ABSTRAKPenelitian ini dilatarbelakangi adanya adat di Nagari Kinali khususnya di Jorong Sigunanti. Bahwasanya dalam masyarakat harta pamujang tidak termasuk ke dalam harta warisan yang bisa diwarisi oleh anak dan istri pewaris melainkan harta pamujang tersebut adalah hak dari keluarga pewaris. Dalam ajaran Islam, istri dan anak memiliki hak atas warisan yang ditinggalkan oleh suami yang telah meninggal. Berdasarkan hal ini, penulis tertarik untuk meneliti pemahaman masyarakat tentang praktik pembagian harta pamujang serta pandangan hukum Islam terhadap pelaksanaannya pembagian harta pamujang. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode lapangan dengan pendekatan kualitatif, yaitu melalui wawancara dan observasi langsung di lapangan. Data yang didapatkan dianalisis menggunakan metode induktif. Dari penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa masyarakat menganggap harta pamujang tidak termasuk ke dalam harta warisan. Karena harta pamujang merupakan harta yang dianggap berasal dari kampung laki-laki, sehingga anak dan istri pewaris tidak berhak atas harta pamujang tersebut. Harta pamujang adalah hak yang dimiliki oleh keluarga pewaris, seperti orang tua, saudara kandung, dan keponakan pewaris. Sedangkan, harta yang dapat diwariskan kepada anak dan istri pewaris hanya terbatas pada harta bersama yang diperoleh selama pernikahan. Jika dilihat dari perspektif hukum Islam, praktik pembagian harta pamujang yang diterapkan oleh masyarakat di Jorong Sigunanti tidak sejalan dengan aturan hukum Islam. This research is based on the existence of customs in Nagari Kinali, especially in Jorong Sigunanti. That in society, the property of the pamujang is not included in the inheritance that can be inherited by the children and wife of the testator, but rather the property of the pamujang is the right of the testator's family. In Islamic teachings, wives and children have the right to inheritance left by a deceased husband. Based on this, the author is interested in examining the community's understanding of the practice of dividing the property of the pamujang and the views of Islamic law on the implementation of the distribution of the property of the pamujang. This research was conducted using a field method with a qualitative approach, namely through interviews and direct observation in the field. The data obtained were analyzed using the inductive method. From the research conducted, it was found that the community considers the property of the pamujang not included in the inheritance. Because the property of the pamujang is property that is considered to come from the male village, so the children and wife of the testator are not entitled to the property of the pamujang. The property of the pamujang is a right owned by the testator's family, such as the parents, siblings, and nephews of the testator. Meanwhile, the property that can be inherited to the children and wife of the testator is limited to joint property obtained during the marriage. When viewed from the perspective of Islamic law, the practice of dividing the assets of the pamujang implemented by the community in Jorong Sigunanti is not in line with Islamic law.