Latar Belakang: Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, merupakan wilayah dengan aktivitas pengolahan nikel yang cukup intensif, yang berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan perairan, khususnya di Kecamatan Morosi. Paparan logam berat seperti merkuri (Hg) pada ekosistem perairan menimbulkan risiko terhadap biota akuatik, termasuk ikan nila (Oreochromis niloticus), yang merupakan salah satu sumber pangan utama masyarakat setempat..Tujuan:Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas air, mengukur konsentrasi merkuri dalam jaringan ikan nila, serta menilai potensi risiko kesehatan masyarakat akibat konsumsi ikan yang terkontaminasi.Metode:Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode pengukuran parameter fisik kualitas air, yang meliputi oksigen terlarut (DO), total zat terlarut (TDS), konduktivitas, salinitas, dan kekeruhan. Analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL) dilakukan melalui perhitungan Risk Quotient (RQ) untuk menilai tingkat risiko paparan. Sampel ikan nila dikumpulkan dari lima lokasi strategis dan dianalisis menggunakan spektrofotometri serapan atom (AAS) untuk mendeteksi kadar merkuri. Responden masyarakat ditentukan secara purposif, dengan jumlah sampel sebanyak 100 orang berdasarkan perhitungan rumus Slovin. Hasil:Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter fisik kualitas air bervariasi pada lima lokasi, dengan beberapa parameter mendekati batas ambang minimal kualitas air. Konsentrasi merkuri dalam jaringan ikan nila berkisar antara 0,000971 hingga 0,0021 mg/kg, dengan nilai tertinggi ditemukan pada lokasi yang berdekatan dengan aktivitas industri. Hasil perhitungan RQ untuk pajanan harian (realtime) menunjukkan nilai sebesar 1,643, sedangkan RQ untuk pajanan jangka panjang (lifetime) mencapai 4,383 pada durasi paparan hingga 40 tahun, yang mengindikasikan adanya potensi risiko kesehatan yang signifikan. Kesimpulan: Konsumsi ikan nila dari perairan Morosi berpotensi menimbulkan risiko kesehatan jangka panjang akibat akumulasi merkuri, terutama pada individu dengan durasi paparan yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan upaya mitigasi melalui pengurangan konsumsi ikan dari wilayah terdampak, penguatan pengawasan terhadap pencemaran lingkungan, serta edukasi masyarakat mengenai bahaya kontaminasi logam berat dan strategi pencegahannya.