Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

ANALISIS KOMPARATIF METODE ISTINBATH AHLUL HADIS DAN AHLURRA’YI DALAM KEPUTUSAN PERADILAN ISLAM Jaidi, Muhammad; Jalaluddin, Jalaluddin; Azhari, Fathurrahman; Hamdi, Fahmi
AL-FALAH: Jurnal Keislaman dan Kemasyarakatan Vol 24, No 2 (2024): Published in September of 2024
Publisher : STAI AL FALAH Banjarbaru

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47732/alfalahjikk.v24i2.481

Abstract

Abstract This article aims to conduct a comparative analysis of the istinbath (legal deduction) methods used by two groups in Islamic jurisprudence, namely Ahlul Hadis and Ahlurra’yi, and their implications for Islamic court decisions. The research method used is a literature study with a qualitative approach. Ahlul Hadis is a group that emphasizes the use of the hadith of the Prophet Muhammad SAW as the main source in extracting the law. They believe that the hadith of the Prophet is the second source of Islamic law after the Quran, so they highly uphold the authority of the hadith and reject the excessive use of ra’yu (reason). On the other hand, Ahlurra’yi is a group that emphasizes the use of ra’yu (reason) in establishing the law. They believe that ijtihad (independent reasoning) using human intellect is important and necessary, especially in responding to new problems that are not explicitly regulated in the Quran and hadith. The difference in the istinbath method between Ahlul Hadis and Ahlurra’yi has implications for the differences in the legal products produced by the two groups, which in turn also affect the decisions of Islamic courts. In the context of court decisions, the difference in the istinbath method can lead to differences in the interpretation and application of the law, which can impact the disparity of decisions between judicial institutions.   Keywords: Ahlul Hadis, Ahlurra’yi, Islamic Judiciary, Istinbath. AbstrakArtikel ini bertujuan untuk melakukan analisis komparatif terhadap metode istinbath (penggalian hukum) yang digunakan oleh dua kelompok dalam fikih Islam, yaitu Ahlul Hadis dan Ahlurra’yi, serta implikasinya terhadap keputusan peradilan Islam. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan dengan pendekatan kualitatif. Ahlul Hadis merupakan kelompok yang menekankan pada penggunaan hadis Nabi Muhammad SAW sebagai sumber utama dalam menggali hukum. Mereka meyakini bahwa hadis Nabi adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Quran, sehingga mereka sangat menjunjung tinggi otoritas hadis dan menolak penggunaan ra’yu (nalar) yang berlebihan. Di sisi lain, Ahlurra’yi adalah kelompok yang lebih menekankan pada penggunaan ra’yu (nalar) dalam menetapkan hukum. Mereka berpandangan bahwa ijtihad dengan menggunakan akal pikiran manusia merupakan sesuatu yang penting dan dibutuhkan, terutama dalam merespons permasalahan-permasalahan baru yang tidak secara eksplisit diatur dalam Al-Quran dan hadis. Perbedaan metode istinbath antara Ahlul Hadis dan Ahlurra’yi ini berimplikasi pada perbedaan produk hukum yang dihasilkan oleh kedua kelompok, yang selanjutnya juga mempengaruhi putusan-putusan peradilan Islam. Dalam konteks keputusan peradilan, perbedaan metode istinbath ini dapat menimbulkan perbedaan penafsiran dan penerapan hukum, sehingga dapat berdampak pada disparitas putusan antar lembaga peradilan.  Kata Kunci: Ahlul Hadis, Ahlurra’yi, Istinbath, Peradilan Islam.
FENOMENA GHOSTING SEBAGAI PEMICU PERCERAIAN DI INDONESIA Jaidi, Muhammad
AL-FALAH: Jurnal Keislaman dan Kemasyarakatan Vol 25, No 2 (2025): Published in September of 2025
Publisher : STAI AL FALAH Banjarbaru

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47732/alfalahjikk.v%vi%i.695

Abstract

Abstract This study aims to examine the Ghosting phenomenon as a trigger for divorce among Generation Z in Indonesia, focusing on its psychological impact on victims and gender dynamics within relationships. Using a mix-method approach, quantitative data was obtained from the 2024 statistics of the Ministry of Religion, which showed that Ghosting accounted for 8.4% of 408,347 divorce cases, while qualitative data was collected through in-depth interviews with 1,500 Millennial and Gen Z respondents across 12 major cities. The findings reveal that Ghosting reflects poor communication patterns and emotional instability, worsening marital conflicts in the digital age. Urbanization and technological access have exacerbated this trend, with West Java recording the highest number of cases (88,842). The research highlights the importance of premarital education and effective communication modules to help couples navigate modern challenges such as instant culture, economic pressures, and lack of emotional understanding. Psychological factors like low self-esteem and social anxiety also emerged as predictors of Ghosting behavior. Although this study provides insights into the relationship between Ghosting and divorce, its limitations lie in the minimal exploration of local cultural contexts and longitudinal analysis. Therefore, further research is needed to develop holistic and inclusive solutions. Keywords: A Trigger for Divorce, In Indonesia, The Phenomenon of Ghosting. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji fenomena Ghosting sebagai salah satu pemicu perceraian di kalangan Generasi Z di Indonesia, dengan fokus pada dampak psikologisnya terhadap korban serta dinamika gender dalam hubungan. Menggunakan pendekatan mix-method, data kuantitatif diperoleh dari statistik Kementerian Agama tahun 2024 yang menunjukkan bahwa Ghosting menyumbang 8,4% dari total 408.347 kasus perceraian, sementara data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan 1.500 responden Milenial dan Gen Z di 12 kota besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ghosting mencerminkan pola komunikasi buruk dan ketidakstabilan emosional yang meningkatkan risiko keretakan rumah tangga, terutama di era digital. Urbanisasi dan akses teknologi juga memperburuk tren ini, dengan Jawa Barat mencatat kasus tertinggi (88.842 kasus). Penelitian ini menyoroti pentingnya edukasi pranikah dan modul komunikasi efektif untuk membantu pasangan menghadapi tantangan modern seperti budaya instan, tekanan ekonomi, dan minimnya pemahaman emosional. Faktor psikologis seperti harga diri rendah dan kecemasan sosial turut menjadi prediktor perilaku Ghosting. Meskipun penelitian ini memberikan wawasan tentang hubungan antara Ghosting dan perceraian, keterbatasannya terletak pada minimnya eksplorasi konteks budaya lokal dan analisis longitudinal. Oleh karena itu, penelitian lanjutan diperlukan untuk menghasilkan solusi holistik yang inklusif. Kata Kunci: Fenomena Ghosting, Pemicu Perceraian, Indonesia.
FILSAFAT HUKUM ISLAM SEBAGAI LANDASAN EPISTEMOLOGIS STUDI HUKUM HOLISTIK Kamilah, Nasywa; Jaidi, Muhammad
I’tiqadiah: Jurnal Hukum dan Ilmu-ilmu Kesyariahan Vol. 2 No. 3 (2025): Oktober : I’tiqadiah
Publisher : Yayasan Baitul Hikmah al-Zain

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63424/itiqadiah.v2i3.454

Abstract

This study explores the philosophical foundations of Islamic law to address contemporary epistemic crises caused by secularization and legal positivism, particularly in Indonesia’s pluralistic context. Through a qualitative-philosophical design, it analyzes six integrated epistemological pillars Al-Ghazali’s synthesis of revelation-reason-morality, al-Shāṭibī’s maqāṣid al-sharīʿah, Harun Nasution’s transcendent-empirical bridge, Juhaya S. Praja’s contextual dialectics, critique of Kelsen’s legal positivism, and multidisciplinary integration to reconstruct a holistic Islamic legal philosophy that unites kauliyah (scriptural values) and kauniyah (empirical sciences). Findings reveal that reducing Islamic law to formalistic rules ignores its transformative, ethical, and contextual essence. The proposed framework not only counters Western positivist limitations but also provides an epistemological basis for expanding Islamic law beyond marriage and banking into socio-environmental-economic domains such as climate justice, inclusive economics, and minority rights. While normative and non-empirical, this model offers a robust foundation for future participatory policy development among ulama, scholars, and state actors.  
ANALISIS MUQADDIMAH MUHAMMAD SYUKRI UNUS DALAM KITAB IS’AFUL KHOID FI ILMI AL-FARAIDH Jaidi, Muhammad
An-Nahdhah | Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 16 No. 2 (2023): An-Nahdhah Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan
Publisher : Institut Agama Islam Darul Ulum Kandangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63216/annahdhah.v16i2.183

Abstract

Abstract: This study examines a Malay-language book authored by one of the famous scholars who is still alive in Banjarmasin. The book is Is'aful Khoid Fi Ilmi Al-Faraidh, a translation into Malay of the book Tuhfah As-Saniyyah Fi Ahwal Al-Waratsatil Arba'iniyyah authored by Shaykh Hasan Muhammad Al-Masysyath Al-Makki. In addition to being translated into Malay, there are also additional explanations and procedures in calculating inheritance. This research is a library research. The subject is a number of literatures related to the problem under study. The object of this research is the analysis of muqaddimah in the book Is'aful Khoid Fi Ilmi Al-Faraidh which discusses the science of faraidh or the science of inheritance. This research produces findings, namely that in the muqaddimah of the book Is'aful Khoid Fi Ilmi Al-Faraidh there is an explanation of the science of faraidh in the form of definitions, urgency, virtues, sources, laws, concise examples, pillars, conditions, causes, and barriers in Islamic inheritance.
TRANSFORMASI KONSEP MUSYTARAKAH PADA ADAT WARIS ISLAM BANJAR Jaidi, Muhammad
An-Nahdhah | Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17 No. 1 (2024): An-Nahdhah - Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan
Publisher : Institut Agama Islam Darul Ulum Kandangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63216/annahdhah.v17i1.299

Abstract

This research focuses on the transformation of the musytarakah concept within the inheritance customs of Banjar Islam. The selection of this topic is based on the importance of understanding how the principles of justice in inheritance distribution can be applied in the local context of the Banjar community. The hypothesis of this study is that the musytarakah concept introduced by Umar bin Khattab can be adapted and applied in the Banjar's badamai customs to resolve inheritance disputes fairly. The research method used is a descriptive qualitative analysis with a case study approach in the Banjar community. The results of the study show that the musytarakah principle, which emphasizes justice and dispute resolution, can be applied in badamai customs, although there are some differences in the implementation mechanisms. This transformation demonstrates that the musytarakah concept can be adjusted to local social and cultural norms, providing an effective solution to inheritance distribution issues.
DAMPAK KORUPSI TERHADAP KEMISKINAN DAN PERCERAIAN DI INDONESIA: ANALISIS DATA DAN IMPLIKASINYA Jaidi, Muhammad
An-Nahdhah | Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 18 No. 1 (2025): An-Nahdhah - Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan
Publisher : Institut Agama Islam Darul Ulum Kandangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini mengangkat isu penting mengenai dampak korupsi terhadap kemiskinan dan perceraian di Indonesia, yang merupakan fenomena sosial yang krusial dan mendesak untuk ditangani. Hipotesis yang diajukan adalah bahwa korupsi memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan tingkat kemiskinan dan angka perceraian. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis data sekunder, dengan mengumpulkan informasi dari berita online yang terpercaya dan website resmi seperti Badan Pusat Statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara tingkat korupsi dan peningkatan kemiskinan, yang pada gilirannya berkontribusi pada tingginya angka perceraian, terutama di kalangan perempuan dan anak-anak. Temuan ini menegaskan bahwa korupsi tidak hanya merugikan ekonomi negara, tetapi juga berdampak langsung pada kesejahteraan sosial masyarakat. Oleh karena itu, hasil penelitian ini penting untuk menjadi dasar bagi pengembangan kebijakan yang lebih efektif dalam pemberantasan korupsi dan pengentasan kemiskinan, serta perlindungan terhadap keluarga yang terdampak.
Kedudukan Siyasah Dusturiyyah Studi Kasus Politisasi Pemilu 2024 Analisis Peradilan Hukum Islam Jaidi, Muhammad; Hasan , Ahmadi; Umar , Masyithah; Khasyi’in, Nuril
Indonesian Journal of Islamic Jurisprudence, Economic and Legal Theory Vol. 2 No. 2 (2024): Implementation and Dynamics of Islamic Law and Civil Law in Indonesia
Publisher : Sharia Journal and Education Center Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62976/ijijel.v2i2.543

Abstract

Abstract Analysis of the position of siyasah dusturiyyah (constitutional politics) in the context of the politicization of the 2024 Elections in Indonesia and from the perspective of Islamic judicial law. The research employs a qualitative approach with descriptive-analytical methods, examining relevant literature and secondary data to reveal how siyasah dusturiyyah is applied in the political and legal processes of elections. The findings indicate that siyasah dusturiyyah is a fundamental element in the formation of state law, encompassing legislation, government administration, and the enforcement of fair and transparent laws in accordance with Sharia principles. In the context of the 2024 Elections, integrity and neutrality are highlighted as key factors in ensuring fairness and representativeness in governance. The Constitutional Court (MK) plays a strategic role in resolving electoral disputes, upholding the rule of law, and ensuring the electoral process is fair. The research asserts that the collaboration between law and politics through the siyasah dusturiyyah framework can create a stable, just, and accountable governance system. By applying Sharia principles in political and legal processes, the government can reflect Islamic teachings while fulfilling the aspirations of society as a whole. Integrity and transparency in elections are identified as imperative to achieve a representative and just government. Keywords: Siyasah Dusturiyyah, Election Politicization, 2024 Elections, Islamic Law, Judicial Analysis, Position. Abstrak Analisis kedudukan siyasah dusturiyyah (politik perundang-undangan) dalam konteks politisasi Pemilu 2024 di Indonesia dan dari perspektif peradilan hukum Islam. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif-analitis, mengkaji literatur dan data sekunder yang relevan untuk mengungkap bagaimana siyasah dusturiyyah diterapkan dalam proses politik dan hukum pemilu. Temuan penelitian menunjukkan bahwa siyasah dusturiyyah merupakan elemen fundamental dalam pembentukan hukum negara, mencakup pembuatan undang-undang, administrasi pemerintahan, dan penegakan hukum yang adil dan transparan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam konteks Pemilu 2024, integritas dan netralitas dinyatakan sebagai faktor kunci untuk menjamin keadilan dan representativitas pemerintahan. Mahkamah Konstitusi (MK) berperan strategis dalam menyelesaikan sengketa pemilu, menegakkan aturan hukum, dan memastikan proses pemilu berjalan dengan adil. Penelitian ini menegaskan bahwa kolaborasi antara hukum dan politik melalui kerangka siyasah dusturiyyah dapat menciptakan sistem pemerintahan yang stabil, adil, dan akuntabel. Dengan menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam proses politik dan hukum, pemerintah dapat mencerminkan ajaran Islam sekaligus memenuhi aspirasi masyarakat secara menyeluruh. Integritas dan transparansi dalam pemilu diidentifikasi sebagai keharusan untuk mencapai pemerintahan yang representatif dan berkeadilan. Kata Kunci: Siyasah Dusturiyyah, Politisasi Pemilu, Pemilu 2024, Hukum Islam, Analisis Peradilan, Kedudukan.
Peradilan Adat Badamai Kewarisan Islam Banjar Perspektif Madrasah Ahlul Hadis Dan Madrasah Ahlurra’yi Jaidi, Muhammad; Jalaluddin, Jalaluddin; Azhari, Fathurahman; Hamdi, Fahmi
Interdisciplinary Explorations in Research Journal Vol. 2 No. 2 (2024)
Publisher : PT. Sharia Journal and Education Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62976/ierj.v2i2.599

Abstract

Abstrack The customary court of Badamai is a significant cultural heritage preserved in various regions of Indonesia, reflecting local wisdom in resolving disputes and upholding justice. Among the Banjar community in South Kalimantan, Badamai is a deeply rooted form of dispute resolution that prioritizes deliberation and consensus. This practice not only reflects the social values of the Banjar community but also demonstrates the flexibility of Islamic law in adapting to local contexts. This study aims to explore the application of Islamic inheritance law within the framework of the Badamai customary court from the perspectives of the Madrasah Ahlul Hadis and the Madrasah Ahlurra’yi. By examining how these two schools of thought interpret and apply Islamic inheritance laws, the research provides a comprehensive understanding of the interaction between Islamic jurisprudence and local traditions. The findings highlight the adaptability of Islamic law in accommodating local customs, contributing to the broader discourse on the integration of Islamic principles with indigenous practices. This exploration offers valuable insights into the dynamic relationship between religious jurisprudence and cultural heritage, emphasizing the importance of contextualizing Islamic law within the unique socio-cultural landscape of the Banjar community. Keywords: Customary Court, Badamai, Banjar Community, Islamic Inheritance Law, Madrasah Ahlul Hadis, Madrasah Ahlurra’yi Abstrak Peradilan adat Badamai merupakan salah satu warisan budaya yang masih dilestarikan di berbagai daerah di Indonesia, mencerminkan kearifan lokal dalam menyelesaikan perselisihan dan menegakkan keadilan. Di kalangan masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan, Badamai adalah bentuk penyelesaian sengketa yang kuat mengakar yang mengutamakan musyawarah dan mufakat. Praktik ini tidak hanya mencerminkan nilai-nilai sosial masyarakat Banjar tetapi juga menunjukkan fleksibilitas hukum Islam dalam beradaptasi dengan konteks lokal. Studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi penerapan hukum kewarisan Islam dalam kerangka peradilan adat Badamai dari perspektif Madrasah Ahlul Hadis dan Madrasah Ahlurra’yi. Dengan meneliti bagaimana kedua aliran pemikiran ini menafsirkan dan menerapkan hukum kewarisan Islam, penelitian ini memberikan pemahaman komprehensif tentang interaksi antara yurisprudensi Islam dan tradisi lokal. Temuan ini menyoroti kemampuan adaptasi hukum Islam dalam mengakomodasi adat setempat, berkontribusi pada diskursus yang lebih luas tentang integrasi prinsip-prinsip Islam dengan praktik-praktik adat. Eksplorasi ini menawarkan wawasan berharga tentang hubungan dinamis antara yurisprudensi agama dan warisan budaya, menekankan pentingnya mengontekstualisasikan hukum Islam dalam lanskap sosio-kultural unik masyarakat Banjar. Kata Kunci: Peradilan Adat, Badamai, Masyarakat Banjar, Hukum Kewarisan Islam, Madrasah Ahlul Hadis, Madrasah Ahlurra’yi
Reform of Mahar Law: An Analysis of the Pre-Islamic Shigar Marriage Tradition diaana, riskaa; Riduan, Muhammad; Kamil, Muhammad Ihsanul; Jaidi, Muhammad
Jurnal Marital: Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 4 No 1 (2025): MARITAL: Kajian Hukum Keluarga Islam
Publisher : IAIN Parepare

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35905/marital_hki.v4i1.15028

Abstract

Abstract : In the marriage practices of pre-Islamic Arab (Jahiliyah) society, which were rife with injustice, particularly in nikah shigar a form of exchange marriage where the dowry was not a gift from the groom to the bride but rather a compensation involving the exchange of the bride’s sister to the groom’s brother this practice reduced women to mere objects of family transactions, disregarding their dignity and autonomy. The purpose of this study is to analyze the influence of Jahiliyah marriage traditions, particularly nikah shigar, on the reform of Islamic family law, with a focus on the transformation of the dowry concept from a form of compensation to a mandatory right and a symbol of spiritual-emotional commitment. The method used is qualitative with a historical-normative approach, relying on a literature review of primary sources (the Qur’an, Hadith, and historical texts) and secondary sources (books, journals, and academic works). The analysis is conducted critically to identify continuities and discontinuities between pre-Islamic traditions and Islamic law. The main findings indicate that Islam introduced revolutionary reforms by completely abolishing practices like nikah shigar and similar customs. The dowry was reformed into iwadl, a mandatory financial and symbolic gift from the husband to the wife, affirming women’s economic and legal independence. Consequently, women were no longer treated as objects of exchange but as sovereign legal subjects. Marriage shifted from a transactional family arrangement to a bond based on mawaddah wa rahmah (love and compassion). This dowry reform serves as strong evidence that pre-Islamic traditions acted as a catalyst for fundamental changes in the Islamic family law system, while also affirming the principle of gender justice at the core of Islamic teachings. Abstrak : Dalam praktik pernikahan masyarakat Arab Pra-Islam (Jahiliyah) yang sarat ketidakadilan, khususnya nikah shigar, sebuah bentuk pernikahan tukar-menukar di mana mahar bukanlah pemberian dari mempelai pria kepada wanita, melainkan kompensasi berupa penyerahan saudara perempuan mempelai wanita kepada saudara mempelai pria. Praktik ini mereduksi perempuan menjadi objek transaksi keluarga, mengabaikan martabat dan otonomi mereka. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh tradisi pernikahan Jahiliyah, khususnya nikah shigar, terhadap reformasi hukum keluarga dalam Islam, dengan fokus pada transformasi konsep mahar dari bentuk kompensasi menjadi hak wajib dan simbol komitmen spiritual-emosional. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan historis-normatif, mengandalkan studi literatur terhadap sumber primer (Al-Qur’an, Hadis, dan kitab sejarah) serta sekunder (buku, jurnal, dan karya akademik). Analisis dilakukan secara kritis untuk mengidentifikasi kontinuitas dan diskontinuitas antara tradisi pra-Islam dan hukum Islam. Temuan utama menunjukkan bahwa Islam melakukan reformasi revolusioner dengan menghapus habis praktik nikah shigar dan sejenisnya. Mahar direformasi menjadi “iwadl” pemberian wajib finansial dan simbolis dari suami kepada istri, yang menegaskan kemandirian ekonomi dan hukum perempuan. Dengan demikian, perempuan tidak lagi diperlakukan sebagai barang tukar, melainkan sebagai subjek hukum yang berdaulat. Pernikahan pun bergeser dari ikatan transaksional keluarga menjadi ikatan berbasis mawaddah wa rahmah (cinta dan kasih sayang). Reformasi mahar ini menjadi bukti kuat bahwa tradisi pra-Islam justru menjadi katalisator bagi perubahan mendasar dalam sistem hukum keluarga Islam, sekaligus menegaskan prinsip keadilan gender yang menjadi inti ajaran Islam.