Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Faktor risiko disfungsi endotel pada prediabetes Eliana, Fatimah; Suwondo, Pradana; Hakim Makmun, Lukman; Saksono Harbuwono, Dante
Jurnal Kedokteran YARSI Vol 17, No 3 (2009): SEPTEMBER - DESEMBER 2009
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.613 KB) | DOI: 10.33476/jky.v17i3.211

Abstract

Prevalensi kasus prediabetes di Indonesia pada saat ini cukup tinggi, dan oleh karena itu proporsi wanita berisiko penyakit kardiovaskular meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko disfungsi endotel pada wanita prediabetes melalui pemeriksaan kadar asymmetric dimethylarginine (ADMA) serum. Penelitian ini dilakukan dengan desain case control pada populasi wanita prediabetes berusia 30-55 tahun. Kriteria prediabetes ditentukan dari pemeriksaan toleransi glukosa oral (TTGO) dengan pemberian 75 gram glukosa. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kadar kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida dan HbA1c sebagai variabel independen, serta ADMA sebagai variabel dependen. Terdapat 41 subjek wanita prediabetes yang memenuhi kriteria inklusi dan dimasukkan dalam kelompok kasus, dan 39 subjek yang dimasukkan dalam kelompok kontrol. Terdapat hubungan yang bermakna dan korelasi yang kuat antara peningkatan kadar ADMA dengan glukosa darah puasa, glukosa darah pasca pemberian glukosa 75 gram dan HbA1c. Namun hasil analisis multivariat membuktikan bahwa faktor yang menentukan kadar ADMA adalah HbA1c.Probabilitas subjek prediabetes dengan HbA1c lebih dari 6% untuk mendapatkan kadar ADMA yang tidak normal adalah 96,03%. Faktor risiko terjadinya disfungsi endotel pada wanita prediabetes adalah peningkatan HbA1c lebih dari 6%.
Profil Respons Glukosa Darah dan Tingkat Rasa Kenyang setelah Pemberian Diabetasol® Dibandingkan Makanan Padat Gizi Terkontrol pada Pasien Diabetes Melitus tipe 2 Eliana, Fatimah; Handoko, Iwan Surjadi; Diah Ambarwati, Fransisca; Setiawati, Arini
Cermin Dunia Kedokteran Vol 45, No 7 (2018): Onkologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (637.545 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v45i7.640

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan stabilitas kadar glukosa darah harian, tingkat kenyang, dan keamanan setelah menggunakan Diabetasol® dibandingkan dengan makanan padat dengan gizi terkontrol. Diabetasol® adalah makanan indeks glikemik rendah mengandung isomaltulosa, resisten dekstrin, dan inulin. Penelitian ini merupakan studi awal, prospektif, acak, terbuka, dan melibatkan 30 subjek DM tipe 2 pria dan wanita. Pengukuran glukosa darah dengan continuous glucose monitoring selama 48 jam di setiap kunjungan. Tingkat rasa kenyang diukur dengan kuesioner satiety quotient dengan visual analog scale (VAS) pada interval 0, 15, 30, 60, dan 120 menit. Evaluasi efek samping didasarkan pada terjadinya hipoglikemia dan masalah pencernaan selama masa pengobatan. Hasil penelitian menunjukkan respons glikemik Diabetasol® lebih rendah dibandingkan makanan padat gizi terkontrol kendati tidak bermakna, di lain pihak Diabetasol® memberikan rasa kenyang lebih lama tanpa efek samping serius.The purpose of this study was to determine the stability of daily blood glucose level, satiety level, and safety after using Diabetasol® in comparison with controlled nutrition solid food. Diabetasol® is low glycemic index foods contained of isomaltulose, resistant dextrin, and inulin. This study is a preliminary, prospective, randomized, open-ended study, and involving 30 male and female type 2 DM subjects. Blood glucose was measured with continuous glucose monitoring within 48 hours after every visit. The satiety level was measured with satiety quotient questionnaire with visual analog scale (VAS) at interval of 0, 15, 30, 60, and 120 minutes. The evaluation of side effects was based on the occurrence of hypoglycemia and digestive problems during the treatment period. Eventhough not stastistically significant, Diabetasol® leads to decreased glycemic response and longer satiety compared to controlled nutrition solid foods, with no serious side effects.
Overview of Bacterial Patterns in Diabetic Ulcer Patients at Gatot Soebroto Army Hospital and Fatmawati General Hospital and The Review According to Islamic Perspective Achya, Vioni Alvida; Eliana, Fatimah; Gunawan, Andri
Junior Medical Journal Vol. 2 No. 2 (2023): Oktober 2023
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Background: Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disease characterized by hyperglycemia resulting from defects in insulin secretion, insulin action or both. Complications of this disease are diabetic foot ulcers. Diabetic foot ulcer is an ulcer that occurs on the leg of a DM patient. One of the risk factors for diabetic foot ulcers is infection. Many diabetic foot ulcers are caused by Staphylococcus aureus and Pseudomonas spp. Method: This study used secondary data from medical records of bacterial culture of diabetic ulcer patients at the Gatot Soebroto Army Hospital and Fatmawati General Hospital from January 2018 to December 2021. Results: There are 10 most common types of bacteria at Gatot Soebroto Army Hospital, namely Escherichia Coli, Klebsiella Pneumoniae, Citrobacter Koseri, Enterobacter Aerogenes, Staphylococcus Aureus, Enterococcus Faecalis, Proteus Mirabilis, Proteus Hauseri, Streptococcus Agalactiae and Cupriavidus Pauculus. At Fatmawati General Hospital, the highest number of 10 types of bacteria were found, namely Escherichia Coli, Klebsiella Pneumoniae, Acinetobacter baumannii, Pseudomonas Aeruginosa, Enterococcus Faecalis, Proteus Mirabilis, Staphylococcus Haemolyticus, Serratia Liquefaciens, Proteus Pennerii, and Providencia Rettgeri.Conclusion: The most common bacteria found in the two hospitals are Escherichia Coli and Klebsiella Pneumoniae. In the view of Islam, Rasulullah shallallahu alaihi wa salam gives an example of a person who is healthy in body and soul as the owner of the whole world and its contents.
Pengaruh Pemberian Beras Porang (Amorphophallus Oncophyllus) Terhadap Kadar Glukosa Darah dan Lingkar Pinggang pada Penderita Sindrom Metabolik di Universitas Yarsi Serta Tinjauannya dalam Islam. Legita Suci Luthfia; Eliana, Fatimah; Asiah, Nur; Arsyad, Muhammad
Junior Medical Journal Vol. 3 No. 4 (2025): Juni 2025
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/jmj.v3i4.4913

Abstract

Latar Belakang: Sindrom Metabolik secara umum didefinisikan memenuhi tiga dari lima kriteria yang mencakup obesitas, hipertrigliserida, kadar kolesterol HDL (High-Density Lipoprotein) rendah, hipertensi dan hiperglikemia. Penderita sindrom metabolic membutuhkan sumber makanan dengan indeks glikemik rendah, seperti beras porang yang mengandung glukomanan 65%. Dalam Islam, menjaga kesehatan merupakan ibadah dan bagian dari tanggung jawab kepada Allah SWT. Metode: Studi eksperimental pada penderita sindrom metabolik di Universitas YARSI. Kadar glukosa darah dan lingkar pinggang diukur sebelum dan setelah konsumsi beras porang selama 28 hari. Hasil: Median kadar glukosa darah puasa sebelum intervensi adalah 98 mg/dl (SD 36,12) dan setelah intervensi 96 mg/dl (SD 29,14) dengan (p = 0,127). Glukosa darah 2 jam setelah makan menurun dari 127,04 ± 41,44 mg/dL menjadi 121,88 ± 41,91 mg/dL (p = 0,348). Lingkar pinggang menurun secara signifikan dari 99,85 ± 8,13 cm menjadi 95,43 ± 6,80 cm (p < 0,05). Tidak ditemukan hubungan signifikan antara kadar glukosa darah dan lingkar pinggang (p > 0,05). Kesimpulan: Pemberian beras porang selama 28 hari menurunkan rata-rata GDP sebesar 5 mg/dL dan GDPP sebesar 6 mg/dL tanpa signifikansi statistik. Penurunan lingkar pinggang rata-rata 4 cm signifikan secara statistik, menunjukkan efektivitas beras porang dalam mengurangi lemak visceral. Konsumsi beras porang sesuai prinsip halal, thayyib, dan moderasi dalam Islam.
Pengaruh Pemberian Beras Porang (Amorphophallus Oncophyllus) Terhadap Kadar HbA1c dan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada Penderita Sindrom Metabolik di Universitas YARSI serta Tinjauannya dalam Islam Maliki, Khaira; Eliana, Fatimah; Asiah, Nur; Arsyad, Muhammad
Junior Medical Journal Vol. 3 No. 4 (2025): Juni 2025
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/jmj.v3i3.4950

Abstract

Latar Belakang: Sindrom metabolik adalah masalah kesehatan global yang meningkatkan penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus tipe 2. Prevalensi sindrom metabolik di Indonesia cukup tinggi, terutama dengan obesitas sentral, rendahnya kadar kolesterol HDL, hipertensi, dan tingginya kadar gula darah sebagai komponen utama. Manajemen sindrom metabolik melibatkan modifikasi pola makan, termasuk pengurangan konsumsi karbohidrat tinggi indeks glikemik. Beras porang dengan indeks glikemik rendah dan mengandung glukomanan dapat membantu menurunkan glukosa darah serta mengontrol HbA1c dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Dalam perspektif Islam, konsumsi makanan halal dan thayyib seperti beras porang serta upaya menjaga kesehatan melalui pola makan sehat dan pencegahan sindrom metabolik adalah bagian dari ibadah.Metode: Penelitian ini menggunakan metode pre-eksperimental dengan rancangan one group pretest-posttest design. Sebanyak 27 responden penderita sindrom metabolik dipilih menggunakan teknik purposive sampling untuk mengevaluasi efek pemberian beras porang terhadap indeks massa tubuh (IMT) dan kadar HbA1c selama 28 hari.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan penurunan signifikan pada kadar HbA1c dari 5,9% menjadi 5,7% (p = 0,037) dan indeks massa tubuh dari 31,83 kg/m² menjadi 31,27 kg/m² (p < 0,001) setelah pemberian beras porang selama 28 hari. Simpulan: Pemberian beras porang selama 28 hari terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap penurunan kadar HbA1c sebesar 0,2% (p = 0,037) dan IMT sebesar 0,56 kg/m² (p < 0,001). Hasil ini menunjukkan efektivitas beras porang untuk mengendalikan HbA1c dan IMT. Pandangan Islam mendukung pemberian beras porang sebagai intervensi pola makan selaras dengan prinsip halal dan thayyib.
Prevalensi Sindrom Metabolik Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Soeharto Heerdjan Grogol Jakarta Barat dan Tinjauannya Menurut Pandangan Islam Naya, Nur Afifah Inayah; Agustina, Citra Fitri; Anshar, Fazlurrahman; Eliana, Fatimah
Junior Medical Journal Vol. 3 No. 4 (2025): Juni 2025
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/jmj.v3i4.5037

Abstract

ABSTRAK Pendahuluan: Skizofrenia adalah gangguan jiwa berat yang menyebabkan delusi, halusinasi, dan gangguan dalam berpikir, persepsi, serta perilaku. Pengidap skizofrenia sering mengalami peningkatan risiko sindrom metabolik, yang terdiri dari obesitas sentral, dislipidemia, peningkatan kadar gula darah puasa, dan hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi sindrom metabolik pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Soeharto Heerdjan, serta distribusinya berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia. Metodologi: Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain observasi deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan melakukan pengukuran fisik seperti lingkar pinggang, tekanan darah, dan kadar gula darah puasa. Analisis data menggunakan analisis univariat Hasil dan Simpulan: Sampel penelitian terdiri dari 58 pasien skizofrenia yang dirawat inap di rumah sakit di Rumah Sakit Soeharto Heerdjan. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa sindrom metabolik dialami oleh 22 orang (37,9%), sementara 36 orang (62,2%) tidak menderita sindrom metabolik. Sindrom metabolik lebih banyak terjadi pada pasien perempuan (51,7%) dibandingkan laki-laki (24,1%). Selain itu, prevalensi sindrom metabolik lebih tinggi pada pasien berusia >25 tahun (46,5%) dibandingkan pasien berusia <25 tahun (13,3%). ABSTRACT Introduction: Schizophrenia is a severe mental disorder characterized by delusions, hallucinations, and disruptions in thinking, perception, and behavior. Individuals with schizophrenia often face an increased risk of metabolic syndrome, which includes central obesity, dyslipidemia, elevated fasting blood glucose, and hypertension. This study aims to determine the prevalence of metabolic syndrome among schizophrenia patients at Soeharto Heerdjan Hospital and its distribution based on gender and age groups. Methodology: This study employed a quantitative approach with a descriptive observational design. Primary data were collected through physical measurements, including waist circumference, blood pressure, and fasting blood glucose levels. Data analysis was conducted using univariate analysis. Results and Conclusion: The study involved 58 schizophrenia patients hospitalized at Soeharto Heerdjan Hospital. The findings revealed that 22 patients (37.9%) were diagnosed with metabolic syndrome, while 36 patients (62.2%) did not have the condition. Metabolic syndrome was more prevalent among female patients (51.7%) compared to male patients (24.1%). Additionally, the prevalence of metabolic syndrome was higher in patients aged >25 years (46.5%) than those aged <25 years (13.3%).
Proliferation, Migration, and Expression of Tumor Necrosis Factor-α from Green Tea Leaf Extract (Camellia sinensis) on Keloid Fibroblast Cells: Proliferasi, Migrasi, dan Ekspresi Tumor Necrosis Factor-α Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis) pada Sel Fibroblas Keloid Dewi, Lia Sari Utami; Hadi, Restu Syamsul; Eliana, Fatimah; Hakim, Jasir
Medicra (Journal of Medical Laboratory Science/Technology) Vol. 8 No. 1 (2025): July
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21070/medicra.v8i1.1769

Abstract

Keloid is a fibroproliferative dermal disorder caused by abnormal wound healing, characterized by excessive collagen deposition that extends beyond the wound boundaries. Keloids can cause pruritus and even pain. In addition to these two issues, keloids also diminish a person's quality of life due to aesthetic problems, especially if they appear on the face or other visible areas of the skin. Combination treatments for keloids are usually more successful than single treatments. Green tea leaf extract contains epigallocatechin-3-gallate polyphenols as anti-inflammatory agents. The aim of this study is to determine the potential of green tea leaf extract by observing the proliferation, migration, and expression of TNF-α in keloid fibroblast cells. Keloid fibroblast cells were divided into five treatment groups (TH100, TH200, TH400, TH800, and DEX100) and one negative control (DS). Cell proliferation was tested using a cell counting kit-8, migration was assessed using a scratch assay, and TNF-α expression was measured using an ELISA kit. All data were analyzed using SPSS, performing One-Way ANOVA, followed by Kruskal Wallis and Mann Whitney tests. The results showed that green tea leaf extract at a dose of 800 μg/mL significantly reduced the proliferation and migration rate of keloid fibroblast cells (p < 0.05). Meanwhile, in the TNF-α expression test, no significant difference was found in reducing TNF-α expression levels in keloid fibroblast cells (p > 0.05). Green tea leaf extract has the potential to be used as an alternative treatment for keloids as it reduces the proliferation and migration of keloid fibroblast cells.