Rengkung, Franky
Sam Ratulangi University

Published : 30 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 30 Documents
Search

Evaluasi Partisipasi Politik Dalam Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2014 Di Kota Bitung Lengkong, Johny P; Rengkung, Franky .
JURNAL ILMIAH SOCIETY Vol 1, No 17 (2015)
Publisher : JURNAL ILMIAH SOCIETY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Satu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam sebuah negara yang percaya dan menganut system demokrasi peran dan partisipasi masyarakat merupakan sebuah indikator penting.Demikian juga bagi Indonesia yang kini menggunakan praktek demokrasi perwakilan, sangatlah memerlukan peran dan partisipasi politik secara signifikan dari masyarakat.Ironisnya hal yang diharapkan tersebut belum dapat diwujudkan.Hal itu terbukti bahkan hingga era reformasi telah bergulir satu decade lebih persoalan partisipasi politik masyarakat terus mengalami fluktuasi yang tidak bisa dikatakan membanggakan.Bahkan dia terus menjadi persoalan dalam pelaksanaan berbagai progam dari pemerintah, termasuk dalam penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu). Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Bitung sebagai lembaga yang berwenang menyelenggarakan pemilu berdasarkan UU Nomor 15 tahun 2011, secara jujur telah mengaku dalam menjalankan tugasnya masih banyak mengalami hambatan walaupun berbagai upaya telah banyak dilakukan. Upaya dimaksud diantaranya adalah terus mensosialisasikan pelaksanaan pemilu kepada masyarakat pemilih dengan harapan masyarakat agar turut berperan aktif dalam proses demokrasi tersebut.   Kata Kunci : Evaluasi, Partisipasi Politik, Pemilihan Umum Legislatif.
PERAN LURAH DALAM MEWUJUDKAN TATA KELOLA PEMERINTAH YANG BAIK SUATU STUDI DI KELURAHAN SAGERAT KECAMATAN MATUARI KOTA BITUNG Rantepasang, Apphia; Kaawoan, Johannis Eduard; Rengkung, Franky R.D
JURNAL EKSEKUTIF Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakTata kelola pemerintahan yang baik merupakan praktek penyelenggaraan pemerintahan yang ideal dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat yang tidak bias lepas dari profesionalisme penyelenggara pemerintahan yaitu aparatur pemerintahan yang bermoral dan mampu memberikan pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau. Selain itu dalam dalam menjalankan pemerintahan sangat diperlukan keterbukaan dari aparatur pemerintah agar dapat tercipta kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui Peran Lurah dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dilihat dari profesionalisme dan transparansi aparatur pemerintah kelurahan Sagerat. Teori yang digunakan adalah teori prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik yang dikemukakan oleh Buyung, Penelitian kualitatif deskriptif adalah jenis penelitian yang menyebabkan data dan analisis yang digunakan dalam penelitian bersifat kualitatif. Fokus penelitian ini yakni peran lurah dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik yang dilihat dari profesionalisme dan transparansi aparatur pemerintah kelurahan berdasarkan teori prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik menurut Buyung.Hasil penelitian ini ditinjau dari indikator profesionalisme dan transparansi yang dikemukakan oleh Buyung yaitu penyelenggara pemerintahan yang mampu memberikan pelayanan yang mudah, cepat, tepat dan dengan biaya terjangkau serta penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Kesimpulan profesionalisme penyelenggara pemerintahan yang ada di kelurahan Sagerat yaitu pegawai pemerintah kelurahan Sagerat yang lambat dalam meresponi setiap pelayanan yang diberikan kepada masyarakat serta sulitnya masyarakat dalam mengakses informasi.Kata kunci : Peran, Lurah, Tata Kelola Pemerintahan yang Baik
FUNGSI PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN 2015 DI DESA ESANDOM KECAMATAN TOMBATU TIMUR Wawointana, Tesa Visi Valeria; Kaawoan, Johannis Eduard; Rengkung, Franky
JURNAL EKSEKUTIF Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakBadan Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai fungsi pengawasan yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa, anggaran pendapatan desa dan belanja desa.Prinsip pengawasan yang harus dijalankan bahwa pengawasan bukan mencari kesalahan, melainkan untuk menghindari kesalahan dan kebocoran yang lebih besar. Tujuan penelitian untuk mengetahui Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Tahun 2015 di Desa Esandom Kecamatan Tombatu Timur. Teori yang di gunakan adalah Situmorang dan Juhir (1994:27) Pengawasan preventif, dilakukan melalui pre audit sebelum pekerjaan dimulai. Misalnya dengan mengadakan pengawasan terhadap persiapanpersiapan, rencana kerja, rencana anggaran, rencana penggunaan tenaga dan sumber-sumber lain. Fokus penelitian yakni pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) secara preventif yaitu pengawasan yang dilakukan sebagai bentuk pencegahan terjadinya penyimpangan-penyimpangan, sesuai dengan fungsi pengawasan dari BPD itu sendiri. Hasil penelitian di lihat dari Pengawasan preventif, dilakukan melalui pre audit sebelum pekerjaan dimulai. Misalnya dengan mengadakan pengawasan terhadap persiapanpersiapan, rencana kerja, rencana anggaran, rencana menggunakan tenaga kerja. Kesimpulan dimana dana yang paling besar berasal dari mata anggaran pembangunan jalan tani, dalam proses pelaksanaannya dinilai menemui kendala, yaitu tidak selesainya pekerjaan tersebut selama tahun 2015.Kata Kunci : Fungsi Pengawasan , Pengelolaan Anggaran
POTENSI PERUBAHAN GARIS BATAS INDONESIA-SINGAPURA (Studi Kasus Reklamasi Di Pulau Nipah) Franky Rengkung, Raymond W. Sollitan, Daisy Posumah,
JURNAL POLITICO Vol 9, No 1 (2020): Februari 2020
Publisher : JURNAL POLITICO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini terkait dengan isu pengelolaan wilayah perbatasan di Pulau Nipah. Pulau Nipah terletak di perbatasan Indonesia dan Singapura. Sayangnya dimasa lalu pulau Nipah sangat terdampak oleh kegiatan penambangan pasir untuk memasok kebutuhan reklamasi di Singapura. Sesungguhnya reklamasi Singapura menimbulkan kekhawatiran dipihak Indonesia. Dengan reklamasi, tanah Singapura menjadi semakin menjorok mendekati wilayah Indonesia, sebaliknya pulau Nipah beresiko tenggelam dan hilang jika saja tidak dilakukan upaya konservasi untuk memperbaiki lingkungannya. Pada saat reklamasi pulau Nipah selesai dikerjakan, pemerintah Indonesia mengembangkan pembangunan pulau Nipah menjadi basis militer dan pusat pengembangan ekonomi dikawasan ini. Kenyataannya, yang menjadi alasan utama dilakukan reklamasi pulau Nipah adalah karena kekhawatiran Indonesia akan ada potensi perubahan garis batas Indonesia-Singapura, mengingat wilayah daratan Singapura semakin luas sedangkan pulau Nipah semakin kecil. Penelitian ini mendapati bahwa kecil kemungkinannya akan terjadi perubahan garis batas Indonesia-Singapura mengingat antara pemerintah Indonesia dan Singapura telah dicapai kata sepakat tentang garis batas setidaknya melalui tiga tahap pembicaraan diplomatik sejak tahun 1973. Sejauh ini tidak ada indikasi bahwa kedua negara berniat melanggar kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai. Namun demikian, proyek reklamasi pulau Nipah tetap penting sebagai antisipasi ke depannya mengingat  politik internasional cenderung tidak pasti. Kata Kunci: Garis batas, Indonesia, Singapura, Reklamasi, Pulau Nipah. ABSTRACTThis research is about border area management in Nipah island. Nipah island lies in the Indonesian and Singapore border line. Unfortunately, Nipah island has been severely affected by sand mining activities in the past, which was designated to supply materials for reclamation in Singapore. Reclamation in Singapore raised concern in the Indonesian side though. Whilst the land in Singapore has becoming more and more indented into Indonesian territory, on the contrary, Nipah Island risked drown and disappear if there was no attempt to preserve the nature of its environment. Once reclamation in Nipah island has been done, Indonesian government further develop Nipah island to become a military base as well as the new economic centre in the region. In fact, the potential that the boundary line between Indonesia and Singapore could be shifted due to changes in the size of Singapore, which was becoming wider, and of Nipah Island which became smaller and smaller; has been the main reason for reclamation project in Nipah island. This research found that the boundary line between Indonesia and Singapore is less likely to be shifted, because both Indonesia and Singapore have reached a mutual understanding about their border-lines through the three stages of diplomatic talks since 1973. So far there were no indication about the two parties would break the deals. However, reclamation project in Nipah island is worth doing in order to anticipate future international politics, which is somehow uncertain. Keywords: Border-line, Indonesia, Singapura, Reclamation, Nipah island
PENTINGNYA REVITALISASI PEMAHAMAN NILAI-NILAI PANCASILA UNTUK MENCEGAH MEKARNYA RADIKALISME PADA GENERASI MUDA Johny P. Lengkong, Franky Rengkung,
JURNAL POLITICO Vol 9, No 4 (2020): Oktober 2020
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK                Pentingnya kedudukan Pancasila bagi bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga gagasan dasar yang berisi konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila harus berisi kebenaran nilai yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Dengan demikian rakyat rela untuk menerima, meyakini dan menerapkan dalam kehidupan yang nyata, untuk selanjutnya dijaga kokoh dan kuatnya gagasan dasar tersebut agar mampu mengantisipasi perkembangan zaman. Untuk menjaga, memelihara, memperkokoh dan mensosialisasikan Pancasila maka para penyelenggara negara dan seluruh warga negara wajib memahami, meyakini dan melaksanakan kebenaran nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun seiring berjalannya waktu dan perkembangan globalisasi dunia, modernisasi dan pesatnya era teknologi informatika, Konsensus nasional mulai luntur bahkan cenderung terkikis habis, padahal selama ini nilai-nilai dasarnya menjadi dasar dalam penanaman, penumbuhan, pengembangan rasa, jiwa dan semangat kebangsaan serta memberikan panduan, tuntunan dan pedoman bagi bangsa Indonesia dalam melakukan perjuangan guna mencapai cita-cita nasionalnya, namun dalam kenyataanya konsensus nasional ini makin termarginal dihadang oleh idiologi dan idealisme yang multi kultur dan muti dimensi akibatnya makin memudar nilai-nilai kebangsaan, kebhinekaan dan keragaman yang mulanya menjadi kebanggaan bangsa Indonesia  semakin hari terus terkoyak dan sejujurnya dapat dikatakan mengalami suatu kemunduran yang sangat menyedihkan. Indikasi dari kemunduran tersebut terlihat dengan semakin menipisnya semangat kebangsaan, kesadaran memiliki negeri ini dan makin kurang dihayatinya tata kehidupan yang didasarkan pada nilai-nilai ideologi Pancasila pada hampir semua generasi bangsa ini. Kata Kunci : Pancasila; Radikalisme; Generasi Muda   ABSTRACTThe importance of the position of Pancasila for the Indonesian people in the life of society, nation and state, so that the basic ideas that contain the concepts, principles and values contained in Pancasila must contain the truth of values that are not foreign to Indonesian society. Thus the people are willing to accept, believe and apply in real life, so that the basic ideas are strong and strong in order to be able to anticipate the times. To maintain, maintain, strengthen and socialize Pancasila, state administrators and all citizens are required to understand, believe in and implement the truth of the values of Pancasila in the life of the community, nation and state. However, as time goes by and the development of world globalization, modernization and the rapid development of the era of information technology, the national consensus is starting to fade and even tends to be completely eroded, even though so far its basic values have become the basis for planting, growing, developing a sense, spirit and national spirit and providing guidance, guidance and guidance for the Indonesian nation in carrying out the struggle to achieve its national ideals, but in reality this national consensus is increasingly being blocked by multi-cultural and multi-dimensional ideologies and ideals as a result of the fading of the values of nationality, diversity and diversity which initially became pride. the Indonesian nation continues to be torn apart every day and honestly it can be said that it is experiencing a very sad setback. Indications of this decline can be seen in the depletion of the national spirit, the awareness of belonging to this country and the less and less understanding of the life order based on the values of the Pancasila ideology in almost all generations of this nation. Keywords: Pancasila; Radicalism; Young generation
POTENSI PERUBAHAN GARIS BATAS INDONESIA-SINGAPURA (Studi Kasus Reklamasi Di Pulau Nipah) Franky Rengkung, Raymond W. Sollitan, Daisy Posumah,
JURNAL POLITICO Vol 8, No 4 (2019): Oktober 2019
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini terkait dengan isu pengelolaan wilayah perbatasan di Pulau Nipah. Pulau Nipah terletak di perbatasan Indonesia dan Singapura. Sayangnya dimasa lalu pulau Nipah sangat terdampak oleh kegiatan penambangan pasir untuk memasok kebutuhan reklamasi di Singapura. Sesungguhnya reklamasi Singapura menimbulkan kekhawatiran dipihak Indonesia. Dengan reklamasi, tanah Singapura menjadi semakin menjorok mendekati wilayah Indonesia, sebaliknya pulau Nipah beresiko tenggelam dan hilang jika saja tidak dilakukan upaya konservasi untuk memperbaiki lingkungannya. Pada saat reklamasi pulau Nipah selesai dikerjakan, pemerintah Indonesia mengembangkan pembangunan pulau Nipah menjadi basis militer dan pusat pengembangan ekonomi dikawasan ini. Kenyataannya, yang menjadi alasan utama dilakukan reklamasi pulau Nipah adalah karena kekhawatiran Indonesia akan ada potensi perubahan garis batas Indonesia-Singapura, mengingat wilayah daratan Singapura semakin luas sedangkan pulau Nipah semakin kecil. Penelitian ini mendapati bahwa kecil kemungkinannya akan terjadi perubahan garis batas Indonesia-Singapura mengingat antara pemerintah Indonesia dan Singapura telah dicapai kata sepakat tentang garis batas setidaknya melalui tiga tahap pembicaraan diplomatik sejak tahun 1973. Sejauh ini tidak ada indikasi bahwa kedua negara berniat melanggar kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai. Namun demikian, proyek reklamasi pulau Nipah tetap penting sebagai antisipasi ke depannya mengingat  politik internasional cenderung tidak pasti. Kata Kunci: Garis batas, Indonesia, Singapura, Reklamasi, Pulau Nipah. ABSTRACTThis research is about border area management in Nipah island. Nipah island lies in the Indonesian and Singapore border line. Unfortunately, Nipah island has been severely affected by sand mining activities in the past, which was designated to supply materials for reclamation in Singapore. Reclamation in Singapore raised concern in the Indonesian side though. Whilst the land in Singapore has becoming more and more indented into Indonesian territory, on the contrary, Nipah Island risked drown and disappear if there was no attempt to preserve the nature of its environment. Once reclamation in Nipah island has been done, Indonesian government further develop Nipah island to become a military base as well as the new economic centre in the region. In fact, the potential that the boundary line between Indonesia and Singapore could be shifted due to changes in the size of Singapore, which was becoming wider, and of Nipah Island which became smaller and smaller; has been the main reason for reclamation project in Nipah island. This research found that the boundary line between Indonesia and Singapore is less likely to be shifted, because both Indonesia and Singapore have reached a mutual understanding about their border-lines through the three stages of diplomatic talks since 1973. So far there were no indication about the two parties would break the deals. However, reclamation project in Nipah island is worth doing in order to anticipate future international politics, which is somehow uncertain. Keywords: Border-line, Indonesia, Singapura, Reclamation, Nipah island
PEMETAAN POTENSI GANGGUAN RADIKAL TERORISME DI WILAYAH KABUPATEN TALAUD Johannis Kaawoan, Johny P. Lengkong, Franky Rengkung,
JURNAL POLITICO Vol 7, No 3 (2018): Juli 2018
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKWilayah Propinsi Sulawesi Utara menurut data yang ada di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) kini telah menjadi daerah prioritas dari pemerintah pusat untuk dijadikan wilayah target, karena dianggap wilayah ini memiliki potensi gangguan keamanan wilayah yang sangat tinggi. Hal itu disebabkan karena di wilayah Sulawesi Utara terdapat beberapa wilayah yang berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Gangguan keamanan yang dimaksud diantaranya adalah potensi masuknya terorisme internasional melalui jalur-jalur yang ada di wilayah perbatasan, perdagangan lintas batas, illegal fishing, bahkan hingga perdagangan manusia (Human Traffiking). Oleh karenanya, dirasa sangat perlu dilakukan sebuah identifikasi, eksplanasi, pemetaan serta analisis terpadu tentang potensi gangguan keamanan di wilayah perbatasan dalam kaitannya dengan kebijakan pemberantasan terorisme, perdagangan manusia, illegal fishing dan sebagainya, khususnya bagi Sulawesi Utara sebagai salah satu daerah yang berbatasan langsung dengan beberapa Negara tetangga. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Talaud yang diidentifikasi memiliki potensi gangguan terorisme yang cukup signifikan. Wilayah ini menyimpan banyak masalah yang bisa mengancam keutuhan kedaulatan bangsa, keamanan, ekonomi sebagai akibat dari banyaknya berbagai kegiatan-kegiatan illegal di wilayah ini. Format penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan survey. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi alternatif bagi pemerintah dan stake holder dalam pembuatan kebijakan yang bisa melakukan pencegahan dini bagi gangguan radikalisme di Sulawesi Utara.Kata Kunci : Gangguan Keamanan dan Radikalisme
STRATEGI PEMERINTAH SULAWESI UTARA DALAM MENGOPTIMALISASI JALUR PERDAGANGAN BITUNG-DAVAO Franky Rengkung, Stisya Mamahit, Trilke Tulung,
JURNAL POLITICO Vol 10, No 2 (2021): April 2021
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK  Dalam meningkatkan hubungan ekonomi Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara dan Pemerintah Kota Davao Filipina, mewujudkan salah satu kerjasama yaitu dengan meresmikan pelayaran laut Roll-on Roll-off  (RO-RO) Davao-General Santos-Bitung. Peresmian kapal ini diharapkan dapat memajukan perdagangan sub kawasan, pariwisata dan meningkatkan konektivitas, baik antara Indonesia-Filipina maupun konektivitas ASEAN. Selain akan menciptakan rute pelayaran dan perdagangan baru, konektivitas ini juga mendukung program prioritas pemerintah yaitu menjadikan pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan internasional (International Hub Port). Rute baru ini juga akan menjadi sangat kompetitif, dilihat dari jarak dan waktu tempuh yang lebih singkat sehingga dapat mengurangi biaya transportasi dan logistic. Namun sampai saat ini Kapal yang sudah di jadwalkan setiap minggu 2 kali beroperasi namun hingga kini tidak berjalan dengan semestinya. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini mengkaji bagaimanaa strategi pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dalam mengoptimalisasi jalur perdagangan Bitung-Davao. Temuan penelitian menunjukkan bahwa tidak berjalannya kapal Roll–On Roll–Off ini, karena tidak ada pengusaha–pengusaha yang mau melakukan pengiriman barang dengan kapal tersebut karena biaya pengiriman kapal yang mahal. Selain itu kesiapan dari semua pihak sebelum di resmikan kapal Ro-Ro adalah akar dari tidak berjalannya pelayaran laut kapal RO–RO. Perencanaan sebelum diresmikannya kapal Ro–Ro ini tidak matang sehingga hubungan pengiriman barang atau perdagangan antar negara ini tidak berjalan sesuai dengan apa yang di harapkan. Kata Kunci :  Strategi; Jalur Perdagangan  ABSTRACT                 In improving the economic relationship between the North Sulawesi Provincial Government and the Davao City Government of the Philippines, realizing one of the collaborations is to inaugurate the Davao-General Santos-Bitung Sea Roll-on Roll-off (RO-RO) shipping The inauguration of this ship is expected to advance sub-regional trade, tourism and increase connectivity, both between Indonesia and the Philippines and ASEAN connectivity. In addition to creating new shipping and trade routes, this connectivity also supports the government's priority program, namely making the port of Bitung an international port (International Hub Port). This new route will also be very competitive, judging by the shorter distance and travel time so as to reduce transportation and logistics costs. However, until now the ship which has been scheduled to operate twice a week, but until now has not run properly. Using a qualitative approach, this study examines the strategy of the North Sulawesi Provincial government in optimizing the Bitung-Davao trade route. The research findings show that this Roll-On Roll-Off ship is not running, because there are no businessmen who want to deliver goods by ship because the shipping costs of the ship are expensive. In addition, the readiness of all parties before the inauguration of the Ro-Ro ship was the root of the failure of the RO-RO ship's sea voyage. The planning before the inauguration of the Ro-Ro ship was not mature so that the shipping or trade relations between the countries did not go as expected. Keywords: Strategy; Trade Route
KOREAN WAVE SEBAGAI INSTRUMEN SOFT POWER DIPLOMASI KEBUDAYAAN KOREAN SELATAN DI INDONESIA Franky Rengkung, Beatrix E.D. Sendow, Michael Mamentu,
JURNAL POLITICO Vol 7, No 4 (2018): Oktober 2018
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKKorean Wave atau Hallyu merupakan penyebaran budaya popular dan hiburan Korea yang mulai tersebar pada pertengahan tahun 1990an yang akhirnya menjadi salah satu soft power diplomasi kebudayaan Korea Selatan dan masih terus bertransformasi hingga saat ini. Kesuksesan Korean Wave saat ini tidak lepas dari dukungan pemerintahnya yang memberikan dukungan penuh terhadap peningkatan Korean Wave. Saatini dimana pemerintah Korea Selatan sangat gencar meningkatkan dan menyebarkan Korean Wave di belahan dunia termasuk di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana sejarah terbentuknya Korean Wave sebagai instrument soft power diplomasi kebudayaan Korea Selatan dan bagaimana Penerapan Korean Wave sebagai Instrument Soft Power Diplomasi Kebudayaan Korea Selatan di Indonesia serta mengetahui dan menjelaskan apa pengaruh Korean Wave sebagai instrument soft power diplomasi kebudayaan dalam membangun citra Korea Selatan di Indonesia. Untuk itu metode yang digunakan dalam penelitian ini berbasis dokumen serta berbasis internet melalui buku, jurnal, dokumen, artikel,koran online, maupun laporan penelitian dari penelitian terdahulu. Dalam menganalisa data digunakan analisis kualitatif dimana dari data yang didapat disusun berdasarkan fakta-fakta yang ada kemudian mengkorelasikannya satu sama lain untuk melihat bagaimana penerapan Korean wave di Indonesia yang dijalankan oleh pemerintah Korea Selatan dan di dukung oleh para pelaku bisnis industri,media serta masyarakat secara umum serta pengaruh yang ditimbulkan terhadap citra Korea Selatan di Indonesia untuk kemudian ditarik sebuah kesimpulan. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa melalui kepopuleran Korean Wave pemerintah Korea Selatan dapat mengelola dan memanfaatkan budaya Korean Wave menjadi soft diplomasi Korea Selatan sehingga dapat memperkuat posisinya dan meningkatkan citra Korea selatan di Indonesia bahkan di belahan bumi lainnya. Kata Kunci: Korean Wave; Soft Power; Diplomasi Kebudayaan. ABSTRACT               Korean Wave or Hallyu is the spread of popular culture and entertainment in Korea which began to spread in the mid-1990s which eventually became one of South Korea's soft power cultural diplomacy and still continues to transform today. The success of the Korean Wave is currently inseparable from the support of the government which provides full support for the improvement of the Korean Wave. At present, the South Korean government is intensely increasing and spreading Korean Wave in parts of the world, including in Indonesia. This research was conducted to find out and explain how the history of the Korean Wave was formed as a soft power instrument of South Korean cultural diplomacy and how to apply the Korean Wave as a South Korean Cultural Diplomacy Soft Instrument in Indonesia and to know and explain what Korean Wave influences as a soft power instrument in cultural diplomacy build the image of South Korea in Indonesia. For this reason the method used in this study is document-based and internet-based through books, journals, documents, articles, online newspapers, and research reports from previous studies. In analyzing the data, qualitative analysis is used where the data obtained is compiled based on the facts and then correlates with each other to see how the application of the Korean wave in Indonesia is run by the South Korean government and is supported by industrial, media and community businesses. general as well as the influence that has been made on the image of South Korea in Indonesia to draw a conclusion. From the data obtained shows that through the popularity of the Korean Wave the South Korean government can manage and utilize the Korean Wave culture into South Korea's soft diplomacy so that it can strengthen its position and enhance the image of South Korea in Indonesia even in the other hemisphere. Keywords: Korean Wave; Soft Power; Cultural Diplomacy.ABSTRAKKorean Wave atau Hallyu merupakan penyebaran budaya popular dan hiburan Korea yang mulai tersebar pada pertengahan tahun 1990an yang akhirnya menjadi salah satu soft power diplomasi kebudayaan Korea Selatan dan masih terus bertransformasi hingga saat ini. Kesuksesan Korean Wave saat ini tidak lepas dari dukungan pemerintahnya yang memberikan dukungan penuh terhadap peningkatan Korean Wave. Saatini dimana pemerintah Korea Selatan sangat gencar meningkatkan dan menyebarkan Korean Wave di belahan dunia termasuk di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana sejarah terbentuknya Korean Wave sebagai instrument soft power diplomasi kebudayaan Korea Selatan dan bagaimana Penerapan Korean Wave sebagai Instrument Soft Power Diplomasi Kebudayaan Korea Selatan di Indonesia serta mengetahui dan menjelaskan apa pengaruh Korean Wave sebagai instrument soft power diplomasi kebudayaan dalam membangun citra Korea Selatan di Indonesia. Untuk itu metode yang digunakan dalam penelitian ini berbasis dokumen serta berbasis internet melalui buku, jurnal, dokumen, artikel,koran online, maupun laporan penelitian dari penelitian terdahulu. Dalam menganalisa data digunakan analisis kualitatif dimana dari data yang didapat disusun berdasarkan fakta-fakta yang ada kemudian mengkorelasikannya satu sama lain untuk melihat bagaimana penerapan Korean wave di Indonesia yang dijalankan oleh pemerintah Korea Selatan dan di dukung oleh para pelaku bisnis industri,media serta masyarakat secara umum serta pengaruh yang ditimbulkan terhadap citra Korea Selatan di Indonesia untuk kemudian ditarik sebuah kesimpulan. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa melalui kepopuleran Korean Wave pemerintah Korea Selatan dapat mengelola dan memanfaatkan budaya Korean Wave menjadi soft diplomasi Korea Selatan sehingga dapat memperkuat posisinya dan meningkatkan citra Korea selatan di Indonesia bahkan di belahan bumi lainnya. Kata Kunci: Korean Wave; Soft Power; Diplomasi Kebudayaan.  ABSTRACT               Korean Wave or Hallyu is the spread of popular culture and entertainment in Korea which began to spread in the mid-1990s which eventually became one of South Korea's soft power cultural diplomacy and still continues to transform today. The success of the Korean Wave is currently inseparable from the support of the government which provides full support for the improvement of the Korean Wave. At present, the South Korean government is intensely increasing and spreading Korean Wave in parts of the world, including in Indonesia. This research was conducted to find out and explain how the history of the Korean Wave was formed as a soft power instrument of South Korean cultural diplomacy and how to apply the Korean Wave as a South Korean Cultural Diplomacy Soft Instrument in Indonesia and to know and explain what Korean Wave influences as a soft power instrument in cultural diplomacy build the image of South Korea in Indonesia. For this reason the method used in this study is document-based and internet-based through books, journals, documents, articles, online newspapers, and research reports from previous studies. In analyzing the data, qualitative analysis is used where the data obtained is compiled based on the facts and then correlates with each other to see how the application of the Korean wave in Indonesia is run by the South Korean government and is supported by industrial, media and community businesses. general as well as the influence that has been made on the image of South Korea in Indonesia to draw a conclusion. From the data obtained shows that through the popularity of the Korean Wave the South Korean government can manage and utilize the Korean Wave culture into South Korea's soft diplomacy so that it can strengthen its position and enhance the image of South Korea in Indonesia even in the other hemisphere. Keywords: Korean Wave; Soft Power; Cultural Diplomacy.
Politik Identitas Pada Kesetaraan Gender Dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Gorontalo Tahun 2020 Katili, Nopyan; Potabuga, Jamin; Rengkung, Franky
POLITICO: Jurnal Ilmu Politik Vol. 11 No. 3 (2022): Juli 2022
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35797/jp.v11i3.44365

Abstract

ABSTRAK Artikel ini akan mengkaji keberadaan politik identitas khususnya terkait dengan kesetaraan gender yang terjadi pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Gorontalo tahun 2020. Dengan menggunakan metode kualitatif artikel ini akan mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi, serta sejauh mana politik identitas khususnya yang terkait dengan kesetaran gender berkembang dan terjadi pada Pilkada tahun 2020. Temuan penelitian menggambarkan bahwa politik identitas yang terjadi di Kabupaten Gorontalo banyak di sebabkan oleh faktor agama dan budaya. Faktor agama sangat mempengaruhi karena mayoritas masyarakat Kabupaten Gorontalo memeluk agama Islam, dimana berkembang stigma bahwa pemimpin itu seharusnya laki-laki. Selain itu budaya yang berkembang di masyarakat Gorontalo dimana sangat minim perempuan yang mau bertarung untuk menjadi pemimpin, karena itu dipahami sebagai haknya kaum pria. Walaupun sebenarnya sudah ada perundangan yang mewajibkan keterwakilan perempuan sebesar 30 persen namun minimnya kaum perempuan yang bersedia menjadi kendala untuk mewujudkan hal tersebut. Kata Kunci: Politik Identitas; Kesetaraan Gender; Pemilihan Kepala Daerah ABSTRACT This article will examine the existence of identity politics in particular related to gender equality that occurred in the Regional Head Election (Pilkada) in Gorontalo Regency in 2020. Using qualitative methods this article will describe the factors that influence, and the extent to which identity politics, especially those related to Gender equality develops and occurs in the 2020 Pilkada. The research findings illustrate that identity politics that occurs in Gorontalo Regency is mostly caused by religious and cultural factors. The religious factor is very influential because the majority of the people of Gorontalo Regency embrace Islam, where there is a growing stigma that the leader should be a man. In addition, the culture that developed in the Gorontalo community where there are very few women who want to fight to become leaders, because it is understood as the right of men. Even though there is actually a law that requires women's representation of 30 percent, the lack of women who are willing to be an obstacle to make this happen. Keywords: Identity Politics; Gender equality; Regional Head Election