Penyakit infeksi kulit di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Survei Demografi Kesehatan di Indonesia tahun 2016 pevalensi penyakit kulit sebesar 2,93% sampai 27,5% (BKKBN, 2017). Penyakit infeksi kulit salah satunya disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus. Cara mengobati penyakit akibat bakteri adalah dengan pemberian antibiotik. Namun penggunaan antibiotik yang tidak tepat akan menyebabkan resistensi. Salah satu alternatif adalah dengan pemanfaatan obat tradisional. Biji saga (Abrus precatorius) memiliki kandungan aktif yang dapat digunakan sebagai antibakteri. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari biji saga (Abrus precatorius) terhadap bakteri staphylococcus aureus. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Penelitian ini menggunakan metode difusi sumuran. Ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 96%. Dilakukan skrining fitokimia untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder dari ekstrak biji saga. Uji antibakteri menggunakan konsentrasi ekstrak 5%, 10%, 15% dan 20%. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ekstrak etanol 96% biji saga (Abrus precatorius) dapat menghambat bakteri Staphylococcus aureus dengan zona hambat pada konsentrasi 5% sebesar 8,52 mm. Konsentrasi 10% menghasilkan zona hambat 10,03 mm. Konsentrasi 15% menghasilkan zona hambat 12,73 mm. Konsentrasi 20% menghasilkan zona hambat 14,15 mm. Sedangkan kontrol negatif (DMSO) tidak memiliki zona hambat, dan kontrol positif (kloramfenikol) menghasilkan zona hambat 31,3 mm.