that giving Psychological First Aid (PFA) to female victims of sexual harassment is not effective in increasing the empathy of UNIBI psychology students.Keywords: psychological first aid (PFA); sexual harassment; empathy Dari tahun ke tahun tindak pelecehan seksual terhadap perempuan semakin meningkat. Data yang diperoleh dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menunjukkan bahwa jumlah kasus kekerasan seksual mengalami peningkatan sebesar 6 % di tahun 2019. Kekerasan seksual yang paling banyak diadukan adalah Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS). Kebanyakan perempuan merasa malu dan merasa sulit untuk melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya karena masih banyak pandangan masyarakat Indonesia yang memandang hal tersebut sebagai stuatu hal yang tabu. Korban pelecehan seksual membutuhkan pertolongan pertama untuk mengatasi kejadian yang mampu memicu pengalaman traumatik. Sebagai mahasiswa psikologi UNIBI, diharapkan memiliki empati yang baik dalam membantu orang yang membutuhkan karena dianggap lebih paham dan terampil untuk mengatasinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat empati mahasiswa psikologi UNIBI ketika mengetahui atau melihat pelecehan seksual sebelum (pre-test) dan setelah (post-test) melakukan Psychological First Aid (PFA). Dalam mencapai tujuan penelitian ini, peneliti menggunakan metode eksperimen the one group pretest-posttest design untuk melihat perbedaan empati sebelum dan setelah dilakukannya treatment. Pengukuran empati dalam penelitin ini menggunakan skala empati Interpersonal Reactivity Index (IRI) dengan sampel dalam penelitian berjumlah 18 orang mahasiswa Psikologi. Analisis data penelitian ini menggunakan analisis paired sample t-test dengan hasil signifikansi sebesar 0.325; p > 0.05. Hasil tersebut menunjukan bahwa pemberian Psychological First Aid (PFA) perempuan korban pelecehan seksual tidak efektif meningkatkan empati mahasiswa psikologi UNIBI.Kata kunci: psychological first aid (PFA); perempuan; pelecehan sekual, empati
Manajemen Stres Dengan Cara Berpikir Positif Di Masa Pandemi Covid-19
Dyah Rachman Kuswartanti
Jurnal Bhakti Karya dan Inovatif Vol 2 No 2 (2022): Jurnal Bhakti Karya dan Inovatif
Publisher : LPPM Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.37278/bhaktikaryadaninovatif.v2i2.573
The COVID-19 pandemic is very disturbing to the public and students who are required to do online learning when the current facilities are not too adequate. There are quite a number of obstacles when carrying out online learning systems such as unstable signals, quotas and pulses that run out quickly, online boredom/saturation and the number of tasks given when compared to laryngeal learning. The situation of the COVID-19 pandemic, makes most individuals need to carry out an adaptation process to meet the demands of the needs of the surrounding environment due to changes that occur in every aspect. The change in demands that switch to an online system also causes students and the general public to experience depressed conditions or what is usually referred to as stress. The purpose of holding this Community Service (PkM) is so that the community and students are able to manage stress by positive thinking in dealing with unexpected situations such as during the COVID-19 pandemic. This PkM is carried out using the Web Seminar (Webinar) method, using lectures and questions and answers for participants so that participants better understand and apply the content of the material presented by the presenters. The material presented in the Webinar includes recognizing problems and thoughts on yourself and how to take positive thinking steps to overcome the problems faced during the COVID-19 pandemic. The result of this PkM is that participants who take part in this activity are expected to be able to recognize mistakes in thinking and learn to manage their thoughts to be more positive and ready to face unexpected situations.
My Religion Keeps Me In Long Distance Marriage (LDM)
Dyah Rachman Kuswartanti
International Journal of Research in Community Services Vol 4, No 4 (2023)
Publisher : Research Collaboration Community (RCC)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46336/ijrcs.v4i4.516
In today's modern era, it is not uncommon to find married couples who do not live together and are geographically separated. This kind of marriage is usually called a Long Distance Marriage (LDM) or Commuter Marriage. Many factors are the reasons why undergoing a long-distance marriage such as improving family life in terms of economy, potentially higher income outside the city, maintaining a career, and better opportunities for career advancement. The condition of commuter marriage is not easy to live if we have strong beliefs such as good religiosity in maintaining marital satisfaction. The purpose of this study was to examine the relationship of religiosity to marital satisfaction in wives who run a commuter marriage. The research subjects were 50 wives who were undergoing long-distance marriages. There are 2 questionnaires used, namely: 1) The Centrality of Religiosity Scale (CRS) questionnaire by Stefan Huber and Odilo W. Huber (2012) and developed by Purnomo & Suryadi (2017) with a reliability value of 0.940. 2) The marital satisfaction questionnaire uses the ENRICH marital satisfaction measuring instrument compiled by Fowers & Olson (1993) and developed by Hermaleni (2018) with a reliability value of 0.973. Analysis of research data using the use of Pearson products. Based on the results of the Pearson product moment analysis, the value that has no reference is 0.454 with p = 0.000; p 0.01, which indicates a significant positive between religiosity and marriage satisfaction of wife who has commuter marriage. This means that the higher the value of the wife's religiosity, the higher her marital satisfaction and vice versa, the lower the value of the wife
STRES WARGABINAAN LAPAS WANITA KELAS IIA BANDUNG YANG TIDAK PERNAH DIKUNJUNGI
Dyah Rachman Kuswartanti
In Search (Informatic, Science, Entrepreneur, Applied Art, Research, Humanism) Vol 18 No 2 (2019): In Search
Publisher : LPPM UNIBI
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.37278/insearch.v18i2.201
Di Lapas Wanita klas IIA Bandung, terdapat wargabinaan (WBP) yang tidak pernah dikunjungi. Di Lapas, WBP diberikan aktivitas-aktivitas yang lebih positif sehingga memiliki mereka memiliki ketrampilan baru serta mengisi waktu luang yang berbeda dengan saat mereka di luar. Namun, sebagian besar dari mereka belum dapat menerima kenyataan bahwa mereka harus jauh dari keluarga, suami dan anak-anak bahkan orangtua mereka. Jam kunjungpun menjadi sangat dibatasi untuk bertemu dengan orang yang sangat disayangi. Tidak jarang mereka mengalami stress selama berada di dalam Lapas, yang berdampak pada masalah psikis, fisiologi maupun sosialnya. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian lain adalah pada subjek penelitian yang diambil dari wargabinaan yang tidak pernah dikunjungi. Subjek berjumlah 30 orang wargabinaan seorang istri dan ibu, tidak pernah dikunjungi keluarga. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantiatif dengan satu variabel. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan skala stress. Pada skala stress yang dibuat sendiri oleh peneliti bahwa hasil uji reliabilitas terhadap skor stress, maka didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0, 855. Hasil penelitian dari 30 responden adalah 27% wargabinaan yang tidak pernah dikunjungi mengalami stress dengan kategori rendah, 67% wargabinaan yang tidak pernah dikunjungi mengalami stress dengan kategori sedang dan 6% wargabinaan yang tidak pernah dikunjungi mengalami stress dengan kategori tinggi.
HUBUNGAN WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG MENJADI TULANG PUNGGUNG KELUARGA DI DESA JELEGONG RANCAEKEK
Fitria Rizqi Anggarwati;
Dyah Rachman Kuswartanti;
Nida Muthi Annisa
In Search (Informatic, Science, Entrepreneur, Applied Art, Research, Humanism) Vol 21 No 1 (2022): In Search
Publisher : LPPM UNIBI
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.37278/insearch.v21i1.557
A working wife will have an impact on the emergence of work-family conflict on the wife and this will be related to the wife's satisfaction with her marriage. This study aims to determine the relationship between work-family conflict and marital satisfaction for the wife who is breadwinner of the family at Jelegong Rancaekek village. Respondents in this study amounted to 75 wifes with the criteria; living in Jelegong Rancaekek Village, working and being the breadwinner and living in the same house with their husband. The method of research used quantitative with correlational research. The population and sample technique used is population research, the data collection method used a questionnaire in the form of a questionnaire and the research using two measuring, namely the work-family conflict measurement (WFC) and the marital satisfaction measurement (ENRICH). The data analysis technique used in this study uses the product-moment technique with the help of SPSS version 22. Based on the results of data analysis, the significance level is 0.000 with a correlation value of 0.722. This shows that work-family conflict has a positive relationship with marital satisfaction for the wife who is the breadwinner of the family in Jelegong Rancaekek Village, so it can be interpreted that the higher the work-family conflict, the marital satisfaction will increase, and vice versa.
Trust Issue in Relationship pada Pasangan Long Distance Relationship
Dyah Rachman Kuswartanti;
Arum Nasyadila;
Ninda Tri Anugerah
In Search (Informatic, Science, Entrepreneur, Applied Art, Research, Humanism) Vol 22 No 2 (2023): In Search
Publisher : LPPM UNIBI
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.37278/insearch.v22i2.807
Usia dewasa awal, biasanya menjalin hubungan dengan lawan jenis yang semakin intens dan intim atau biasanya disebut pacaran. Saat berpacaran mereka saling mengenal dan saling menyesuaikan karakter ataupun sifat. Tak jarang mereka melakukan Long Distance Relationship (LDR), yang berarti terpisah secara geografis dengan pasangan. Kondisi seperti ini pasangan membutuhkan kepercayaan untuk dapat menjaga hubungan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui trust in relationship pada pasangan LDR. Peneliti menggunakan metode pendekatan kuantitatif pada 60 responden yang menjalin LDR, dan berusia 18-30 tahun. Skala yang digunakan adalah alat ukur trust issue in relationship yang sudah diadaptasi dari Rempel (1985). Nilai dengan nilai reliabilitas adalah 0.892. Hasil penelitian ini adalah respon pasangan LDR sebanyak 53% atau 32 responden termasuk dalam kategori tingkat kepercayaan tinggi, yang memiliki arti bahwa pasangan LDR percaya kepada pasangan walaupun hubungan mereka terpaut jarak.
Hubungan Kecenderungan Narsistik dengan Gaya Hidup Hedonisme pada Pria Anggota The Crow di Kota Bandung
Ummi Mahmudah;
Cahyaning Widhyastuti;
Dyah Rachman Kuswartanti
In Search (Informatic, Science, Entrepreneur, Applied Art, Research, Humanism) Vol 23 No 1 (2024): In Search
Publisher : LPPM UNIBI
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.37278/insearch.v23i1.841
Emerging adulthood merupakan kelompok usia yang berada di perubahan usia remaja ke dewasa. Individu dengan kecenderungan narsistik membutuhkan kekaguman dari orang lain dan cenderung focus pada diri sendiri. Selain itu, individu dengan kecenderungan narsistik juga dapat mengarah pada gaya hidup hedonistic, dimana individu akan melakukan berbagai cara untuk mencapai kesenangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecenderungan narsistik dengan gaya hidup hedonis pada pria yang merupakan anggota the crow di Kota Bandung. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara kecenderungan narsistik dengan gaya hidup hedonis. Penelitian ini melibatkan 100 orang laki-laki anggota the crow yang berusia 18-29 tahun. Teknik sampling yang digunakan menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data penelitian menggunakan dua skala, yaitu skala kecenderungan narsistik dan skala gaya hidup hedonis. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi product moment yang hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecenderungan narsistik dengan gaya hidup hedonis pada pria anggota komunitas the crow di Kota Bandung (p = 0.000).
Pengaruh Passionate love Terhadap Kepuasan Relasi Romantis Pada Emerging Adulthood yang Sedang Menjalin Hubungan Jarak Jauh (Long Distance Relationship)
Widiastuti, Yulista;
Widhyastuti, Cahyaning;
Kuswartanti, Dyah Rachman;
Limin, Debby Sutanti
JURNAL PSIKOLOGI INSIGHT Vol 8, No 2 (2024)
Publisher : Program Studi Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.17509/insight.v8i2.74938
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh passionate love terhadap kepuasan relasi romantis pada emerging adulthood yang sedang menjalin hubungan jarak jauh (LDR). Responden dalam penelitian ini berjumlah 256 orang yang berusia 18-29 tahun, sedang menjalani LDR dan belum menikah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik convenience sampling dan pengambilan data menggunakan kuesioner yang berisi 2 skala, yaitu skala passionate love dan skala relationship assessment scale. Analisis data yang digunakan yaitu analisis regresi sederhana dengan bantuan program SPSS Versi 25 dengan hasil menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif passionate love terhadap kepuasan relasi romantis dengan nilai signifikansi 0,000. Artinya semakin tinggi passionate love maka akan semakin tinggi juga kepuasan relasi romantis, sebaliknya semakin rendah passionate love maka akan semakin rendah kepuasan relasi romantis.
Konflik Peran Ganda Dengan Stres Karyawati Yang Melakukan Work From Home (Wfh) Saat Situasi Pandemi Covid-19
Kuswartanti, Dyah Rachman
Jurnal Ilmiah Psikologi (JIPSI) Vol 2 No 1 (2020): Jurnal Ilmiah Psikologi (JIPSI)
Publisher : LPPM Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (204.576 KB)
|
DOI: 10.37278/jipsi.v2i1.299
Tahun 2020, dunia digegerkan oleh virus covid-19 yang menyebar dengan sangat cepat keseluruh belahan dunia bahkan di Indonesia. Banyak perusahaan menerapkan system Work From Home (WFH). Bagi karyawati yang sudah menikah yang memiliki anak menjadi tantangan tersendiri. Ketika dirumah, karyawati tersebut harus berbagi peran sebagai seorang ibu sekaligus karyawan yang sedang melakukan WFH. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat korelasi antara konflik peran ganda dengan stress karyawati saat melakukan Work From Home (WFH) saat pendemi covid-19. Peneliti menggunakan metode kuantitatif korelasi untuk melihat korelasi antar konflik peran ganda dan stress WFH. Teknik pengumpulan data adalah dengan menggunakan wawancara untuk menggali fenomena yang diangkat dalam penelitian ini, yang kemudian dilakukan studi literatur dari jurnal dan buku-buku terkait teori tentang variable konflik peran ganda dan stress yang relevan. Serta skala konflik peran ganda dan stress yang akan dibagikan oleh subjek penelitian guna menjawab tujuan penelitian. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 56 karyawati. Skala konflik peran ganda yang dibuat peneliti memperoleh hasil uji reliabilitas sebesar 0,949. Sedangkan skala stress WFH yang dibuat peneliti memperoleh hasil uji reliabilitas sebesar 0,946. Analisis data penelitian ini menggunakan korelasi pearson product moment. Berdasarkan hasil analisis pearson product moment diperoleh nilai koefisien korelasi rxy sebesar 0,494 dengan p = 0,000; p ≤ 0,01, yang menunjukkan adanyakorelasi positif yang signifikan antara konflik peran ganda dengan stress saat WFH. Sumbangan efektif dari kedua variable ditunjukkan oleh koefisien determinan (R square) sebesar 0,244 yang menunjukkan bahwa konflik peran ganda mempengaruhi variable stress saat WFH sebesar 24,4%.
“Pacaranku Sehat atau Toxic?”
Kuswartanti, Dyah Rachman;
Widyastuti, Cahyaning;
Azzali, Vika Fatimatuzzahra
Jurnal Ilmiah Psikologi (JIPSI) Vol 6 No 1 (2024): Jurnal Ilmiah Psikologi (JIPSI)
Publisher : LPPM Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.37278/jipsi.v6i1.850
Pasangan Long Distance Relationship (LDR) membutuhkan tantangan tersendiri terutama dalam komunikasi. Kemajuan teknologi dapat mempermudah komunikasi jarak jauh, dengan menggunakan aplikasi yang tersedia seperti Whatapp, Instagram (IG), Telegram dan lain sebagainya. Walaupun demikian, hal ini masih belum cukup. Banyak pasangan LDR yang berkonflik akibat dari permasalahan komunikasi dan ketidakpercayaan pada pasangan, hal ini memunculkan perilaku Cyber Dating Abuse (CDA). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana CDA pada pasangan LDR. Peneliti menggunakan metode pendekatan kuantitatif kepada 158 responden yang menjalani hubungan jarak jauh dengan menggunakan alat ukur Cyber Dating Abuse Questionaire (CDA-Q) dengan nilai reliabilitas CDA-Q adalah 0.982. Penelitian ini menghasilkan pasangan LDR yang memiliki CDA dalam kategori sangat rendah artinya intensitas perilaku agresi pada pasangan LDR sangat rendah, responden berusaha untuk mengontrol secara emosional dan psikologikalnya ketika mengalami konflik berpacaran walaupun dengan berkomunikasi secara online pada pasangan.