Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PENGELOLAAN PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL Amri, Imtihanah
Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Vol 4, No 3 (2017)
Publisher : Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Increased intracranial pressure is a state of neurological emergency caused by various neurological injuries and is associated with poor outcomes, including brain ischemia and even death. Rapid diagnosis, careful analysis of the pathophysiology involved, and invasive monitoring and therapy are essential for the successful management of this potentially hazardous condition. Invasive methods for diagnosis and monitoring have their own risks. New techniques in non-invasive diagnoses and ICP elevated assessments can improve morbidity and mortality, but need to be tested in large-scale clinical trials before becoming standard therapy. Until now there have been few interventions showing the efficacy of ICP reduction but not all have been shown to improve outcomes. The risks and benefits of medical and surgical interventions should be carefully evaluated and the best therapeutic options should be directed to each patient.ICP monitoring is necessary to prevent the phase of compensation into the decompensation phase. ICP monitoring can be done with the help of monitors, imaging, non-invasive measurements (TCD), advanced monitoring with several modalities. With the monitoring of ICT, the management will become more optimal. Management of ICP upgrading includes general and specific management.There are two methods of ICP monitoring that are invasive (direct) and non invasive (indirect) methods. Non-invasive method (indirectly) performed monitoring of clinical status, neuroimaging and neurosonology (Trancranial Doppler Ultrasonography / TCD). While the invasive method (directly) can be done intraventrikular, intraparenkimal, subarakhnoid / subdural, and epidural. Commonly used method is intraventricular and intraparenkimal (microtransducer sensor) because it is more accurate but need attention to the risk of bleeding and infection due to its installation. With ICP monitoring also we can know the value of CPP, which is very important, which shows whether or not perfusion is achieved by brain brain oxygenation. Keywords: Increased intracranial pressure, neurological injuries Peningkatan tekanan intrakranial merupakan sebuah keadaan emergensi neurologis yang disebabkan oleh berbagai cedera neurologis dan berhubungan dengan outcome yang buruk, termasuk iskemia otak dan bahkan kematian. Diagnosis cepat, analisis cermat terhadap patofisiologi yang terlibat, dan pemantauan invasif serta terapi  sangat penting untuk keberhasilan penatalaksanaan kondisi yang berpotensi berbahaya ini. Metode-metode invasif untuk diagnosis dan pemantauan memiliki risiko tersendiri. Teknik terbaru dalam diagnosis non-invasif dan penilaian peningkatan TIK bisa memperbaiki angka morbiditas dan mortalitas, tetapi perlu diuji dalam trial-trial klinis skala besar sebelum menjadi standar terapi. Sampai sekarang ada sedikit intervensi yang menunjukkan efikasi pengurangan TIK tetapi tidak semua telah terbukti memperbaiki outcome. Risiko dan manfaat intervensi medis dan bedah harus dievaluasi secara cermat dan pilihan-pilihan terapi terbaik harus diarahkan untuk setiap pasien.Pemantauan TIK sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya fase kompensasi ke fase dekompensasi. Pemantauan TIK dapat dilakukan dengan bantuan alat monitor, pencitraan, pengukuran non invasif (TCD), monitoring lanjutan dengan beberapa modalitas. Dengan adanya pemantauan TIK maka penatalaksanaan akan menjadi lebih optimal. Penatalaksanaan peningkatan TIK meliputi tatalaksana umum dan khusus.Ada dua metode pemantauan TIK yaitu metode invasif (secara langsung) dan non invasive (tidak langsung). Metode non invasif (secara tidak langsung) dilakukan pemantauan status klinis, neuroimaging dan neurosonology (Trancranial Doppler Ultrasonography/TCD). Sedangkan metode invasif (secara langsung) dapat dilakukan secara intraventrikular, intraparenkimal, subarakhnoid/subdural, dan epidural. Metode yang umum dipakai yaitu intraventrikular dan intraparenkimal (microtransducer sensor) karena lebih akurat namun perlu perhatian terhadap adanya risiko perdarahan dan infeksi akibat pemasangannya. Dengan pemantauan TIK juga kita dapat mengetahui nilai CPP, yang sangat penting, dimana menunjukkan tercapai atau tidaknya perfusi otak begitu juga dengan oksigenasi otak. Kata Kunci: Peningkatan Tekanan Intrakranial,  cedera neurologis
PERBANDINGAN KADAR KESADAHAN AIR PDAM DAN AIR SUMUR SUNTIK KELURAHAN TONDO KOTA PALU TAHUN 2017 CS, Regina Ni Nyoman; Amri, Imtihanah; Harun, Haerani
Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Vol 5, No 3 (2018)
Publisher : Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Latar Belakang. Air merupakan sumber daya alam yang sangat dibutuhkan untuk hidup manusia sehingga kualitas air harus diperhatikan. Salah satu standar kualitas air merupakan kadar kesadahan. Standar kesadahan air minum yang dianjurkan kurang dari 50 mg/l. Kadar kesadahan yang tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung dan urolithiasis. Metode Penelitian. Penelitian ini memakai metode deskriptif . Tempat dilakukan penelitian adalah Kelurahan Tondo Palu dimana sampel diambil di dua tempat yang berbeda yaitu RT 4 RW 13 dan RT 1 RW 3. Sampel air pada penelitian ini diambil pada Februari 2018. Hasil Penelitian. Hasil stasistik menunjukan bahwa nilai rata-rata kadar kesadahan dari air sumur suntik adalah 14,067 ±6,595 dan hasil untuk air PDAM menunjukan nilai rata-rata kadar kesadahan adalah 13,4 ±10,432. Hasil ini menunjukan bahwa kadar kesadahan dari air PDAM dan air sumur suntik dengan uji-t Independent tidak memiliki perbedaan yang bermakna (p= 0,836) Kesimpulan. Penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan secara bermakna antara kadar kesadahan dari air PDAM dan air sumur suntik di kelurahan tondo kota palu. Kata kunci: Air PDAM, Air Sumur Suntik, Kesadahan, Magnesium, Kalsium
IDENTIFICATION OF BACTERIA VARIATION AT POLYCLINIC OF TADULAKO GENERAL HOSPITAL IN 2018 Amri, Imtihanah; Ramadani, Fifi; Adawiyah, Rabiatul
Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Vol 6, No 3 (2019)
Publisher : Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKLatar Belakang: Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga merupakan tempat yang rentan terjadinya infeksi nosokomial akibat kurangnya kesadaran terhadap pemeliharaan kebersihan. Poliklinik adalah balai pengobatan umum yang tidak untuk perawatan atau pasien menginap. Pasien sering berkunjung ke poliklinik khususnya untuk RSU Tadulako yang belum membuka pelayanan rawat inap dan kebanyakan orang-orang yang berkunjung ke poliklinik maupun rumah sakit sering terkena infeksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi variasi bakteri pada ruang poli RSU Tadulako tahun 2018.Metode Penelitian: Jenis penelitian yang dipakai adalah jenis penelitian kualitatif dengan studi observasional deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan secara judgement sampling. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan kapas lidi steril dengan mengapuskan pada gagang pintu bagian dalam ruaang poli dan tepi dari tempat tidur. Bakteri diidentifikasi dengan uji biokimia dan pewarnaan gramHasil: Hasil penelitian menunjukkan pada sampel ditemukan  3 genus, yakni Citrobacter sp. (42,8%), Hafnia alvei (35,7%), dan Serratia sp. (21,4%).Kesimpulan: Ragam variasi bakteri yang ditemukan di poliklinik Rumah Sakit Umum Tadulako adalah Citrobacter sp, Hafnia alvei, dan Serratia sp. dengan Citrobacter sp. sebagai populasi tertinggi. Kata kunci: bakteri, infeksi, rumah sakit  ABSTRACTBackground: Hospital is a health care institution that provide individual health service in plenary which provides inpatient, outpatient, and emergency care.  The hospital is also a vulnerable place for nosocomial infections due to lack of awareness of hygiene maintenance. Polyclinic is a general treatment hall that is not for treatment or patient stay. Patients often visit the clinic especially for Tadulako General Hospital which has not opened inpatient service and most people who visit polyclinic or hospital are often infected. The purpose of this research was to identify bacterial variation at the polyclinic of Tadulako General Hospital in 2018.Method: The type of research was qualitative research with descriptive observational study. Sampling as carried by judgment sampling. The sample were taken by sterile cotton stick than swab it off inside the door handle and the edge of the hospital bed. Bacterial species was identified by biochemical test and gram staining was performed which resulted inResults: The results showed that samples contained 3 genus which are Citrobacter sp. (42.8%), Hafnia alvei (35.7%), and Serratia sp. (21.4%).Conclusion: Variety of bacteria found in polyclinic of Tadulako General Hospital are Citrobacter sp, Hafnia alvei, andSerratia sp. with Citrobacter sp. as the highest population. Keywords: bacteria, infection, hospital
PERBANDINGAN EFEK ANTARA DEXMEDETOMIDIN DOSIS 0.25 MCG/KGBB DAN 0.5 MCG/KGBB INTRAVENA TERHADAP DURASI BLOK ANESTESI SPINAL PADA BEDAH EKTREMITAS BAWAH Fahruddin, Fahruddin; Amri, Imtihanah; Wahyudi, Wahyudi
Healthy Tadulako Journal (Jurnal Kesehatan Tadulako) Vol. 3 No. 2 (2017)
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (929.826 KB) | DOI: 10.22487/htj.v3i2.46

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai perbadingan efek pemberian dexmedetomidin dosis 0.25 mcg/kgBB dan 0.5 mcg/kgBB secara inravena terhadap durasi blok sensorik, blok motorik dan kejadian efek samping pada pasien yang menjalani bedah ekstremitas bawah dengan anestesi spinal. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental, dimana 40 pasien dewasa dengan kategori PS ASA I/II yang direncanakan untuk menjalani bedah elektif pada ektremitas bawah dengan anestesi spinal secara acak dibagi dalam dua kelompok. Setiap kelompok mendapatkan anestesi spinal dengan Bupivacain hiperbarik 0,5% 2,5 mL. kelompok D0,25 mandapatkan dexmedetomidin 0,25 mcg/kgBB dan kelompok D0,5 mendapatkan dexmedetomidine 0,5 mcg/kgBB yang diberikan intravena selama 10 menit, 30 menit setelah anestesi spinal dilakukan. Waktu regresi 2 segmen, waktu regresi blok motorik dan angka kejadian efek samping kemudian dicatat. Hasil menunjukkan durasi blok sensorik pada kelompok D0,5 lebih panjang secara signfikan (145,90 ± 7,18) dibandingkan kelompok D0,25 (125,95 ± 6,93) (P = 0,000). Durasi blok motorik pada kelompok D 0,5 lebih panjang secara signfikan (151,70 ± 12,63) dibandingkan dengan kelompok D0,25 (141,85 ± 6,23) (P = 0,003). Tidak ada perbedaan angka kejadian efek samping pada kedua kelompok ( P = 0,134). Pemberian dexmedetomidin dosis 0,5 mcg/kgBB intravena memperpanjang durasi baik blok sensorik dan motorik dibandingkan dosis to 0,25 mcg/kgBB tanpa adanya perbedaan kejadian efek samping.
PENGARUH TERAPI RELAKSASI TERHADAP TINGKAT STRES KERJA PERAWAT Amri, Imtihanah; Mansyur Thalib, Moh.
Healthy Tadulako Journal (Jurnal Kesehatan Tadulako) Vol. 4 No. 1 (2018)
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (418.469 KB) | DOI: 10.22487/htj.v4i1.57

Abstract

Perawat termasuk dalam kelompok pekerjaan yang paling memunculkan stres. Berbagai ketegangan dari stres yang dialami perawat akan mengganggu situasi dan konsentrasi kerja. Keadaan ini bisa mengakibatkan menurunnya kinerjayang tentunya sangat merugikan diri perawat dan rumah sakit. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi stress adalah terapi relaksasi yang dapat membuat individu lebih mampu menghindari reaksi karena adanya stres danmengurangi kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan stres. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan desain eksperimen, yaitu: quasi experiment one group pre test-post test design. Penentuan peserta terapi relaksasi menggunakan metode purposive non random sampling, yaitu pemilihan sampel sesuai dengan tujuan yang dikehendaki, yaitu perawat dengan tingkat stress yang tergolong tinggi. Peserta terapi relaksasi adalah 10 orang perawatIGD RSUD Undata Palu. Intervensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah terapi relaksasi dan follow up. Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, data skala stress perawat dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif untukmenganalisis data tingkat stress perawat saat pretest dan posttest. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ini terbukti. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pengaruh terapi relaksasi terhadaptingkat stress kerja perawat. Setelah perawat mengikuti terapi relaksasi, maka tingkat stresnya menurun atau menjadi lebih rendah, dibandingkan sebelum perawat mengikuti terapi relaksasi.
A HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN OTITIS MEDIA PADA ANAK DI RS ANUTAPURA PALU Rahma, Rahma; Nayoan, Christin Rony; Amri, Imtihanah; White, I Putu Ferry Immanuel
Medika Alkhairaat: Jurnal Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Vol 7 No 01 (2025): April
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31970/ma.v7i01.257

Abstract

Otitis media merupakan peradangan pada mukoperiosteum telinga tengah. Infeksi dapat disebabkan oleh virus dan bakteri, dan berdasarkan waktu dibagi akut maupun kronik. Ditemukan banyak pada usia balita dan anak dengan berbagai faktor risiko salah satunya yaitu status gizi yang berperan terhadap imunitas tubuh. Status gizi yang baik akan menurunkan risiko terjadinya penyakit infeksi maupun sebaliknya. Penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, simple random sampling yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel sebanyak 65 orang, sebagian besar laki-laki dan berada pada usia 1-5 tahun. Berdasarkan klasifikasi Otitis Media, jumlah responden terbanyak terdapat pada Otitis Media Suppuratif Akut yaitu 47 orang (72,31%) dan untuk kategori status gizi paling banyak terdapat pada status gizi normal yaitu 34 orang (52,31%). Hasil uji Rank Correlation Spearman didapatkan nilai p = 0,000 , dengan dengan nilai koefisien positif, 0,487, yang artinya terdapat hubungan antara status gizi dengan otitis media pada anak dengan kekuatan hubungan cukup dan arah hubungan searah. Terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian otitis media pada anak di RS Anutapura Palu, dengan sebaran lebih banyak pada anak laki-laki usia 1-5 tahun. ABSTRACT Otitis media is inflammation of the middle ear mucoperiosteum. Infections can be caused by viruses and bacteria, and based on time they can be divided into acute or chronic. This is often found in toddlers and children with various risk factors, one of which is nutritional status which plays a role in the body's immunity. Good nutritional status will reduce the risk of infectious diseases and vice versa. Method used in this research is quantitative research with a cross sectional approach, simple random sampling in accordance with inclusion and exclusion criteria. Results show that the total sample was 65 people, mostly boys and aged 1-5 years. Based on the Otitis Media classification, the highest number of respondents in Acute Suppurative Otitis Media was 47 people (72.31%) and for the nutritional status category the highest number was normal nutritional status, namely 34 people (52.31%). The results of the Spearman Rank Correlation test obtained a value of p = 0.000 with a positive coefficient value of 0.487, which means there is a relationship between nutritional status and otitis media in children with the strength of the relationship being sufficient and in the same direction. the relationship is in the same direction. In conclusion there is a relationship between nutritional status and the incidence of otitis media in children at Anutapura Hospital, Palu, with a greater distribution in boys aged 1-5 years.
Comparison of Neutrophile-to-Lymphocyte Ratio Between Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome in Pediatric Patients at Anutapura Hospital Amri, Imtihanah; Rahma, Rahma; Hutasoit, Gina Andyka; Putri, Ayu Sekarani Damana; Harun, Haerani; Rasyid, Riyadh
Journal of Health and Nutrition Research Vol. 4 No. 1 (2025)
Publisher : Media Publikasi Cendekia Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56303/jhnresearch.v4i1.360

Abstract

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an acute viral infectious disease that attacks the body. DHF is divided into 4 grades (I, II, III, IV), in which degrees 3 and 4 are also known as Dengue Shock Syndrome (DSS). When the disease severity is detected too late, it can be fatal. Therefore, a predictor or inflammatory marker is needed to detect and predict this. In this study, the inflammatory marker assessed is the NLR value. This study compares the neutrophil-lymphocyte ratio and the incidence of Dengue Hemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome in pediatric patients at the Anutapura Regional Hospital, Central Sulawesi Province. This study uses an observational analytical method with a cross-sectional design using secondary data from medical records at the Anutapura Regional Hospital, Palu, in 2021-2023. The sample included is patients with a diagnosis of DHF, totaling 100 samples. The sampling technique used is random sampling. Based on the Mann-Whitney test, a significant difference (p = 0.001) was found in the NLR value between DHF and DSS. The mean NLR in DHF was lower (1.28 (±0.98 SD)) than in DSS (2.07 (±1.59 SD)). There was no significant relationship between age (p=0.217) and gender (p=0.597) in the DHF and DSS groups. It is then concluded that there is a significant difference in NLR values between DHF and DSS, where NLR values are lower in DHF and higher in DSS.
Pemberian Citicoline pada Tikus Cedera Saraf Mentalis: Ekspresi Gen SIRT1 Ganglion Trigeminal: The Administration of Citicoline on Rat Model with Mental Nerve Crush Injury: Gene Expression of Trigeminal Ganglion SIRT1 Pakaya, David; Tinta, Iniche; Ibrahim, Elfiana; Amri, Imtihanah
Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) (e-Journal) Vol. 4 No. 1 (2018): (March 2018)
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (231.861 KB) | DOI: 10.22487/j24428744.2018.v4.i1.10005

Abstract

Cedera saraf perifer menyebabkan jumlah neuron menurun di ganglion sensorik, sehingga regenerasinya tidak baik. Pemberian Citicoline telah dilaporkan dapat memperbaiki kondisi fungsi motorik dan mencegah nyeri neuropati pada model tikus cedera saraf perifer. Pada ganglion sensorik, peningkatan regenerasi terkait dengan SIRT1 yang mendorong kelangsungan hidup neuron. Penelitian ini bertujuam untuk menguji hipotesis bahwa pemberian citicoline meningkatkan ekspresi gen SIRT1 fase akut pada model tikus cedera saraf mentalis. Setelah dianestesi, saraf mentalis kanan dijepit dengan klem tanpa gerigi selama 30 detik. Tikus-tikus dibagi menjadi 3 kelompok, kelompok operasi sham, kelompok cedera dan kelompok citicoline. Citicoline diberikan secara i.p. 50 mg/kg BB/hari selama 7 hari. Tikus dinekropsi pada hari ke-1, 3 dan 7 setelah cedera. Pada hari ke-1,3,7 (3 tikus per kelompok), ganglion trigeminal kanan dipotong dan diekstraksi RNA, reverse transcriptase PCR dan qPCR untuk melihat ekspresi gen SIRT1. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan ekspresi SIRT1 hari ke-7 setelah cedera saraf mentalis tikus yang diberikan terapi citicoline i.p. Sebagai kesimpulan, pemberian citicolin segera setelah cedera saraf mentalis meningkatkan ekspresi SIRT1 pada hari ke-7.